Seperti konsep hukum kekekalan Energi yang tak dapat dimusnahkan dan hanya berubah bentuk, kita berharap energi, kegigihan dan semangat Asian Games tahun 1962 tetap sama di 2018.Energi dan semangat yang mengantarkan Indonesia menjadi negara yang disegani di Asia bahkan dunia.
Kompetisi olahraga yang membawa nama Indonesia ke gelanggang selalu menjadi drama yang paling menegangkan dibanding apapun di Indonesia. Di tempat asalku, kota Parepare, Sulawesi Selatan yang dekat dari pesisir, saat atlit sepakbola atau bulutangkis Indonesia bermain di pentas internasional, para nelayan menunda turut ke laut, kapal-kapal kecil penangkap ikan ditarik ke bibir pantai sementara para nelayan meramaikan pos ronda dan menyalakan tv cembung untuk melihat tim Garuda berlaga.
Jika hal itu terjadi, bisa dipastikan keesokan harinya ibu-ibu yang mencari ikan di pasar akan sedikit mengomel karena mendapati harga ikan incarannya naik. "Main ki tadi malam Timnas bu, tidak turun orang ke laut," biasanya jadi pembelaan pedagang ikan di pasar dengan aksen Bugis yang kental saat mengahadapi omelan mereka.
Lain lagi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Parepare, mereka melakukan nonton bareng timnas Indonesia saat melawan Thailand di piala AFF sambil memberikan sosialisasi pemilihan kepala daerah dan meredam persaingan politik, warga pun melebur jadi satu di depan layar proyektor.
Dan masyarakat Indonesia sudah sepatutnya berbangga. Tahun ini, Indonesia kembali dipercaya untuk menjadi tuan rumah di perhelatan olahraga terbesar negara-negara Asia tersebut setelah pertama kali menjadi tuan rumah pada 1962. Kalender olahraga pun dipastikan akan semakin padat. Tanggung jawab besar kini dipikul sebab Indonesia akan kedatangan atlit dari 45 negara yang akan bertanding di 40 cabang olahraga. Maka, target kemenangan Indonesia bukan hanya menjadi juara umum, tapi berhasil menyukseskan gelaran asean games adalah bagian dari target kemenangan yang harus dikejar pula
Antusiasme warga Indonesia sebenarnya sudah terlihat dari banyak aspek jauh sebelum kontes akbar ini dimulai. Lagu offisial meraih bintang yang dinyanyikan Via valen ditonton 20 juta kali dan as bright as the sun ditonton sebanyak 2.6 juta kali sejak pertama kali diunggah di Youtube saat tulisan ini dibuat . Lagu offisial lainnya pun tak sepi penonton, jika ditotal, 13 lagu offisial telah ditonton sebanyak 33 juta kali, belum lagi jika kita ikut menghitung lagu offisial yang ikut dicover oleh beberapa artis ternama.
Kebanggaan-kebanggan seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi kali ini saja. Tahun 1962, saat Indonesia ditunjuk menjadi tuan rumah, Jakarta kemudian mulai berbenah. Salah satu tantangan presiden Soekarno kala itu adalah menemukan tempat yang tepat sebagai pusat kompleks olahraga di Indonesia.
Pilihan kemudian jatuh ke kampung Senayan. Warga yang telah mendiami tempat tersebut pun secara sukarela dipindahkan ke tempat yang baru demi kebanggaan mereka di Asian Games nantinya. Mereka kemudian mendiami beberapa wilayah dan salah satunya adalah Tebet.
Pembangunan kemudian dimulai dengan melibatkan masyarakat hingga aparat militer secara bergantian dalam shift. Sarana pendukung pun ikut digenjot, maka jelang dibukanya Asian Games ikut pula diresmikan, pusat perbelanjaan Sarinah, Hotel Indonesia, Jembatan lingkar Semanggi, Tugu Selamat Datang untuk menyambut tamu yang datang hingga yang paling monumental adalah Gelora Bung Karno (GBK) yang menjadi kebanggaan kita hingga saat ini
Projek Asian Games di Indonesia tersebut memang cukup fantastis. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang baru saja merdeka. Namun, semangat kebanggan untuk membuktikan Indonesia mampu bersaing di level yang tinggi diperlihatkan oleh atlet-atlet andalan Indonesia. Hasilnya, mereka berhasil mempersembahkan 11 medali emas, 12 perak dan 28 perunggu. Hanya satu tingkat di bawah juara umum Jepang.
"Jika Asian Games berjalan dengan baik, gengsi Indonesia akan naik setingkat," kata Soekarno. Ia menganggap olahraga lebih dari sekedar pertandingan di atas lapangan, namun lebih dari itu, olahraga dijadikan sebagai alat pembangunan karakter dan bangsa
Tahun ini, pembangunan kembali digenjot menyusul terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah. di Palembang, fasilitas sekelas hotel bintang lima berupa Rusunawa dan Rusunami yang masing masing bisa menampung 1000 orang dengan fasilitas kafe dan ruang makan dipersiapkan.Â
Sementara sejumlah arena dibangun dan diklaim berstandar internasional. LRT yang menjadi moda transportasi baru di Palembang yang menghubungkan Bandara ke Jakabaring Sport city pun telah diujicoba. Begitupun dengan revitalisasi jembatan Ampera yang telah merubah wajah ikon kota Palembang.
Sementara Ibu kota pun ikut bersolek. Hall Basket GBK, Senayan dan wisma atlet Kemayoran mendapat apresiasi yang positif dari sejumlah atlet, stadion utama GBK melakukan pembenahan mulai dari sistem pencahayaan, papan skor, rumput, hingga kursi penonton. Sistem pencahayaan GBK bahkan digadang-gadang menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Stadion Aquatic Senayan yang masih di dalam kompleks GBK pun memiliki tampilan yang lebih modern dan disebut menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.
Olahraga memang mampu menembus segala dimensi, siapapun, kapanpun dan di manapun, dari yang tua hingga yang muda, semua menikmati bagaimana atlet Indonesia berlaga ditemani secangkir kopi, atau juga teh.
Seperti konsep hukum kekekalan Energi, Kita berharap, energi, kegigihan dan semangat Asian Games tahun 1962 tetap sama hingga 2018.Energi dan semangat yang mengantarkan Indonesia menjadi negara yang disegani di Asia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H