Jika awal masa konstruksi bisa menampung air sebanyak 40 juta m3 dan diprediksi bisa digunakan hingga 50 tahun, pada studi yang dilakukan Universitas Hasanuddin, tercatat volume penampungan air hanya tersisa 9 jutam3 dan terus menurun dan diramalkan tidak akan bisa bertahan hingga 20 tahun kedepan jika terus dibiarkan.
Padahal, untuk beroperasi maksimal PLTA Bakaru membutuhkan pasokan air minimal 45 m3 tiap Pendangkalan sendiri terjadi akibat banyaknya penebangan liar disekitar aliran sungai yang dilakukan masyarakat sekitar.
Padahal, sejak pertama kali beroperasi dan diresmikan oleh presiden kala itu, Soeharto, pembangkit berkapasitas 2 kali 68 Megawatt ini merupakan yang paling handal dengan hanya membutuhkan waktu paling lama 20 menit untuk masuk kedalam jaringan transmisi Sulselbar.
Meski butuh nilai investasi yang cukup besar, namun PLTA merupakan pembangkit yang efisien dengan hanya bergantung pada jumlah pasokan air yang ada. Proyek 35.000 MW pemerintah sebaiknya dimanfaatkan betul oleh pemerintah provinsi dengan tak hanya memberi izin pembangunan pembangkit berkapasitas besar namun dengan bahan bakar yang Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang menggunakan tenaga angin sebagai penggerak yang rencanannya akan dibangun di Kabupaten Sidrap dan Jeneponto merupakan angin segar bagi sistem kelistrikan di sulawesi selatan dan barat.
Padahal, potensi sulawesi selatan bukan hanya PLTB, meski dengan nilai investasi yang cukup besar, namun sepertinya patut pula sulawesi selatan mencoba Pembangkit Listrik tenaga gas dengan bahan bakar dari metana yang berasal dari sampah organik seperti di Bali, pembangkit listrik tanaga gelombang laut seperti di Portugal, atau pembangkit tenaga pasang surut, hingga PLTB di lepas pantai seperti di Brazil.