Mohon tunggu...
Risal Gantizar Gifari
Risal Gantizar Gifari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Administrasi Pendidikan - Teknisi Hardware Komputer & Operator Data - Pelaksana Manajemen Pendidikan

Saya adalah seorang Dosen sekaligus Pegawai Honorer, maklum istilah orang Sunda itu saya 'berbakat' alias 'bakat ku butuh' (saking butuhnya) untuk menyambung hidup, jadi saya mengambil dua pekerjaan sekaligus, hehe... Saya senang membaca dan menulis, juga hobi main game dan kadang LIVE game balap Rally di TikTok, nama akunnya @tag.yaz (Uncle_Boomer~80s😎)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Trias Politica dan Kementerian Agama: Menjaga Harmoni dalam Keberagaman)

24 Januari 2025   11:47 Diperbarui: 24 Januari 2025   11:47 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh:
Risal Gantizar Gifari, S.Pd., M.Pd
Staff Pelaksana Unit Setjen
Kantor Kementerian Agama Kota Banjar

(Tulisan ini dibuat sebagai kesimpulan kegiatan wawancara Siswa-Siswi Kelas XII SMK Bhakti Kencana dengan Kementerian Agama Kota Banjar berdasarkan Surat SMK Bhakti Kencana Kota Banjar Nomor: 421.5/1246/SMK-BK/I/2025 tanggal 23 Januari 2025 tentang Permohonan Izin Wawancara terkait Hubungan Trias Politica dengan Instansi Kementerian Agama)

Trias Politica adalah konsep fundamental dalam demokrasi. Ia membagi kekuasaan menjadi tiga cabang: eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pembagian ini bukan sekadar formalitas, melainkan fondasi untuk menjaga keseimbangan dan memastikan kekuasaan tidak terpusat pada satu tangan. Dalam sistem ini, setiap cabang memiliki peran, batas, dan tanggung jawabnya masing-masing. Tapi, yang menarik dari konsep ini bukan sekadar teori pembagian kekuasaan, melainkan bagaimana ia bekerja dalam konteks nyata, seperti di Indonesia.

Mari kita lihat Kementerian Agama. Sebagai bagian dari cabang eksekutif, Kementerian ini memikul tugas besar: mengelola urusan agama di negara yang begitu majemuk. Di sini, agama bukan sekadar ranah privat, melainkan denyut nadi kehidupan sosial dan politik. Tugas Kementerian Agama tak hanya administratif, tapi juga filosofis: menjaga harmoni di tengah keberagaman.

Namun, Kementerian Agama tidak bekerja dalam ruang kosong. Ia bersinergi dengan legislatif dan yudikatif. Dari legislatif, kementerian mendapatkan arahan dan dukungan hukum, seperti undang-undang yang menjadi landasan kebijakan keagamaan. DPR juga memastikan anggaran kementerian digunakan tepat sasaran, mengawasi jalannya program, dan mengevaluasi hasilnya. Di sisi lain, yudikatif berperan menegakkan keadilan, terutama dalam ranah pengadilan agama yang menangani isu-isu seperti pernikahan, warisan, hingga zakat. Kementerian Agama menyediakan regulasi yang menjadi dasar bagi pengadilan agama menjalankan tugasnya.

Sederhananya, Trias Politica memastikan bahwa setiap kekuasaan saling melengkapi. Eksekutif adalah pelaksana, legislatif adalah pembuat aturan, dan yudikatif adalah penjaga keadilan. Ibarat tiga kaki meja, mereka harus berdiri kokoh agar pemerintahan tetap stabil. Dalam konteks ini, Kementerian Agama adalah salah satu penopang harmoni yang memastikan keberagaman agama di Indonesia bukan menjadi sumber konflik, melainkan kekuatan untuk maju bersama.

Tapi harmoni bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Ia harus dirawat, dijaga, dan terus diperjuangkan. Kementerian Agama ibarat seorang konduktor dalam orkestra besar bernama Indonesia. Setiap agama adalah instrumen, masing-masing dengan suara yang khas. Dan tugas Kementerian Agama adalah memastikan semua instrumen itu selaras, menciptakan simfoni yang indah, bukan kebisingan.

Namun, kita juga tak bisa menutup mata pada tantangan. Dalam praktiknya, sering kali harmoni terganggu oleh perbedaan yang tidak dikelola dengan baik. Di sinilah peran strategis Kementerian Agama, membangun ruang dialog, meredakan ketegangan, dan memastikan konflik tidak berubah menjadi api yang membakar tatanan sosial. Dalam hal ini, kementerian adalah "pemadam kebakaran sosial," bergerak cepat sebelum percikan konflik berubah menjadi kobaran yang sulit dipadamkan.

Refleksi dari hubungan Trias Politica dan Kementerian Agama mengingatkan kita pada satu hal penting: keberagaman adalah kekayaan, tapi juga tanggung jawab. Ia bisa menjadi kekuatan, atau justru ancaman, tergantung pada bagaimana kita menjaganya. Di sinilah inspirasi lahir. Bahwa di tengah segala perbedaan, kita selalu punya peluang untuk saling memahami, saling menghargai, dan berjalan bersama.

Indonesia, dengan segala keberagamannya, adalah laboratorium besar demokrasi. Dan Kementerian Agama adalah salah satu aktor utama dalam eksperimen besar ini. Sebuah lembaga yang tak hanya bicara tentang agama, tapi tentang masa depan bangsa. Karena sejatinya, harmoni bukan hanya tentang hidup berdampingan, tapi tentang melangkah maju bersama.

Jadi, mari kita refleksikan: dalam keberagaman yang kita miliki, apakah kita sudah menjadi bagian dari harmoni itu? Atau justru menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi? Trias Politica mengajarkan keseimbangan, dan Kementerian Agama menunjukkan bagaimana nilai itu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah peran kita semua, memastikan bahwa harmoni bukan hanya tugas pemerintah, tapi tanggung jawab bersama sebagai warga bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun