Mohon tunggu...
Risal Gantizar Gifari
Risal Gantizar Gifari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Administrasi Pendidikan - Teknisi Hardware Komputer & Operator Data - Pelaksana Manajemen Pendidikan

Saya adalah seorang Dosen sekaligus Pegawai Honorer, maklum istilah orang Sunda itu saya 'berbakat' alias 'bakat ku butuh' (saking butuhnya) untuk menyambung hidup, jadi saya mengambil dua pekerjaan sekaligus, hehe... Saya senang membaca dan menulis, juga hobi main game dan kadang LIVE game balap Rally di TikTok, nama akunnya @tag.yaz (Uncle_Boomer~80s😎)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meneguhkan Toleransi: Peran Kementerian Agama dalam Menjaga Kebhinekaan

22 Januari 2025   23:28 Diperbarui: 22 Januari 2025   23:28 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Risal Gantizar Gifari, M.Pd.
Dosen Pendidikan Pancasila dan Multikultural
Universitas Islam Darussalam Ciamis

Pemasangan ornamen khas perayaan Imlek, seperti lampion, di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Banjar telah memicu polemik di kalangan masyarakat. Sebagian pihak memandang langkah ini sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman, sementara pihak lain menganggapnya berlebihan. Sebagai akademisi yang mendalami isu multikulturalisme, saya mengajak kita semua untuk melihat persoalan ini dengan jernih, reflektif, dan berdasarkan fakta sejarah serta perspektif toleransi dalam Islam.

Islam sejak awal telah mengajarkan umatnya untuk hidup berdampingan dengan damai bersama pemeluk agama lain. Dalam sirah Nabi Muhammad SAW, banyak contoh konkret yang menunjukkan toleransi dan penghormatan terhadap keberagaman. Salah satunya adalah Piagam Madinah, sebuah dokumen yang menjadi fondasi hidup bersama antara kaum Muslim, Yahudi, dan pagan Arab di Madinah. Piagam ini menegaskan hak dan kewajiban setiap kelompok agama tanpa menghapus identitas mereka masing-masing.

Rasulullah juga menghormati hari raya agama lain. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah mengizinkan kaum Nasrani Najran untuk melaksanakan ibadah mereka di dalam Masjid Nabawi selama kunjungan mereka ke Madinah (HR Abu Ubaid). Contoh ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan toleransi aktif, bukan hanya sekadar menerima keberadaan agama lain, tetapi juga memfasilitasi mereka untuk menjalankan keyakinannya.

Kementerian Agama adalah representasi pemerintah yang bertugas melayani semua umat beragama di Indonesia. Dalam konteks ini, langkah Kemenag Kota Banjar memasang ornamen Imlek merupakan wujud dari tugas tersebut. Kebijakan ini didasarkan pada Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Agama No. B-270/SJ/BIX/KP.02/01/2025 serta Edaran Menteri Agama No. 11 Tahun 2023 yang memberikan keleluasaan penggunaan fasilitas kantor untuk mendukung kegiatan keagamaan tertentu.

Perlu dipahami, Kemenag tidak sedang "mengadopsi" simbol agama tertentu, melainkan menunjukkan penghormatan terhadap kebhinekaan. Dalam sistem kenegaraan kita, keberadaan institusi seperti Kemenag bertujuan untuk menjamin setiap warga negara, tanpa memandang agama, mendapatkan hak yang sama dalam beribadah. Langkah ini menjadi penegasan bahwa simbol-simbol keagamaan milik agama minoritas tidak seharusnya menjadi ancaman bagi mayoritas.

Lampion dalam tradisi Imlek memiliki makna budaya dan spiritual yang mendalam, yaitu melambangkan harapan, keberuntungan, dan pencerahan. Pemasangan lampion di Kantor Kemenag Kota Banjar tidak dimaksudkan untuk menggeser nilai-nilai Islam, tetapi untuk merayakan keberagaman budaya sebagai aset bangsa. Tindakan ini sejalan dengan semangat Pancasila sebagai dasar negara yang menempatkan "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai pondasi utama untuk menghormati semua agama.

Sebaliknya, menolak simbol-simbol agama lain hanya karena perbedaan keyakinan mencerminkan ketidakmatangan iman. Apakah keyakinan kita sedemikian rapuh sehingga sebuah lampion mampu mengganggu keimanan kita? Dalam banyak tradisi Islam, ulama besar seperti Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun menegaskan bahwa keimanan yang kuat tidak akan tergoyahkan oleh kehadiran simbol agama lain, karena inti dari keimanan adalah hati yang penuh dengan keyakinan, bukan pengaruh eksternal.

Polemik pemasangan ornamen Imlek di Kota Banjar menjadi cerminan betapa kita masih perlu belajar memahami arti toleransi yang sesungguhnya. Sebagai bangsa yang hidup dalam keberagaman, kita seharusnya menjadikan perbedaan sebagai kekayaan, bukan ancaman. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa menyakiti seorang non-Muslim yang berada dalam perjanjian damai, maka ia telah menyakitiku." (HR Abu Dawud). Sabda ini mengingatkan kita bahwa menghormati agama lain adalah bagian dari akhlak mulia.

Menghormati simbol keagamaan lain juga selaras dengan prinsip keadilan. Ketika umat Islam menuntut kebebasan menjalankan ibadah di negara-negara minoritas Muslim, kita pun seharusnya memberikan ruang yang sama kepada umat agama lain di negara kita. Prinsip ini menjadi bagian dari upaya menjaga harmoni sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

Kemenag Kota Banjar telah menunjukkan langkah berani dan progresif dalam menguatkan moderasi beragama. Namun, tugas ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Setiap individu, tokoh masyarakat, dan pemuka agama juga harus berkontribusi dalam menciptakan suasana toleransi yang inklusif. Kita tidak boleh membiarkan kelompok-kelompok intoleran merongrong nilai-nilai kebhinekaan yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun