Mohon tunggu...
Risal Gantizar Gifari
Risal Gantizar Gifari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Administrasi Pendidikan - Teknisi Hardware Komputer & Operator Data - Pelaksana Manajemen Pendidikan

Saya adalah seorang Dosen sekaligus Pegawai Honorer, maklum istilah orang Sunda itu saya 'berbakat' alias 'bakat ku butuh' (saking butuhnya) untuk menyambung hidup, jadi saya mengambil dua pekerjaan sekaligus, hehe... Saya senang membaca dan menulis, juga hobi main game dan kadang LIVE game balap Rally di TikTok, nama akunnya @tag.yaz (Uncle_Boomer~80s😎)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasional Sosialisme dan Pancasila: Perpaduan Ideologi yang Menyelamatkan Esensi Bangsa

11 Januari 2025   02:58 Diperbarui: 11 Januari 2025   02:58 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika kita berbicara tentang ideologi, kita berbicara tentang nilai-nilai yang menjadi panduan, arah, dan tujuan sebuah bangsa. Di Indonesia, Pancasila berdiri sebagai fondasi kokoh yang mengarahkan perjalanan kita sebagai sebuah negara. Ia bukan hanya sekadar dokumen sejarah, melainkan penjabaran nilai-nilai luhur yang mengakar pada budaya dan jiwa bangsa. Namun, realita yang ada sering kali membuat kita bertanya-tanya: apakah Pancasila benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya? Ataukah ia justru tergerus oleh derasnya arus kapitalisme global?

Kapitalisme, dengan segala daya tariknya, telah menjadi salah satu ideologi paling dominan di dunia. Namun, di balik janji kemakmuran dan kemajuan, ia menyisakan kesenjangan yang semakin melebar, ketidakadilan yang semakin nyata, dan kehancuran lingkungan yang tak terhindarkan. Bagi Indonesia, dampak kapitalisme terasa begitu mendalam. Sumber daya alam kita yang melimpah kerap menjadi sasaran eksploitasi korporasi asing, sementara rakyat kecil hanya bisa menonton dari pinggir lapangan. Dalam kondisi ini, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," seperti kehilangan daya.

Namun, apakah ini berarti Pancasila telah gagal? Tentu tidak. Yang gagal adalah sistem yang kita pilih untuk menjalankan Pancasila. Kapitalisme tidak pernah dirancang untuk menciptakan keadilan; ia hanya dirancang untuk memaksimalkan keuntungan. Dan ketika keuntungan menjadi satu-satunya tujuan, rakyat kecil, lingkungan, bahkan kedaulatan bangsa, akan selalu menjadi korban.

Di sinilah nasional sosialisme menawarkan sebuah alternatif. Bukan sebagai pengganti Pancasila, melainkan sebagai pelengkap yang memperkuat implementasinya. Nasional sosialisme adalah tentang menempatkan bangsa di atas segalanya, memastikan bahwa setiap kebijakan, setiap langkah, diambil demi kepentingan rakyat, bukan segelintir elit. Esensi ini sejalan dengan cita-cita Pancasila yang menempatkan kesejahteraan bersama sebagai tujuan akhir.

Nasional sosialisme juga menawarkan kontrol negara yang lebih besar atas sumber daya strategis, memastikan bahwa kekayaan bangsa benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat. Ini bukan tentang menghapus pasar atau menolak inovasi, tetapi tentang menciptakan keseimbangan yang adil. Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu memberi sebagian harta kepada orang-orang yang lemah akal, yang di bawah perwalianmu, yang Allah jadikan untukmu sebagai penopang kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisa: 5).

Ayat ini menegaskan pentingnya pengelolaan harta yang bijak, adil, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Dalam kapitalisme, pengelolaan harta sering kali hanya menguntungkan segelintir orang. Nasional sosialisme hadir untuk memastikan bahwa kekayaan bangsa benar-benar menjadi berkah bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan juga ajaran agama.

Lalu, bagaimana dengan kebebasan individu? Bukankah nasional sosialisme sering dianggap membatasi kebebasan? Pertanyaan ini sering muncul dari kesalahpahaman terhadap esensi ideologi ini. Nasional sosialisme tidak menolak kebebasan; ia hanya memastikan bahwa kebebasan individu tidak merugikan kepentingan kolektif. Dalam konteks Indonesia, ini berarti memastikan bahwa setiap individu memiliki ruang untuk berkembang, tetapi tetap dalam koridor nilai-nilai Pancasila.

Dalam nasional sosialisme, kebebasan individu bukanlah tentang keserakahan atau kompetisi tanpa batas, melainkan tentang bagaimana setiap orang dapat berkontribusi untuk kebaikan bersama. Nilai ini sangat sejalan dengan falsafah gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Gotong royong bukan sekadar konsep, tetapi warisan budaya yang telah terbukti menjadi kekuatan di masa-masa sulit. Ketika kapitalisme merayakan individualisme, nasional sosialisme menghidupkan kembali semangat gotong royong, menjadikannya landasan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan adil.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, nilai-nilai ini sering kali dihidupkan oleh para pahlawan. KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari kewajiban agama. Beliau berkata, "Barang siapa yang berjuang untuk tanah airnya, maka dia juga berjuang untuk agamanya." Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa kecintaan pada tanah air adalah bagian dari iman. Dalam konteks ideologi, nasional sosialisme tidak hanya mempertahankan tanah air secara fisik, tetapi juga secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Kapitalisme, di sisi lain, sering kali melemahkan semangat ini. Dengan menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, ia mengorbankan solidaritas dan rasa memiliki yang menjadi inti dari kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, nasional sosialisme membangun sistem yang menjadikan persatuan dan keadilan sebagai prioritas. Dalam visi ini, tidak ada tempat bagi eksploitasi atau ketimpangan ekstrem yang merusak tatanan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun