Bullying menjadi salah satu hal yang marak di kalangan remaja saat ini, terutama di kalangan pelajar. Olweus merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan konsep bullying, dimana bullying diartikan sebagai suatu perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dengan tujuan membuat individu merasa kesusahan.
Kasus bullying terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa 61,7% bullying tejadi di lingkungan sekolah dan sekitar 40% siswa pernah menjadi korban bullying.
Remaja dengan status mental beresiko gangguan psikosis mendapat perilaku bully yang berbeda-beda, diantaranya yaitu kontak fisik langsung berupa dipukul, ditendang menggunakan bola, bahkan didorong hingga terjatuh. Kontak verbal langsung berupa ejekan (“item”, “gendut”, “kurus”, “jelek”) atau di usir saat berkumpul dengan teman-temannya.
Perilaku non verbal langsung berupa memandang sinis dari kejauhan. Perilaku non verbal tidak langsung berupa pengadudombaan, pengucilan, atau menggosipkan korban bully. Pelecehan seksual berupa meraba bagian tubuh korban bully, mengejek atau[un merendahkan secara fisik bagian seksual korban bullying.
Beberapa dampak yang diakibatkan dari bullying diantaranya siswa/siswi tidak masuk sekolah atau bahkan keluar dari sekolah, sering menyendiri, proses akademiknya akan terganggu karena kesulitan berkonsentrasi, memiliki masalah dalam menjalin hubungan sosial, kurang memiliki teman akrab, dan tentunya akan menurunkan kepercayaan dirinya.
Upaya mencegah ataupun mengatasi bullying perlu dilakukan intervensi pada pihak pelaku terlebih dahulu. Pelaku bullying cenderung bekerja sama dengan orang lain atau melibatkan lebih dari 1 orang untuk membully korban.
Bullying perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus karena dapat berdampak pada kesehatan mental korban maupun pelaku. Gejala psikosis lebih banyak timbul pada remaja yang melakukan bullying dibandingkan dengan korban bullying.
Pelaku bullying akan mengalami gejala psikosis 10x lebih besar daripada korban bullying. Perlu diketahui bahwa sebagian besar pelaku bullying merupakan korban bullying di masa lalu, sehingga dia memiliki pengalaman bullying yang kemudian mendorong dirinya untuk menjadi pelaku bullying. Maka dari itu, sangat penting bagi kita untuk menjauhi perilaku bullying serta menasehati remaja-remaja disekitar kita agar dapat menghindari perilaku bullying.
Sumber :
Faizah, F. Amna, Z 2017. Bullying dan Kesehatan Mental pada Remaja Sekolah Menengah Atas di Banda Aceh. Gender Equality : International Journal of Child and Gender Studies. Vol.3. No.1.
Abdillah, AA. Ambarini, TK 2018. Gambaran Pengamalan Bully pada Remaja dengan Status Mental Beresiko Gangguan Psikosis. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Vol.7, pp 37-49.
Dosen : Dr. Ira Alia Maerani, S.H, M.H (Dosen Mata Kuliah Kewarganegaraan Prodi Kebidanan Universitas Islam Sultan Agung)
Risa Febriyani (Mahasiswi Sarjana Kebidanan Universitas Islam Sultan Agung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H