Mohon tunggu...
Ris Tan
Ris Tan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Alumni Farmasi Universitas Indonesia dan Seoul National University.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kasus Novartis: Evergreening dan Monopoli Raksasa Farmasi

31 Mei 2013   09:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:45 2212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://4.bp.blogspot.com/_a2Ac_i7cQNk/S5DivV04wlI/AAAAAAAASCM/szpu3GeoMVo/s320/1.jpg

[caption id="attachment_264660" align="aligncenter" width="400" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Hal yang paling mengerikan adalah tidak ada obat untuk anggota keluarga Anda yang sakit. Lebih mengerikan lagi bila obat tersedia, tetapi tidak bisa Anda dapatkan karena terlalu mahal. Ya, itulah fakta dunia yang terjadi pada milyaran orang miskin dunia. Evergreening Di negara maju, setelah suatu obat 'baru' ditemukan, perusahaan akan mendapatkan paten obat katakanlah sekitar 20 tahun. Dalam periode ini, perusahaan farmasi tersebut adalah satu-satunya yang memproduksi dan oleh karenanya mengontrol harga. Paten untuk suatu inovasi baru jelas akan mendukung riset dan teknologi. Masalahnya, perusahaan farmasi kini mempraktikkan, yang secara hukum di banyak negara legal, suatu metode untuk memperpanjang monopoli mereka, metode yang disebut Evergreening. Apa itu evergreening? Perhatikan gambar di bawah dan Anda akan mengerti. [caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="http://pbmo.files.wordpress.com/2012/10/evergreening.png?w=300&h=320"]

[/caption] Evergreening suatu obat adalah memodifikasi bentuk kimia, bentuk sediaan, dan modifikasi-modifikasi minor lain yang tidak meningkatkan secara signifikan efektifitas obat baru dibandingkan obat induknya. Dengan metode ini, perusahaan farmasi dapat mempertahankan monopolinya atas suatu obat. Apa implikasi dari evergreening? Dengan diberikan perpanjangan paten terus-menerus, OBAT GENERIK YANG TERJANGKAU akan semakin tertunda aksesnya. Kasus Novartis Sekitar 2 bulan lalu pada 1 April 2013, Mahkamah Agung India memenangkan India vs Novartis atas kasus paten Gleevec (Imatinib). Kasus yang dimulai sejak tahun 1997 dan mencakup lobi tingkat tinggi selama 7 tahun terakhir ini menjadi kasus yang unik karena dampaknya yang besar bagi akses obat bagi orang-orang miskin dunia. [caption id="" align="aligncenter" width="181" caption="http://www.onclive.com/media/image/db9afa560307b3cc39d5a3b8cf35bc72.jpg"]
http://www.onclive.com/media/image/db9afa560307b3cc39d5a3b8cf35bc72.jpg
http://www.onclive.com/media/image/db9afa560307b3cc39d5a3b8cf35bc72.jpg
[/caption] MA India menyatakan bahwa Gleevec hanyalah modifikasi minor (kristal beta imatinib mesilat) dari obat yang ada sebelumnya (imatinib freebase, yang sudah habis masa patennya) sehingga tidak dapat diberikan hak paten. Bukti dari Novartis bahwa Gleevec larut dan diabsorpsi 30% lebih baik tidak mampu meyakinkan MA bahwa peningkatan tersebut berdampak signifikan terhadap efikasi obat (efikasi: efek obat terhadap tubuh). Kini, Gleevec, suatu obat leukemia yang sangat efektif dapat diakses dengan harga 20 kali lebih murah oleh orang-orang yang membutuhkan di India. Pelajaran Novartis Novartis (dan sebenarnya perusahaan farmasi lain) mengklaim bahwa riset obat baru membutuhkan biaya yang sangat besar dan hanya melalui paten-lah biaya tersebut dapat dikembalikan. Tetapi bos GSK melalui Reuters menyatakan $1 billion price tag was "one of the great myths of the industry". Ini memberikan sedikit clue bahwa memang riset obat sangat mahal, tetapi mungkin tidak semahal yang sering digembor-gemborkan perusahaan farmasi. Selama ini, Novartis melalui program donasinya memberikan akses gratis Gleevec kepada 95% pasien di India. Tetapi hal ini kemudian menjadi argumen dari aktivis bahwa dengan diskon sampai 95% pun yang senilai dengan US$ 1,7 miliar, Novartis masih dapat membukukan pendapatan dari 5% sisa pasien yang harus membayar (sebagian lewat asuransi, diskon pemerintah, atau generous co-payment seperti yang dikatakan spokeperson Novartis) sebesar US$89,5 juta (WOW... koprol dulu) Jadi sekarang, sedikit lebih paham kan mengapa monopoli suatu obat itu diupayakan mati-matian oleh lobi-lobi kelas dewa di Washington sana? Implikasi untuk Indonesia? Ini memang kasus yang terjadi di India dan mungkin kantor-kantor mewah di AS atau Eropa sana. Tetapi menjadi berimplikasi global, termasuk Indonesia, karena kita adalah: 1. Negara berkembang dengan hukum paten yang lemah; 2. Negara dengan penduduk nomor 4 dunia, middle class booming dalam waktu dekat; 3. Akses obat untuk masyarakat kita masih menjadi persoalan besar, semoga besok-besok tidak bertambah berat (jadi ingat tabiat anggota hewan dewan kita di senayan sana... hopeless) [caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="http://4.bp.blogspot.com/_a2Ac_i7cQNk/S5DivV04wlI/AAAAAAAASCM/szpu3GeoMVo/s320/1.jpg"]
http://4.bp.blogspot.com/_a2Ac_i7cQNk/S5DivV04wlI/AAAAAAAASCM/szpu3GeoMVo/s320/1.jpg
http://4.bp.blogspot.com/_a2Ac_i7cQNk/S5DivV04wlI/AAAAAAAASCM/szpu3GeoMVo/s320/1.jpg
[/caption] Keputusan MA India tersebut adalah sebuah keputusan sejarah yang saya berharap dipelajari dengan baik oleh para calon pengacara/jaksa/hakim kita di masa mendatang, karena setelah India, Indonesia adalah the next player market untuk korporasi-korporasi farmasi dunia. Sumber http://www.reuters.com/article/2013/03/14/us-glaxosmithkline-prices-idUSBRE92D0RM20130314 http://www.forbes.com/sites/johnlamattina/2013/04/08/indias-solution-to-drug-costs-ignore-patents-and-control-prices-except-for-home-grown-drugs/ http://www.pmlive.com/pharma_news/novartis_says_indian_glivec_verdict_discourages_innovation_469707 http://www.nytimes.com/2013/04/05/opinion/the-supreme-court-in-india-clarifies-law-in-novartis-decision.html?_r=1& http://www.novartis.com/newsroom/product-related-info-center/glivec.shtml

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun