Mohon tunggu...
Risky Wulandari
Risky Wulandari Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unhas angkatan 2011 juga sebagai Reporter PK.identitas Unhas .. Mahasiswa yang (semoga) senantiasa haus dengan kajian tentang media, jurnalisme dan komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Colour Run, Dine Out, dan Budaya Massa

21 Mei 2014   14:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:17 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terdengar samar-samar getaran ponsel milikku dari atas ranjang. Membaca isipesan dari kerabat lama, senyum sumringah memekar dari bibirku. Dia mengajak untuk reunian bersama sembari berolahraga dalam acara Makassar Party Run yang diadakan di Lapangan Karebosi, Minggu (18/5). Dengan senang hati saya mengiyakan ajakan itu.

Menerima tawaran itu sudah barang tentu hal yang positif. Menghirup udara pagi yang segar, berolahraga bersama, sembari menjalin silaturahmi dengan teman-teman SMA. Keesokan harinya, kurang lebih seribu orang memadati sebagian ruang di Lapangan Karebosi. Meski terbilang baru, konsep acara seperti ini sudah beberapa kali diselenggarakan dan baru kali itu saya terlibat sebagai peserta. Biasanya saya hanya meng-update informasi tersebut melalui media sosial.

Kegiatan itu diawali dengan lari bersama mengintari Lapangan Karebosi dengan garis start dan finish tepat didepan Gerbang Lapangan. Sepanjang jalan dibeberapa titik, panitia melempar bubuk warna-warni disekujur tubuh peserta. Kegiatan yang diadaptasi dari Negeri Bollywood ini sudah menjadi tren di kalangan muda-mudi saat ini, atau yang sering disebut dengan colour run.

Keunikan itu terus diabadikan peserta melalui kamera ponselnya yang umumnya dilengkapi dengan Tongsis (Tongkat Narsis)dan Tomsis (Tombol Narsis) ataupun melalui kamera digital. Melengkapi kenarsisan itu, sosial media menjadi sasaran pas untuk mengunggah foto. Tak heran, kegiatan ini menjadi booming dikalangan anak muda.

Bahkan untuk kedua kalinya, perusahaan telekomunikasi berskala nasional akan menyelenggarakan konsep pemasaran produknya melalui kegiatan serupa. Rencanya kegiatan ini akan berlangsung juni mendatang di Kampus Unhas. Peserta diwajibkan untuk merogoh koceknya hingga 50 ribu rupiah sebagai biaya pendaftaran. Jumlah uang yang cukup tinggi bagi mereka yang seringkali bebas tanpa pungutan biaya apapun, tuk berolahraga rutin mengintari sekeliling kampus Unhas yang rindang dengan bersepeda santai ataupun berlari bersama.

Colour Run sudah menjadi budaya massa dikalangan muda-mudi saat ini. Budaya yang populer dikalangan masyarakat moderen atau yang sering disebut dengan pop culture. Budaya yang senantiasa hadir ditengah pasar massal dan menjadi stereotip yang kurang baik dari para kritikus.

Bukan tanpa sebab, jika menelisik dari konsep budaya massa dengan kegiatan colour run ada keterkaitan diantara keduanya. Secara sederhana, budaya massa adalah budaya populer yang dihasilkan melalui teknik-teknik industrial produksi massa dan dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan bagi para elit penguasa. elit yang dimaksud dalam konsep acara tersebut, adalah penyelenggara acara yang notabenenya pengusaha yang meraup keutungan sebesar-besarnya.

Teknik industrial produksi massa dapat dikaitkan dengan pengemasan olahraga lari yang mulai jauh dari makna yang sebenarnya. Peserta umumnya hanya berjalan-jalan kecil, berfoto bersama dan menginteraksikannya melalui media sosial. Maka dengan itu muncul eksistensi hingga pada peningkatan strata sosial.

Hal lainnya yang dapat ditelisik adalah kesenangan masyarakat saat ini yang mulai aktif mencicipi masakan diluar atau dine-out. Fenomena ini lahir dan terus berkembang, lagi-lagi berkat bantuan media sosial yang menjadi media interaksi masyarakat homogen. Pengusaha makanan cepat saji, hingga restauran menengah atas terus menjamur. Mereka bersaing dengan menghadirkan olahan-olahan masakan yang baru, agar dapat terus meraup keuntungan.

Masyarakat Indonesia umumnya sangat sulit tuk membentengi diri dengan bersikap cerdas dalam mengikuti setiap tren yang ada. Olehnya, ini menjadi peluang bagi para penguasa unuk mengembangkan tren serupa. Kaum kapitalis sangat mampu untuk menciptakan kondisi ketergantungan antara barang produksi dan budaya. Terlebih dengan terpaan konten media, masyarakat semakin sulit tuk melepaskan diri. Tema dan cara bicara masyarakat sehari-hari ditentukan oleh media.

Ketika bangun pagi kita menonton televisi, dijalan raya ada koran yang tergenggam di tangan dengan ruang-ruang iklan yang memenuhi pandangan. Belum lagi baliho, spanduk atau apapun namanya yang terpampang jelas di sepanjang jalan raya. Malam hari, waktu untuk mengerjakan tugas diselingi dengan mengakses internet ataupun medengarkan radio. Menggambarkan bahwa negosiasi dan dialektika kebudayaan berlangsung setiap hari.

Seyogyanya, sebagai budaya massa dalam masyarakat moderen saat ini hal yang patut tuk diketahui adalah budaya dine-out, colour run dan berbagai macam lainnya merupakan bagian dari kehendak kapital atupun elit penguasa yang mampu mengatur gagasan dan perasaan masyarakat moderen demi kepentingan penguasa itu sendiri.

Identitas bangsa itu sendiri terus runtuh, mengingat bahwa apa yang menjadi tren saat ini tidaklah lahir dan menjadi tren dari masyarakat itu sendiri. Sebab, budaya populer tersebut lahir dan bertahan karena kehendak para penguasa dengan ideologi kapitalisme (baik para pemilik media, maupun pengusaha barang komoditi). Bukan, budaya rakyat yang muncul karena kehendak rakyat dengan tradisinya, atau kehendak bangsa dengan ideologi kerakyatannya.

Meski ini bukanlah barang baru ditelinga masyarakat, namun realitanya masyarakat tak mampu membentungi diri dari keadaan tersebut. Meski tak dapat dielakkan, namun jika masyarakat dapat lebih bersikap kritis dan cerdas, maka rakyat dengan ideologi kerakyatannya diharapkan dapat menciptakan kebudayaannya sendiri yang lebih berazaskan pada identitas bangsa. Inilah yang diharapkan pada generasi muda yang cerdas.

Risky Wulandari

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun