Mohon tunggu...
Happy Riru
Happy Riru Mohon Tunggu... Administrasi - Kumpulan tulisan

Pengen nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bercanda....

11 Oktober 2019   09:51 Diperbarui: 11 Oktober 2019   10:21 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aw.. " teriakku saat tubuhku bertabrakan dengan Rani.

"Aduuh .. kirain tronton yang nabrak ..." kata Rani. Seketika suara tertawa begitu ramai menelusuk ke telingaku.

Sesaat terjadi pergumulan antara jantungku dan hatiku, menanyakan siapa yang sakit ?

"Kenapa rasanya sakit ya ..." bisikku sambil memegang dadaku.

"Udah Sin.. dia cuma bercanda .." kata Anto.

"Itu bukan bercanda nto, aku bisa bedain mana yang bercanda dan mana yang bukan, memang itu pantas buat dibecandain ?" kataku meluapkan emosiku.

"Aku heran, kenapa dia seperti itu ?, seingatku aku ga pernah bercanda yang menyakiti orang lain" tambahku dan seketika saja pertahananku jebol, yang akhirnya air mata menggenangi pipiku.

"Udah donk Sin.. jangan nangis.. " kata Anto

"Tubuhnya memang seperti gitar tapi jangan bilang aku tronton donk.. lebay tau" isakku.

Aku mengalihkan air mataku dengan fokus pada pekerjaan yang ada dihadapanku. Anto terus berusaha membuat aku untuk tidak menangis.

"Aku memang sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti itu, aku juga sudah terbiasa menangis karena dia, tapi ini bener-bener sakit..." kataku sambil mengusap air mataku.

Tapi yang lebih menyakitkan, tak ada satu kata maafpun dari bibirnya untukku.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Keesokan harinya di rapat Direksi.

"Ran .. kenapa kamu ga makan ?" tanya Bosnya

"Oh enggak Pak... masih kenyang ?" jawab Rani

"Jangan-jangan kamu diet ya ... badan kamu kan udah seperti papan penggilasan, pake diet segala" kata Bosnya dengan entengnya. Suara tawapun seketika meluap.

Rani hanya diam, tersenyum pahit, dia merasakan kalau udara di wajahnya begitu panas.

Ingin rasanya dia menjauh dari kumpulan tawa itu, tapi tak bisa.

Seusai rapat, dengan penuh amarah Rani memukul meja Wanda.

"aduuh .. Ran kaget tau .. kenapa sih ?" tanya Wanda

Rani hanya diam menahan amarahnya. 

"Tadi didepan teman-temannya, si Bos bilang kalau si Rani seperti papan penggilasan," celetuk Anto.

Ranipun menarik napas panjang.

"Yaa.. mungkin bos bercanda Ran" kata Wanda

"Bercanda... itu sih bukan bercanda" kata Rani emosi

"Loh .. kemarin kamu juga bercanda sama Sinta" timpal Anto

"Aku ga bercanda.. memang itu kenyataan kan .." jawab Rani

"Eh Ran.. memang kamu ga tau bentuk tronton itu gimana ?" tanya Wanda sedikit emosi

"Maksudnya apa sih Ran, kok kamu ngomong gitu ?" tanya Anto dengan emosi

"Sinta itu kan sahabat kamu Ran, kenapa kamu seperti itu ?" tanya Wanda

"Memang kenapa kalau sahabat ?, aku ga boleh ngomong yang sebenarnya ?" jawab Rani dengan entengnya.

Wanda dan Anto menghela napas panjang.

"Kamu boleh kok ngomong apapun yang sebenarnya, itu berarti kamu jujur" ucapku tiba-tiba.

Wanda, Anto dan Rani pun tercengang...

"Sin...ta ..." ucap Rani terbata-bata

"Ran... kamu ngomong aja, mumpung aku ada disini, dihadapan kamu bukan disamping kamu" kataku dengan lembut.

Rani terlihat ragu, tapi akhirnya ..

"Aku kesal sama kamu !. Aku akui kalau aku terlalu melebih-lebihkan dengan menyebut kamu tronton didepan teman-teman, itu aku lakukan supaya kamu terlihat jelek dihadapan mereka, supaya mereka melihat kekurangan kamu, supaya mereka berpikir kalau aku lebih baik dari kamu" ucap Rani dengan berapi-api.

"Aku merasa kalau aku lebih baik dari kamu, tapi kenapa semua orang hanya memandang kamu. Aku benci kamu yang bisa dapat perhatian tanpa usaha apapun" ujar Rani penuh dengan emosi.

"Jadi ... kata-kata kamu kemarin itu bukan bercanda ?" tanyaku dengan menahan perih

"Bukan .. itu bukan bercanda" jawab Rani ketus

"Terima kasih Ran, kamu sudah jujur, aku jadi lebih mengerti kamu. Lain kali, kalau kamu mau jujur, kamu lihat sekeliling kamu, kamu tanya hati kamu, karena jujur tidak harus menyakiti" ucapku dengan mata berkaca-kaca.   

Suasanapun  menjadi hening, semua terpaku dan terdiam.

Bercanda ... ?, ternyata bukan.

Itu cuma selimut ... yaa selimut yang menutupi kejujuran atau keinginan seseorang untuk diakui.

Tapi sayangnya, selimut itu kasar dan kotor sehingga menyakiti orang yang menyentuh dan mencium debunya.

Aku salah ... karena aku tidak memahami dia. Ternyata aku belum mengenal dia. Aku sudah membuat dia menyakiti dirinya.

Aku merasa .. aku tidak pernah menyakiti siapapun, tapi ternyata sahabatku merasa tersakiti olehku. Tidak ada niat di hatiku untuk menyakiti siapapun.

Ini memang bukan bercanda, tapi kenapa mereka tertawa ?

Apa yang mereka tertawakan ?

Apa ada yang lucu ?

Terkadang mereka tidak memikirkan perasaan orang lain. Mereka ga peduli apakah orang itu sakit hati atau tidak atas apa yang mereka lakukan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun