Hukum bukan hanya berfungsi sebagai alat kontrol sosial untuk menjaga ketertiban dan stabilitas, tetapi juga sebagai instrumen rekayasa sosial yang aktif membentuk serta mengubah masyarakat. Konsep hukum sebagai rekayasa sosial menekankan potensi hukum dalam merancang kebijakan publik yang dapat mendorong perubahan sosial positif. Namun, efektivitas hukum sangat bergantung pada dua faktor utama, yakni dukungan masyarakat dan penegakan hukum yang adil serta konsisten. Tanpa dukungan masyarakat, hukum akan sulit berjalan sesuai tujuan, dan tanpa penegakan yang adil, hukum kehilangan otoritas dan kepercayaan publik. Tantangan dalam penegakan hukum pun tidak sedikit; sering kali muncul kendala seperti pengaruh politik, kolusi, dan kompleksitas kebutuhan masyarakat yang terus berkembang. Faktor-faktor ini bisa menghambat implementasi hukum yang ideal dan menjadikan hukum cenderung berat sebelah atau tidak efektif dalam mengatasi permasalahan sosial.
   Selain itu, agar dapat berfungsi optimal, hukum yang baik perlu relevan dengan nilai-nilai sosial dan realitas masyarakat yang diaturnya. Hukum tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial yang melingkupinya, dan karenanya harus disusun sesuai dengan norma dan kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang. Di sinilah sosiologi hukum memainkan peran penting, yaitu dengan menganalisis hubungan antara hukum dan masyarakat, serta mengevaluasi seberapa efektif hukum berfungsi sebagai alat kontrol sosial maupun sebagai alat perubahan sosial. Melalui pendekatan sosiologi hukum, kita dapat memahami bahwa hukum merupakan instrumen yang dinamis dan kompleks. Dengan demikian, peran hukum tidak hanya terbatas pada pengaturan perilaku, melainkan juga membentuk tatanan sosial yang lebih baik. Keseluruhan pemahaman ini menunjukkan bahwa hukum memiliki dimensi ganda-menjaga status quo sekaligus membuka jalan bagi transformasi sosial yang positif.
Peran Hukum sebagai Social Control
   Hukum memiliki peran penting sebagai pengendali sosial (social control) dalam masyarakat, yaitu menjaga ketertiban dan mencegah tindakan yang merugikan individu atau kelompok. Sebagai instrumen kontrol sosial, hukum menetapkan norma-norma yang diakui secara luas dan memiliki kekuatan mengikat sehingga setiap anggota masyarakat wajib mematuhinya. Hukum bertindak sebagai pemandu dalam menentukan perilaku yang dianggap benar atau salah, yang pada akhirnya menciptakan harmoni dan stabilitas sosial. Ketika norma atau aturan yang ada dilanggar, sanksi diberikan sebagai bentuk pengingat dan konsekuensi dari pelanggaran yang dilakukan, dengan harapan mencegah pelanggaran serupa di masa depan. Ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada masyarakat, tetapi juga memberikan rasa keadilan.
   Dalam konteks ini, hukum bertindak sebagai pengendali perilaku yang memberikan batasan agar setiap individu tidak bertindak semena-mena dan tetap mematuhi norma serta aturan yang berlaku. Hukum juga mengakomodasi perubahan sosial dengan beradaptasi sesuai kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Misalnya, hukum terkait teknologi informasi terus diperbarui untuk menanggapi munculnya ancaman kejahatan siber. Hal ini menunjukkan bahwa hukum tidak hanya bersifat statis tetapi juga dinamis, menyesuaikan dengan kemajuan zaman dan kompleksitas permasalahan yang ada.
   Namun, efektivitas hukum sebagai kontrol sosial juga bergantung pada kesadaran dan kepatuhan masyarakat. Jika masyarakat memandang hukum sebagai sesuatu yang adil dan sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, maka mereka akan lebih cenderung mematuhinya secara sukarela, dan ini mengurangi potensi konflik dalam masyarakat. Oleh karena itu, peran hukum sebagai social control sangat krusial dalam membangun masyarakat yang tertib dan adil, serta menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan umum.
Contoh hukum dan social control dalam masyarakat
   Hukum dan kontrol sosial adalah dua hal yang saling berkaitan dalam menjaga ketertiban dan harmoni dalam suatu masyarakat. Hukum merupakan seperangkat aturan formal yang dibuat oleh negara untuk mengatur perilaku warga negaranya. Contohnya adalah Undang-Undang Lalu Lintas yang mengatur bagaimana kita harus berkendara di jalan raya. Kontrol sosial adalah mekanisme yang lebih luas, mencakup berbagai cara untuk menjaga perilaku individu agar sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Contoh kontrol sosial adalah tekanan dari keluarga, teman, atau masyarakat terhadap seseorang yang melanggar norma sosial.
   Contoh konkretnya: Jika seseorang melanggar Undang-Undang Lalu Lintas dengan mengemudi dalam keadaan mabuk, maka ia akan dikenai sanksi hukum seperti pencabutan SIM atau denda. Ini adalah contoh penerapan hukum sebagai kontrol sosial. Namun, selain sanksi hukum, orang tersebut juga akan mendapatkan tekanan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat yang menganggap tindakannya tersebut tidak bertanggung jawab. Tekanan sosial ini merupakan contoh kontrol sosial yang bersifat informal. Dengan demikian, baik hukum maupun kontrol sosial memiliki peran penting dalam menjaga ketertiban dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kehidupan bersama.
Peran mashasiswa dalam memberikan control dalam kehidupan dan memerankan hukum sebagai control social