Mohon tunggu...
Nurmarinda Dewi Hartono
Nurmarinda Dewi Hartono Mohon Tunggu... Freelancer - Ririn Marinda

Pendiam di dunia nyata, Menghanyutkan dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Duta Baca Dompu: Sepercik Pelita yang Dirindukan Anak Pelosok

12 Oktober 2019   18:37 Diperbarui: 12 Oktober 2019   19:06 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Ada yang berteriak, "kak, saya mau buku cerita!",  "saya mau baca komik kak!", "kak mau yang ada gambarnya". Itulah request yang mereka sampaikan kepada kami. Seusai memilih buku merekapun duduk dengan rapi di lapangan sambil menikmati buku bacaannya masing-masing. Pemandangan ini begitu mengharukan.

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Tidak hanya ingin membaca buku, mereka meminta kami untuk diajarkan menulis dan membaca. Ada juga yang meminta untuk dibacakan buku dongeng. "kalau diajarin bu guru kami tidak paham.", sahut seorang anak dengan lugunya. Kami benar-benar tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata. Kami merasa sangat berguna mendengar keluh kesah mereka yang sangat ingin belajar namun tidak menemukan lingkungan pendidikan yang mendukung. 

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Kami memang dipersiapkan untuk menghadapi situasi seperti itu -menjadi guru dadakan. Hanya bermodal inisiatif dan alat seadanya kami berupaya menghilangkan kehausan mereka terhadap ilmu. Disana kami justru ikut belajar dari mereka, belajar untuk memahami semangat mereka dan belajar menjelmakan diri menjadi sosok guru yang menyenangkan dan mudah dipahami. 

Saya rasa bahwa metode pembelajaran seperti ini adalah yang paling efektif karena anak belajar didasari oleh minat dan rasa ingin tahunya. Minat belajar anak muncul ketika melihat sosok yang fresh dan menarik perhatian. Apakah ini berarti penampilan 'guru' di kelas adalah momok bagi mereka ? namun faktanya begitulah  yang mereka sampaikan. 

Hingga di akhir kegiatan anak-anak tidak kunjung bosan. Namun, waktu kami terbatas untuk bisa menemani mereka hingga tibalah episode yang paling menyedihkan, pulang. Rasanya tidak tega untuk berkata sampai disini dulu. Melihat mereka melambaikan tangan sambil mengiringi mobil kami yang hendak keluar dari desa menambah kerinduan kami untuk segera datang lagi. Kami pun yakin, sejak hari itu mereka menantikan kami yang entah kapan akan datang lagi. 

Harus diakui bahwa kami adalah Duta Baca pertama dan terakhir di Dompu sejauh ini. Karena kami hanya berjalan selama setengah tahun disebabkan  berbagai hal yang menghambat. Namun, seperti yang saya utarakan sebelumnya bahwa sejengkal melangkah lebih baik  daripada tidak pernah melangkah sama sekali. Saya dan kawan-kawan sangat berharap jika Perpusda kembali mengadakan pemilihan Duta Baca untuk melanjutkan perpustakaan keliling di pelosok desa. Anak-anak sangat membutuhkan sosok yang dapat mereka 'percaya' sebagai kakak sekaligus guru bagi mereka. Mereka membutuhkan tangan-tangan yang ikhlas tanpa mengharap imbalan gaji. Mereka butuh sosok-sosok ceria yang dapat bermain dengan mereka, bukan pencipta  ketegangan di ruang kelas.

Hadirnya duta baca tidak hanya membangkitkan semangat membaca dan menulis, tetapi jauh lebih besar daripada itu. Mereka menjadi agen perubahan pendidikan. Mereka membantu keterbatasan pendidikan. Mereka sebagai secercah pelita bagi anak-anak di pelosok negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun