Senin pagi, tepatnya tanggal 29 Oktober, kita digegerkan dengan kabar duka kejadian kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610 jurusan Jakarta-Pangkalpinang yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat dengan manifest penumpang sejumlah 189 setelah 13 menit meninggalkan landas pada pukul 06.20 WIB menuju Pangkal Pinang.
Menurut pantauan BMKG, kondisi cuaca tidak terlalu signifikan di lokasi kejadian dan  aman untuk penerbangan. Banyak pertanyaan yang muncul ke permukaan, lantas apa penyebab jatuhnya lion air JT 610?
Kita pastinya, menunggu investigasi dari KNKT untuk menemukan apa penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 jurusan Jakarta-Pangkalpinang.Â
Jika kita mengkroscek (Red-read), berdasarkan pengakuan salah satu penumpan yang menggunakan pesawat Lion Air jenis yang sama yang digunakan atau yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang, Jabar dengan tipe  Boeing 737 MAX 8 dengan nomor register PK-LQP, mengatakan bahwa pesawat yang membawa dirinya ke Jakarta dari Denpasar, Bali mengalami gangguan saat melakukan takeoff dan saat mengundara. Bahkan, ketika landing pun tidak smooth. Pesawat tersebut sempat delay karena  mengalami gangguan teknis.
Sementara dari beberapa media massa, Sempat beredar buku catatan penerbangan alias log book penerbangan PK-LQP dari Denpasar ke Jakarta tersebut yang menyatakan bahwa sebagian instrumen pencatat kecepatan dan ketinggian tak bisa diandalkan. Meski begitu, pesawat tetap diterbangkan ke Jakarta.
Miris mendengar dari informasi yang beredar di media massa terkait jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di Perairan Tanjung Karawang, Jabar, menunjukkan kepada kita bahwa inilah realita yang menunjukkan keselamatan telah bergeser posisi. Lantas dimanakah yang mengatakan bahwa keselamatan nomor satu?
Diantara beberapa moda transportasi, transportasi udaralah yang dipandang cukup cetap dan menghemat waktu, terlebih jika kita ingin berpegian antar pulau. Terlebih saat ini, banyak maskapai penerbangan swasta yang menawarkan harga khsusus atau promo sehingga masyarakat tergiur untuk menunggangi pesawat.
Keselamatan, sudah tidak diindahkan?
Rentetan kejadian kecelakaan transportasi di Indonesia, terutamanya adalah pesawat terbang yang memiliki dampak resiko yang besar apabila terjadi kecelakan, Â dijadikan renungan buat kita. Relahkah kita, menggadaikan keselamatan yang taruhannya nyawa?
Banyak dari kita, yang mengatakan bahwa ini sudah takdir. Memang takdir seseorang tidak ada yang tahu karena itu rahasia mutlak dari Maha Pencipta, tetapi kita sebagai manusia diberikan akal dan rasa untuk memutuskan sesuatu buat diri mereka.
Jika kita menengok kebelakang, mengapa pesawat Lion Air dengan jenis yang sama sama tetap diberangkatkan? Padahal sebelumnya, telah terjadi kejadian atau peristiwa yang menandakan bahwa pesawat tersebut mengalami kerusakaan mesin.
Sebenarnya, Tuhan telah memberikan sinyal kepada manusia, tetapi terkadang manusia tidak peka dalam menerima sinyal dari Tuhan.
Contoh yang jelas dan sederhana, terkadang manusia sengaja "menjemput maut", seperti banyak dari kita yang menerobos palang pintu kereta api, menerobos lampu merah tanpa alat pelindung diri, dan berdiri dan bersandar di pintu kereta atau banyak moda transportasi yang nekad menerobos cuaca buruk. Padahal, telah diberikan informasi peringatan dini cuaca.
Kejadian kecelakaan Lion Air mengingatkan penulis akan kisah dari seorang profesi pakde sepupu saya, beliau semasa hidupnya yang menjalankan profesi seorang pilot di maskapai Garuda Indonesia tidak mengalami kecelakaan hingga massa pensiunnya sebagai pilot.
Saya teringat cerita almh. Ibu saya yang menceitakan bahwa dirinya selalu turun langsung mencek kesiapan pesawatnya sebelum beliau terbang. Beliau tidak semata-mata percaya dengan seorang teknisi. Â Tidak hanya itu, beliau sebelum terbang, selalu bangun malam dan "perihatin" sebelum menerbangkan pesawat.
Beliau selalu memegang teguh nilai profesionalisme dan memegang prinsip bahwa keselamatan penumpang adalah nomor satu.
Sepenggal kisah ini, menjadi renungan kepada kita, bahwa potensi maut bisa kapan saja dan dimana saja, tetapi apakah kita sudah mawas diri dan waspada? Atau justru apakah kita sombong dengan kemampuan dan keahlian kita, tanpa kita sadari?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H