Mohon tunggu...
Dwi Rini Endra Sari
Dwi Rini Endra Sari Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta...smp-kuliah di Jogja kembali lagi ke Jakarta untuk mengabdi kepda negara di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hujan Lebih Awal Menyapa di Saat Periode Musim Kemarau

1 September 2016   15:50 Diperbarui: 2 September 2016   00:28 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan Lebih Awal Datang Menyapa Disaat Periode Musim Kemarau

Saat ini masyarakat seringkali menyodorkan pertanyaan mengapa pada musim kemarau masih saja terjadi hujan? Banyak tanda tanya yang menyelimuti pikiran dan benak masyarakat. Tak sedikit masyarakat yang paham dan mengerti mengapa kondisi ini bisa terjadi. Ada hal yang mungkin kita lupakan, Kita bisa mengatur perilaku petani dan masyarakat, tetapi ada yang tidak bisa kita atur yaitu alam. Jika kita mengelupas “alam”, banyak faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi di alam ini, misalnya dinamika cuaca dan iklim. Sadarkah kita bahwa kita berada di tengah suatu ‘sistem alam’ yang sering berubah?

Berdasarkan monitoring BMKG dan release yang dikeluarkan pada 14 Maret yang lalu, sebagian wilayah Indonesia memasuki musim kemarau mulai bulan Mei dan Juni2016 yaitu sebanyak 66 %.

Seperti release yang dikeluarkan Maret lalu oleh BMKG, bahwa bahwa Daerah yang telah memasuki musim kemarau sejak bulan Februari 2016 meliputi pesisir timur Sumatera Utara dan Riau (Dumai, Bengkalis, Siak, RoHil dan Meranti).

Sementara daerah yang perlu diwaspadai, yaitu: Riau bagian Timur, Sumatera Utara bagian Timur, dan Sulawesi Selatan bagian Tengah karena di prediksi Awal Musim Kemarau maju 2-3 Dasarian dengan Sifat Hujan di Bawah Normal.

Seperti yang kita ketahui bahwa kita tidak bisa mengatur perilaku iklim dan cuaca, maka sejak bulan April hingga saat ini beberapa wilayah Indonesia masih terjadi hujan. Kondisi alam ini pun menyedot banyak perhatian publik baik dari masyarakat, maupun media massa.

Pada periode Juni, seharusnya dari sebagian wilayah Indonesia, mulai dari Sumatera bagian Barat, Jawa, Kalimantan hingga Sulawesi mengalami curah hujan menengah 100-300 mm. Sementara untuk bagian Timur, Kepulauan Nusa Tenggara dan Papua bagian selatan mencapai curah hujan rendah atau menengah 50-150 mm. Tetapi pada kenyataan ini, pada periode musim kemarau saat ini terjadi hujan.

Jika kita mengelupas  gangguan cuaca  secara global dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni La- Nina dan El-nino, Dippole Mode, Fenomena Ossiliasi Madden_Julian (MJO), serta Sea Surface Temperature (SST).

Kita mengerti dan paham bahwa gangguan cuaca dapat menimbulkan beberapa perilaku cuaca yang menyimpang seperti yang kita jumpai di headline surat kabar, yaitu: ketinggian gelombang laut, dan angin kencang.

Benarkah La Nina Penyebab Terjadinya Hujan Pada Musim Kemarau?

Pada pertengahan 2016,  tak jarang kita temui media massa cetak, elektronik, dan online yang mengangkat kondisi iklim di Indonesia menjadi headline news di media massa cetak, elektronik, dan online. “Mengapa masih terjadi hujan, padahal saat ini seharusnya musim kemarau?” pertanyaan itu yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat.

Kita pun sering mendengar pertanyaan Apakah fenomena La Nina Lemah tahun 2016 akan bertahan dan menambah “basah” wilayah Indonesia?

Sebelum kita mengelupas pertanyaan yang ada di tengah-tengah masyarakat, sejenak kita tengok kebelakang kejadian pada tahun 2010, kita masih ingat akan fenomena la-nina. Di tahun 2010, la-nina pada intensitas sedang dan kemudian melemah menjadi kondisi ENSO Netral dan kembali menjadi La-Nina lemah pada pertengahan 2011.

La-Nina (Memanasnya suhu muka laut di wilayah Perairan Indonesia), Fenomena ini berdampak terhadap peningkatan  curah hujan di wilayah). Tetapi, kita tidak hanya terfokus pada la-nina saja, banyak faktor yang mempengaruhi dinamika atmosfer.

Berdasarkan monitoring BMKG, Sejak April lalu hingga saat ini La-Nina dalam skala lemah (-), tetapi suhu muka laut di wilayah Perairan Indonesia hangat sehingga menimbulkan penguapan yang akan menimbulkan potensi hujan. Tak hanya itu, tetapi jika dilihat pada MJO, Kondisi ini aktif  di Perairan Indonesia bagian timur dan berlanjut hingga pertengahan Agustus.

Sementara jika dilihat dari pergerakkan angin monsoon, saat ini angin monsoon Australia dalam kondisi lemah. Kondisi inilah yang mengakibatkan beberapa wilayah terguyur hujan.

Pada Agustus I sebanyak 253 ZOM (74%) baru masuk musim kemarau, sedangkan 89 ZOM (26%) belum masuk musim kemarau, seperti Jawa, Bali, NTB, Sulawesi, dan Maluku. Sementara itu, ada beberapa wilayah yang tidak mendapatkan musim kemarau, seperti Lebak Bagian Tengah dan Selatan, Bogor Selatan Bagian Timur, dan Sukabumi Bagian Barat.

Kemarau tahun ini lebih basah

Berdasarkan analisis curah hujan hingga pada periode Juli 2016 menunjukkan terjadiya anomali hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi  “Lebih Basah” pada tahun 2016 dari situasi normal yang terjadi pada periode bulan yang sama, atau yang sering kita dengar “Kemarau Basah”. Kondisi inilah telah  sebelumnya dan disampaikan melalui Jumpa Pers pada tanggal 3 Juni 2016.

Pada bulan Juni 2016, BMKG juga melaporkan bahwa beberapa wilayah (27.2%) hingga saat ini belum memasuki musim kemarau dan masih terus didera oleh curah hujan yang tinggi. Situasi ini menegaskan terjadinya “kemarau basah” atau sering dikenal pula “wet spell”.  Kondisi tersebut lebih disebabkan oleh pengaruh:

  • Tidak kuatnya Monsun Australia (Angin Timuran);
  • Kondisi SST di perairan Indonesia yang lebih hangat;
  • Indian Ocean Dipole (IOD[1]) Mode Negatif (nilai Indeks DMI = –1,09);

Sementara Berdasarkan montoring BMKG, pada Mei dan Juni 2016 titik panas disejumlah wilayah sudah mulai menurun, tetapi pada Agustus 2016, titik panas ada di sejumlah wilayah Riau, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan. Kondisi ini tidak separah dibandingkan tahun 2015. Tidak hanya itu, tetapi berdasarkan pemantauan BMKG, perkembangan Hot Spot pada September, Oktober, November, Desember hampir tidak ada.

Hingga dasarian Agustus I - 2016, sebanyak 253 ZOM (74%) sudah memasuki musim kemarau. Sementara sebanyak 89 ZOM (26%) yang belum masuk musim kemarau / masih mengalami musim hujan di periode 2015/16 diantara ZOM tersebut terdapat 12 ZOM diprakiran tidak mengalami kemarau (hujan sepanjang tahun 2016). Andi Eka menuturkan Awal Musim Hujan 2016/17 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada Agustus – November 2016 (92,7 %).

Kita perlu meningkatkan kesiapan menghadapi musim hujan karena kondisi ini akan membawa dampak negatif dan postif ke berbagai sektor. Dampak positif, yaitu meningkatnya potensi luas tanam sawah, meningkatkan frekuensi tanam, ketersediaan air untuk pertanian dan waduk. Sedangkan beberapa dampak negatifnya antara lain: Peningkatan potensi banjir dan longsor, penurunan produksi kopi, tambakau, garam, tanaman buah tropika, dan tingginya gelombang mengganggu kegiatan nelayan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun