Mohon tunggu...
Puji Irianti
Puji Irianti Mohon Tunggu... -

menulis itu enak

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Racun Atau Obatkah dalam Permainan Anak Kita?

19 Mei 2015   12:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Berbagi informasi dan tips seputarJenis permainan apa yang bisa menjadi racun atau bahkan obat bagi para peri kecil kita serta bagaimana menyikapinya)
By, Ririn.Irianti17_El-Zain
Dunia anak kecil merupakan dunia yang paling jujur, dari mulut mungilnya hanya terkecap kata-kata yang polos, kebohonganpun sangat mudah tercium para orang tua, hingga kebohonganpun terkesan menjadi kejujuran yang menarik. Kebebasan dan keegoisantrisme mereka menarik dunianya sendiri, mereka lebih banyak terjun kedalam permainan-permainan yang menarik bagi mereka. Bahayanya Sobat, permainan yang begitu banyaknya dapat menjadikan racun yang paling mematikan. Wah ....., disinilah begitu pentingnya peran orang tua untuk menyelektif apa yang baik dan tidak baik bagi peri kecil mereka.

Nah, disini kembali Kak Rianti akan membagikan beberapa informasi dan tips seputar racun dan obat bagi para peri mungil kita. Jenis permainan apa yang bisa menjadi racun atau bahkan obat bagi para peri kecil kita serta bagaimana menyikapinya. Sebelum kita berlanjut ke tips , lebih baiknya kita mengenali apasih permainan yang menjadi racun atau obat itu ?.

Katagori permainan, terbagi menjadi dua seperti sisi mata uang yang saling berlawanan, Pertama, Permainan modern, seiring kecanggihan pemikiran para Cendikiawa menciptakan berbagai teknologi permainan dengan media-media modern seperti gamezone, Play station, Adventure game, baik dari fighting game, hingga Racing game. Ketika para peri kecil mulai terjun kedalam game ini, imajinasi anak akan terpacu seolah Dialah yang menjadi tokoh didalamnya, dan dunianya seketika akan berubah sesuai dengan apa yang ia jalankan dalam game. Otak or kognitif mereka juga akan lebih terpacu untuk mencari trik-trik jitu agar menjadi jawara. Kesingkronan posisi otak serta reflek kegesitan alat gerak tangan juga sangat dibutuhkan. Namun game ini bersifat seperti kokai candu, semakin sering si anak memainkannya akan menjadikan permainan ini sebagai kebutuhan pokok yang sulit dihilangkan. Alhasil para orang tua makin merogoh koceknya. Dunia merekapun akan terisolasi dan terbatas pada diri mereka dan game yang mereka mainkan. Sikap acuh terhadap dunia luar akan mendominasi dirinya. Artinya kognitif mereka berkembang namun dari segi psikososial mereka merosot.

Kedua, permainan tradisional memiliki tempat yang berbeda di hati para peri kecil kita, mereka akan lebih aktif dalam sosial mereka, diirigi dengan kemampuan fisik yang juga dituntut dalam permainan ini. Salah satu contohnya dalam permainan petak umpet permainan ini bisa dimainkan oleh 5- 10 orang. Cara bermain juga menyenangkan, kita hanya harus menghitung 1 sampai 10 lalu teman-teman kita akan bersembunyi sebagai penjaga kita harus mencarimereka. Jika si penjaga menemukan temannya, maka temannyalah yang menjadi penjaga selanjutnya. Begitu juga dengan bekelan, englek, blak sodor dan lainnya yang membutuhkan kerjasama , komunikatif, solidaritas dan rasa kepedulian bersama, juga mengajarkan sportifitas dan anti curang.

Nah Sobat Rianti. Dari uraian yang sudah terang terbaca di atas. Kak Rianti akan berbagi tips sederhana. Pertama, perlakukan peri kecil kita dengan seadilnya, batasi apa yang mereka inginkan dan berikan apa yang mereka butuhkan. Kedua, jadilah penyelektif yang aktif dan sahabat yang paling dekat untuk mengetahui kesukaan dan keinginan anak kita. Ketiga, sedikit banyak perlu menjadi diktaktor jika anak kita melewati batas dalam bermain dan memaksa permainan yang menimbulkan efek negatif dalam dunianya. Jadilah orang tua yang sangat ditakuti (dihormati) tapi juga sangat disayang dan dinantikan kehadirannya selalu di dunia para peri kecil kita. Keempat, kenalkan anak pada budaya dan berikan waktu yang cukup untuk bersosialisasi dengan lingkungan dan teman sepermainannya. Kelima, sesuaikan kadar kapan diperbolehkan main game dan kapan bermain dengan teman sejawat dan pilihlah game yang berbau mendidik bukan game peperangan yang mengandung unsur kekerasan or game yang berbau sara seperti pemainnya yang fullgar, berpakaian tidak sopan, berkata jorok dan lain-lain. Keenam, jangan terlalu khawatir kecelakan kecil dalam permainnannya, karena hal tersebut lumrah dan malah perlu dibutuhkan dalam membentuk antibodi dan perlindungan dirinya sendiri,ingat pengalaman itu perlu. Ketujuh, jadilah pendengar dan penasehat yang baik, atur jam mereka seimbangkan waktu bermain dan belajar tanpa menjadikan beban psikis pada mereka.

Sedikit banyaknya semoga tips dari Kak Rianti bisa bermanfaat. Kami tunggu kritik dan sarannya. Selamat mempraktekkannya Fighting :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun