Mohon tunggu...
Puji Irianti
Puji Irianti Mohon Tunggu... -

menulis itu enak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ma..Ma…. Disfasia Itu Apa?”

31 Maret 2015   13:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:44 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By: Ririn_Irianti_el-Zain
Malang, 21 Maret 2015
Part 3 (Baca Baby Blue Syndrom..???)
“Mama ..” terdengarlah suara lirih yang cukup membahagiakan, Narai mulai bisa mengucapkan kata Mama. “Loh Papanya mana sayang ayo panggil papa, PA...PA....!” ..”Ma..Ma...!” semua tertawa geli mendengar bandelnya Narai nggak mau manggil papa . Narai sangat cerewet sekali sekali-kali nangis bicara sendiri tidak jelas dengan mainan yang dimainkanya. Cukup pintar tapi terkadang membuat kalang kabut semua orang kalau sudah ketemu sama barang-barang selalu di berantakin tak karuan, kalau tanpa penjagaan malah bisa makan pasir atau barang-barang keras lainnya.sungguh repot sekali merawat anak bayi tapi bagi Niharai hal ini sangat membahagiakan. Disamping kegiatan setiap pagi mengajar anak TK dan sore mengajar anak TPQ hal ini tak sedikitpun membuatnya bosan, hidup dengan dikelilingi anak kecil yang polos dan jujur walaupun nakal lebih membahagiakan dari pada kumpul dengan para Ibu Ibu PKK gosip tak karuan. Namun walaupun begitu Niharai tetap dikenal di masyarakat dengan pribadi yang ramah dan supel.
“Nirai, coba panggil Ma Ma,.,, kayak adikmu Ayo sayang Ma..Ma..!” bujuk Niharai ke Nirai Putri kembarnya kakak narai. Entah mengapa Nirai belum ada perkembangan apapun dalam hal bicara, sepatah katapun belum pernah dikeluarkannya. Dunianya terlalu sibuk dengan mainan yang dipegangnya. Sekali-kali menangis dan menjerit jika mainannya tidak dipegangnya. Namun sepatah- dua patah katapun yang dipahami belum bisa diucapkannya. Sudah sering Niharai konsultasi dengan dokter Luluk perihal kedua anak kembarnya yang begitu berbandik terbalik perilaku dan perkembangannya. “Naka pa kamu sudah memeriksakan Nirai ke dokter ?” “Sudah Ma.. tapi masih harus dilihat dilu perkembangannya!” jawab Niharai, “Apa kata dokter Luluk?” “Katanya Nirai terkena gejala Murni disfasia, ada gangguan pada pusat bicara di otak,!” terang Niharai dengan sedih “Apa ada terapi khusus, Nirai bisa sembuh noral lagi kan ? . “tenang Ma , Disfasia ini hanya gejala awal, jadi masih bisa diobati penting kita sabar saja memulihkan keadaan Nirai agar bisa normal!”
“Nirai, saying sini nak ..!” Coba Niharai memanggil Nirai , tapi nihil “nya.. ,, ny…!” celetuk Nirai tak jelas sambil menggoyang- goyangkan mainannya. Tidak ada respon apapun menolehpun tidak. Dulu ketika masih berumur 6 bulan Nirai masih bisa merespond tapi lambat laun respondya menurun. Nirai beda dengan Narai, Nirai begitu sulit makan, juga karena Nirai kurang bisa menghisap susu dengan mudah, selalu saja belepotan. “Narai.. Bagikan susu ke kakakmu Nak., ayo yang baik sama kakak!” dengan lucunya tertatih-tahih Narai bangkit dengan membawa Dot besarnya, diberikan ke Nirai “Ma.. Ma… Cu..cuu..ayai!” celoteh Narai. Dengan tatapan melongo Nirai langsung mengambil dot susunya bukannya di empeng malah dibuat banting-bantingan , otomatis Narai malah ikut-ikutan main banting-bantingan dengan kakaknya. Sontak adegan ini membuat tawa ditengah kekakhawatiran Niharai.
“Wa’alaikumussalam, ada apa dok?” jawab Niharai dari balik telepon genggamnya. “besok kamu mengambil resep obat buat Nirai, disini ya Niharai, ada hal yang mau aku bicarakan!” “oh iya dok..sekalian besok waktunya aku libur ngajar anak-anak.”
Keesokan hari Niharai kembali bertemu dokter Luluk. Dokter memberikan resep buat Nirai, dan memberikan beberapa pengaran terapi rumahan untuk Nirai. Mulai dari memberikannya obat teratur, untuk memulihkan sarah yang rusak dan beberapa latihan untuk memperkuat alat gerak wicara sseperti latihan menghisap gerakan mulut dan lain sebagainya. Dengan serius Niharai memperhatikan wejangan dokter Luluk, tersimpul perasan senang karena jawaban dari pertanyaannya terjawab apa dan bagaimana cara mememulihkan kondisi Nirai, sedikit banyak Niharai sempat menyalahkan diri sendiri karena Baby Blues yang dideritanya sendiri.
Pagi-pagi sekali Niharai sibuk meniup balon , dari yang warna kuning, hijau dan lai-lain, “Bund sini Ayah bantu!” “Iya ini yah pipi Bunda semakin kempot saja!” gerutu Niharai “Habis nggak minta bantuan ke Ayah, maunya jadi super women sendiri. Setelah itu balon-balon itu dipamerkan ke Nirai dan Narai. Narai langsung menjerit dan tertawa menghampiri balon , begitu juga Nirai. Dengan sabar Niharai mempraktekkan cara meniupnya agar anak-anaknya tertarik mengikutinya. Jadi permainan yang asik, Nirai pun mulai tertarik meniup-niup balon , walau tidak ada hasil apa- apa tapi hal ini sudak perkembangan yang baik untuk terapi wicara. Hari berikutnya Niharai mengajari Nirai bermain tiup tissue. Setiap minumpun Niharai membeli beberapa sedotat berwarna-warnidan dihias sedekemian rupa untuk menarik Nirai agar mau mencoba dan membiasakan minum dengan sedotan.
Kian lama usaha Niharai inimembuahkan hasil, sedikit banyak Nirai sudah dapat mengucapkan kata-kata ringan. Papa mama , walau diumurnya yang sudah menginjak umur 20 bulan. Baru bisa mengucapkan kata-kata yang bermakna.
Tujuh tahun kemudian,
Nampak dua anak kecil asing berlarian di sebuah pematang rumput, mencoba menaiki Jungkat-jungkit. “Mama…Nirai Nakal….!” “Wekkzz!” ejek Nirai sambil berlari membawa gulali Narai. Kejar-kejaranpun dimulai. Nirai langsung lari ke Papanya memeluknya dari belakang untuk dijadikan tameng. “Sudah-sudah Nirai jangan nakal sama adikmu, !” sergah Papah Nirai sambil curu pandang ke Nirai dengan tatapan meminta tolong. “Hayoo,, anak-anak Mama siapa yang mau mendengar dongen dari Mama ?” “Nirai Ma..!” berlari menuju pangkuan Mamanya sambil menjulurkan lidahnya ke Narai ,”Narai juga Ma… !” seru Narai lekas berhambur menuju Niharai yang siap untuk bercerita.
“Nah Nirai- Narai akirnya peri mungil itu mulai bisa berbicara , dan mengubah dunia yang penuh canda tawa dan menghapus pengaruh jahat dari penyihir jahat Disfasia!”
“Nirai pengen jadi peri imut itu Ma…!” “Iya sayang sekarangpun Nirai sudah imut kok!”jwlas Nihari dengan seulas senyumnya, “Ma.. Ma.. Disfasia itu apa?” pertanyaan Narai yang membuat Niharai dan Suaminya melongo, tukas Zen “Narai, makanya jangan tidur dulu sebelum ceritanya selesai, sana Tanya sama kakakmu Nirai!” semua tertawa melihat kepolosan Narai. Mulailah kehidupan yang normal dari keluarga yang luar biasa.
Note Rujukan : (Sumber Note: Tabloit Nakita, Penulis : Uttiek)

Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Penyebab :Adanya gangguan di pusat bicara yang ada di otak..Ciri-ciri :• Usia 1 tahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, seperti mama, papa.• Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuanbiacara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan.• Karena organ bicara sama dengan organ untuk makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.
Cara penanganan:
• Dokter anak akan memberikan obat untuk membantu memperbaiki sel-sel yang rusak di pusat bicara.
• Bersamaan dengan itu akan dilihat fungsi organ bicaranya, apakah juga ada gangguan atau tidak.
• Terapi wicara akan dilakukan dengan cara latihan otot bicara, seperti latihan meniup, menyedot, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan, dan sebagainya. Kemudian anak diminta untuk menirukan bunyi, kata, baru kemudian kalimat.
TERAPI SENDIRI DI RUMAH
Ada beberapa teknik yang biasanya digunakan terapis wicara untuk membantu anak yang kesulitan bicara. Teknik-teknik tersebut juga bisa dilakukan orangtua di rumah untuk menyempurnakan perkembangan otot bicara anak. Berikut caranya:
• Meniup balon sampai besar, atau membuat gelembung balon dari air sabun.
• Meniup gumpalan tisu dari ujung meja satu ke ujung meja lainnya.
• Meniup lilin.
• Main seruling/terompet.
• Minum dengan sedotan kecil, atau sedotan yang berkelok- kelok.
• Berteriak dengan mulut terbuka lebar mengucapkan, "a e i o u"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun