Siang begitu terik namun ia tetap terduduk pada trotoar  perempatan jalan itu
Merah, oren dan hijau matanya begitu sigap menunggu lampu merah menyala
Begitu cepat ia berlari menuju roda-roda yang menunggu lampu hijau
Menjajakan setumpukan koran yang menjadi penopang hidupnyaÂ
Dalam hitungan detik ia kembali terduduk di pinggiran trotoarÂ
Dengan napas yang masih terengah-engahÂ
Tangan mungilnya sesekali mengusap peluh bercampur air mata yang mengalir di wajahnya
Tangis yang hilang ditelan ramainya jalananÂ
Sementara dalam dadanya menyimpan sakit yang teramatÂ
Namun ia mengerti hidup yang begitu keras telah menjadikannya tumbuh dengan tangguh
Baginya tak ada lagi impian masa depan ia telah kehilangan asa dibenaknya hanya terlintas sesuap nasi untuk hari esok
Musi Banyuasin, 06 August 2022