Mohon tunggu...
Junior Tralalaaa Trililiiii
Junior Tralalaaa Trililiiii Mohon Tunggu... lainnya -

nggak suka kodok. terlalu mirip sama ikon yang agli ituhhh...(nunjuk monster biru yg picek atas)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Queenara

20 Oktober 2016   23:01 Diperbarui: 20 Oktober 2016   23:05 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mami jadi buronan Papi sampai usiaku lima tahun. Pantas saja aku selalu berpindah-pindah rumah, soalnya anak buah Papi selalu berhasil menemukan jejak Mami. Satu-satunya tempat tinggal paling lama dan paling kusukai – waktu masih hidup bersama Mami - adalah rumah mungil kami yang berlantai dua di Pulau Bangka.

Ada halaman kecil ditanami bunga-bunga cantik di bagian belakang. Halaman depannya sangat luas, tempat aku dan anak-anak kampung leluasa main bersama. Bi Esti tukang cuci pakaian di rumah sering membuatkan makanan serba enak: ikan bakar, mie ayam, sup ikan, tekwan dan macam-macam lainnya. Hidupku sempat nyaman selama satu setengah tahun di kampung terpencil pinggir pantai, dan siap masuk sekolah dasar pada tahun ajaran baru, beberapa bulan kedepan, waktu itu.

Sampai tiba-tiba Papi - yang sebenarnya diam-diam sering kukangeni itu - datang sambil membawa segudang kemarahan. Lalu membabi-buta menghancurkan kebahagianku bersama Mami.

Tak banyak yang mampu kupahami di usia lima tahun. Kabarnya setelah dihajar Papi, Mami dirawat dua minggu di rumah sakit di Pulau Bangka, lalu pindah rumah setelah menjual seluruh asset yang dimiliki. Papi sendiri entah bersembunyi dimana.

Selanjutnya mimpi buruk panjangku dimulai. Aku menjalani hari-hari sebagai anak angkat Bude Darmi di Jakarta. Berusaha keras melupakan Papi dan kenangan buruk tentang sosoknya yang mengerikan - meski kadang-kadang ia tetap memaksa hadir lewat nightmare - lengkap dengan teriakan keras dan sebilah parang di tangan.

Juga berusaha melupakan Mami yang setelah itu seperti sengaja melenyapkan diri tanpa jejak, padahal putri tunggalnya sangat membutuhkan. Mami masih hidup, aku tahu pasti itu. Ia hanya tidak mau lagi bertemu anaknya.

Mungkin Mami sama saja seperi Papi, mereka sama-sama membenciku. Dan mungkin aku juga sama saja seperti mereka berdua: aku juga benci Papi dan Mami.

***

Bagaimana sih rasanya langsing? Seumur-umur aku hanya tahu rasanya ‘langsung’.

My name is Queenara Alika. Some people usually call me ‘Big Queena’. Dan yup, tak salah lagi, akulah si gadis overweight. Di usia 27 tahun, dengan tinggi hanya 163 sentimeter, beratku mencapai 115 kilogram. Gemuk? Sangat!

Tapi tunggu dulu. Jangan buru-buru membayangkan aku sebagai big monster yang mengerikan, ya. Because you’re so wrong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun