Saya mendatangi Pulau Untung Jawa untuk pertama kalinya sekitar setengah tahun yang lalu. Tepatnya minggu pertama bulan Desember 2014 (beberapa saat sebelum ada pergantian bupatinya di akhir tahun 2014). Dan menuliskan kesan tentang pulau ini juga sebenarnya sudah lama ingin saya lakukan, tapi belum jadi-jadi. Nggak tega. Karena isinya pasti penuh kritik. Sebagai pulau wisata (walaupun hanya kelas backpacker), tempat ini masih kurang keren.
Berangkat dari Dermaga Marina Ancol menggunakan speedboat, perjalanan laut saat itu ditempuh selama sekitar setengah jam. Mendekati dermaga utamanya, mata saya mulai intens memperhatikan keadaan sekeliling, terutama perairan. Wiiyy.. ternyata airnya keruh dan coklat. Beda banget dengan pulau-pulau lain yang terletak di bagian utara di Kabupaten Kepulauan Seribu (milik Provinsi DKI Jakarta) ini. Meskipun belum banyak koleksi pulau yang pernah saya datangi, tapi biasanya sih saya nggak kecewa melihat kondisi air di pulau lain yang masih bening.
[caption id="attachment_417545" align="aligncenter" width="300" caption="Wajah depan pulau sebelum mendarat"][/caption]
Anyway, di sisi kanan dermaga, mata saya langsung berhadapan dengan pantai super sempit karena areanya lebih banyak dipenuhi aneka lapak beratap terpal. Boro-boro bisa untuk santai-santai main pasir dengan tenang tuh. Kayaknya kalo saya berdiri beberapa menit aja di sana pasti bakal langsung ditawarin ini-itu. Di sisi kiri dari dermaga malah lebih parah lagi, yang ini udah nggak pake pantai-pantaian segala, karena sampai beberapa jengkal dari airpun lahannya sudah langsung dimanfaatkan sebagai ‘kantor’ pemilik bisnis aneka penyewaan permainan air yang bertebaran di mana-mana.
[caption id="attachment_417546" align="aligncenter" width="300" caption="Sisi kanan dermaga, pantai sempit karena lapak beratap terpal dimana-mana"]
[caption id="attachment_417548" align="aligncenter" width="300" caption="Sisi kiri dermaga"]
Turun dari boat dan menyusuri jalan utama di bagian depan pulau (yang berhadapan langsung dengan pantai, eh, salah.. lebih tepatnya berhadapan dengan aneka lapak jualan yang buanyaakkkss banget), ada lagi pemandangan unik: pulau wisata ini ternyata banyak dipenuhi ruang bilas/ruang ganti baju dimana-mana! Aduh.. hehe.. Kalo biasanya di jalan utama yang termasuk wilayah muka dan komersil dari sebuah pulau wisata saya sering melihat aneka penginapan cantik, resto atau toko souvenir macam-macam yang serba ‘menggoda selera’, nah kalo di pulau ini mah beda lagi, yang mendominasi malah bilik-bilik ruang bilasnya..
[caption id="attachment_417549" align="aligncenter" width="300" caption="Banyak ruang bilas milik penduduk di bagian depan"]
[caption id="attachment_417551" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa berusaha ngumpet, ruang bilas menghiasai wajah jalanan utama "]
Hari itu saya memang nggak hadir untuk main air sih, jadi alhamdulillah nggak harus terlalu kecewa. Seorang tour guide lokal yang mengajak ngobrol sempat menunjukkan area yang katanya biasa dipakai pengunjung untuk berenang (seandainya saya punya niat berenang). Tapi kok warna airnya keruh ya.. bikin saya tiba-tiba saya jadi rada panik dan ketakutan sendiri. Selanjutnya buru-buru memilih untuk menjauhi laut, sampai waktu pulang.
[caption id="attachment_417552" align="aligncenter" width="300" caption="Dalam area yang dipagari itu untuk berenang katanya.."]
Dari yang saya dengar, pulau ini mengandalkan banyaknya kuliner serba hasil laut sebagai icon wisata andalannya. Saya menemukan area “taman” yang dikelilingi pagar besi. Isinya macam-macam, ada penyewaan sepeda, aneka lapak makanan-minuman, penyewaan alat-alat snorkeling (baidewei, emang bisa snorkeling dimana? Lautnya kotor), beberapa bangunan penginapan, “hutan” mangrove dan lain-lain.
[caption id="attachment_417794" align="aligncenter" width="300" caption="Kompleks ini isinya macam-macam, termasuk pusat kuliner makanan laut ada di sini."]
[caption id="attachment_417554" align="aligncenter" width="300" caption="Bagi yang berkenan bisa nginep di tempat ini. Konon mumer, tapi ya gitu deh kondisinya.. "]
[caption id="attachment_417795" align="aligncenter" width="300" caption="Hutan mangrove"]
[caption id="attachment_417796" align="aligncenter" width="300" caption="Ini tempat sampah?"]
[caption id="attachment_417556" align="aligncenter" width="300" caption="Pusat kuliner hasil laut"]
Puas melihat-lihat di sisi kiri, saya memutar ke bagian kanan pulau. Ada bangunan kantor kelurahan, masjid, gedung puskesmas, tugu, Pelabuhan Dinas Perhubungan (yang kayaknya kosong melompong seperti nanggung, belom jadi atau gimanaaaa gitu) dan lain-lain. Termasuk di tempat ini ada jembatan yang seharusnya menjadi spot andalan untuk foto-foto wisatawan seandainya difungsikan dengan maksimal (seperti “Jembatan Cinta” ala Pulau Tidung). Juga bangunan yang dulunya di planning sebagai pusat jajanan serba ikan (pujaseri) yang sekarang kosong, sia-sia, terkesan membahayakan dan tentu aja mubazir. Hmmm.. berapa ya uang negara yang harus melayang sia-sia untuk proyek ini?
[caption id="attachment_417560" align="aligncenter" width="300" caption="Kantor kelurahan"]
[caption id="attachment_417563" align="aligncenter" width="300" caption="Puskesmas"]
[caption id="attachment_417564" align="aligncenter" width="300" caption="Tugu"]
[caption id="attachment_417567" align="aligncenter" width="300" caption="Masjid Al Ikhsan"]
[caption id="attachment_417570" align="aligncenter" width="300" caption="Pelabuhan Dinas Perhubungan"]
[caption id="attachment_417574" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan"]
[caption id="attachment_417575" align="aligncenter" width="300" caption="Harusnya untuk pujaseri (pusat jajan serba ikan) untuk menggantikan lapak-lapak yang bertebaran dimana-mana. Tapi berkasus. Biasalaaaahhh... (konon ada pengusutan kasus ini) Sudah sampai dimana ya?"]
Sambil rada sewot sendiri dalam hati, saya meneruskan langkah sampai ke ujung pulau. Bertemu dermaga kayu kecil (namanya Dermaga Timur) yang terlihat dimanfaatkan beberapa orang untuk memancing dan foto-foto.
[caption id="attachment_417577" align="aligncenter" width="300" caption="Menuju Dermaga Timur"]
[caption id="attachment_417579" align="aligncenter" width="300" caption="Dermaga Timur"]
[caption id="attachment_417580" align="aligncenter" width="300" caption="Untuk memancing dan berfoto-ria"]
[caption id="attachment_417581" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa tata ruang"]
Beberapa jam menikmati suasana seadanya di Pulau Untung Jawa, sambil menunggu kapal yang akan mengantarkan kembali ke Dermaga Marina Ancol, saya duduk-duduk dan menikmati cemilan di sebuah lapak sambil ngobrol santai sekedarnya dengan ibu-ibu dan bapak-bapak penduduk pulau yang juga sedang bersantai.
[caption id="attachment_417798" align="aligncenter" width="300" caption="Toko souvenir kalo ada yang perlu"]
[caption id="attachment_417799" align="aligncenter" width="300" caption="Jajanan & oleh-oleh"]
[caption id="attachment_417800" align="aligncenter" width="300" caption="Beberapa penginapan yang cukup apik, untuk beramai-ramai anggota rombongan"]
[caption id="attachment_417582" align="aligncenter" width="300" caption="Duplikat tugu peringatan perpindahan masyarakat Pulau Ubi ke Pulau Untung Jawa tahun 1954 "]
Sebagai pecinta Kepulauan Seribu, saya lumayan kecewa dengan kunjungan waktu itu. Tapi berharap semoga sudah ada perbaikan sekarang... (Posting ini sebagai kritik sayang saya untuk Pulau Untung Jawa yang cantik, tapi sayangnya belum diatur maksimal supaya terlihat lebih rapi, nyaman dan keren serta semakin membanggakan Kota Jakarta tercinta..)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H