Contoh kasus yang menarik adalah pengalaman komunitas Muslim Cina di Surabaya. Mereka memiliki masjid yang unik, Masjid Cheng Hoo, yang arsitekturnya memadukan unsur Islam dan Cina. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tapi juga simbol harmoni antara identitas Muslim dan Cina.
Keberadaan komunitas Muslim Cina ini seharusnya bisa menjadi jembatan pemahaman antara komunitas Muslim dan non-Muslim di Indonesia. Mereka membuktikan bahwa menjadi Muslim tidak berarti harus meninggalkan identitas budaya, dan sebaliknya, mempertahankan identitas budaya tidak berarti mengurangi keimanan seseorang.Â
Jadi, bagaimana kita menyikapi keragaman ini? Jawabannya terletak pada pemahaman bahwa Islam, sebagaimana Indonesia, adalah rumah besar yang mampu menampung berbagai perbedaan. Kita perlu menyadari bahwa keragaman bukanlah ancaman, melainkan kekayaan yang bisa memperkuat persatuan kita.Â
Ada beberapa langkah konkret yang bisa kita ambil:
Pertama, dimulai dari edukasi. Kita perlu meningkatkan pemahaman tentang keragaman dalam Islam. Ini bisa dilakukan melalui dialog antar-iman, seminar, atau bahkan melalui media sosial. Semakin kita tahu, semakin kita bisa menghargai.Â
Kedua, empati. Cobalah untuk "berjalan di sepatu orang lain". Bayangkan bagaimana rasanya menjadi minoritas. Ini akan membantu kita untuk lebih peka dan toleran.Â
Ketiga, kolaborasi. Alih-alih memisahkan diri, mari berkolaborasi dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama. Misalnya, dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat.
Keempat, penegakan hukum. Pemerintah perlu tegas dalam melindungi hak-hak minoritas dan menindak segala bentuk diskriminasi atau kekerasan atas nama agama.
Kelima, perayaan keragaman. Kita bisa membuat festival atau acara yang merayakan keragaman Islam di Indonesia. Ini bisa menjadi ajang untuk saling mengenal dan memahami.Â
Pada akhirnya, menyikapi keragaman Muslim di Indonesia bukanlah tugas yang mudah, tapi juga bukan hal yang mustahil. Ini adalah proses panjang yang membutuhkan kesabaran, keterbukaan pikiran, dan yang terpenting, memandang dengan penuh cinta kasih terhadap sesama.
Ingatlah, bahwa Nabi Muhammad SAW sendiri pernah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." Sabda ini tidak membedakan suku, ras, atau aliran kepercayaan. Yang ditekankan adalah kemanfaatan bagi sesama.
Sabda Nabi Muhammad SAW ini menjadi landasan penting dalam memahami esensi kemanusiaan dalam Islam. Ajaran ini melampaui batasan-batasan identitas, mengajak umat Muslim untuk fokus pada nilai universal kebaikan dan manfaat bagi sesama.Â