"Mereka (orang-orang yang depresi) bisa diajak berkomunikasi. Tanyalah apa masalahnya. Jika mereka yang mengalami depresi itu orangnya tertutup, tetap dampingi mereka. Beri mereka semangat dan dukungan emosional," ungkap dokter spesialis  lulusan FK UNAIR.
Dokter Sita juga menyarankan agar masyarakat tak lantas memberi stigma "sakit jiwa" kepada orang-orang yang mengalami depresi. Stigma tersebut, katanya, justru membuat mereka kian tertekan.
"Jangan beri stigma. Kita harus memberikan pertolongan. Jika memang kita tidak bisa memberi support, yakinkanlah bahwa dia tidak sendiri," imbuhnya.
Spiritualitas
Tak jarang komentar miring dilontarkan oleh warga awam ketika mendengar kisah orang depresi yang mengakhiri hidupnya. Salah satu komentar yang sering ditemui adalah rendahnya tingkat spiritualitas.
Menanggapi hal tersebut, pengajar yang pernah meneliti tentang "Hubungan Antara Kepatuhan Minum Obat dan Kualitas Tidur Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Jalan Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya" mengatakan, spiritualitas menjadi salah satu faktor penentu emosional.
"Saya pernah memiliki pasien yang memiliki spiritualitas tinggi tetapi mereka juga mengalami depresi. Ada juga yang spiritualitasnya biasa-biasa saja tetapi tidak sampai mengalami depresi. Faktor spiritualitas terkadang membantu orang untuk tidak jadi bunuh diri tetapi mereka berhasil mendapatkan dukungan emosional dari keluarga dan sekitarnya," tuturnya.
Meski ia tak menyampaikan jumlah pasti kasus depresi di Surabaya, namun dokter Sita dan rekan-rekan sejawatnya tak pernah sepi menerima pasien dengan kasus serupa di RSUD Dr. Soetomo