Konflik antara Hizbullah dan Israel merupakan isu sentral dalam geopolitik dan stabilitas di Timur Tengah. Sejak dimulainya konflik pada 1980-an, intensitas dan kompleksitasnya terus meningkat, yang memicu adanya dampak signifikan di tingkat regional maupun internasional.
Konflik ini memiliki akar historis mendalam yang telah berkembang selama lebih dari satu abad dan masih mempengaruhi kehidupan jutaan orang di kawasan tersebut karena melibatkan beberapa elemen seperti sengketa wilayah, isu agama, dan politik, sehingga konflik ini dianggap sebagai salah satu konflik paling kompleks di dunia.
Konflik ini merupakan bagian dari dinamika geopolitik yang lebih luas. Artikel ini akan mengeksplorasi isu tersebut melalui berbagai konsep penting dalam studi HI, termasuk peran aktor negara dan non-negara, Balance of Power, Security Dilemma, serta Deterrence, yang semuanya turut memengaruhi pola interaksi di antara kedua belah pihak.
Hizbullah, sebagai proksi yang didukung oleh Iran, memainkan peran strategis dalam konflik ini. Di sisi lain, Israel terus memperkuat kapasitas militernya demi menjaga keamanan nasional di tengah berbagai ancaman regional.
Latar Belakang
Konflik ini berakar dari perseteruan antara Israel dan Palestina. Dimana pada awal abad ke-20 tanah Palestina yang awalnya dikuasai oleh kekaisaran Ottoman jatuh ke tangan Inggris pasca Perang Dunia 1. Bangsa Yahudi yang saat itu mengalami diskriminasi di Eropa menuntut adanya National Home bangsa Yahudi di Palestina.
Hal tersebut kemudian didukung oleh pemerintah Inggris yang mengeluarkan Balfour Declaration sebagai bentuk dukungannya terhadap bangsa Yahudi. Balfour Declaration sendiri dikeluarkan langsung oleh Arthur Balfour, sekretaris luar negeri Inggris pada saat itu. Namun, ketegangan terjadi akibat khawatirnya bangsa Arab akan dominasi bangsa Yahudi di wilayah Palestina, sehingga muncul berbagai pemberontakan.
Pasca terjadinya Perang Dunia 2 dan peristiwa Holocaust, semakin banyak bangsa Yahudi yang bermigrasi ke Palestina. Namun, pemberontakan malah semakin meluas diantara kedua bangsa ini. Sehingga, pada tahun 1947, Perserikata
n Bangsa Bangsa (PBB) mengusulkan suatu rencana pembagian Palestina menjadi 2 negara, dimana 1 negara untuk bangsa Yahudi, dan 1 negara lagi untuk bangsa Arab. Pihak Yahudi menerima proposal dan rencana ini, namun berbeda dengan pihak Arab. Mereka merasa dirugikan dengan adanya proposal ini sehingga mereka menolak dengan keras rencana ini. Hal ini memicu terjadinya kekerasan yang berkembang menjadi perang sipil.
Pada 14 Mei 1948, Israel secara resmi dibentuk dengan adanya proklamasi kemerdekaan. Hal tersebut disusul dengan adanya invasi dari negara-negara koalisi Arab ke Israel yang hingga kini dijuluki dengan “Perang Arab-Israel Pertama”. Dalam perkembangannya, Israel berhasil menguasai sebagian besar wilayah Palestina saat “Perang 6 Hari” pada 1967 sehingga sebagian dari penduduk Palestina melarikan diri ke Lebanon dan membentuk Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Pada tahun 1982 Israel menyerang wilayah Lebanon dengan tujuan untuk memberantas Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang beroperasi diwilayah Lebanon Selatan. Hal tersebut kemudian melatarbelakangi terbentuknya organisasi Hizbullah yang kemudian akan berkonfrontasi dengan Israel.
Hubungan Perang Dingin dengan Eskalasi Israel-Hizbullah
Pasca serangan Israel ke selatan Lebanon pada 1982, kaum muslim Syiah yang didukung oleh Iran mulai membentuk organisasi paramiliter yang bertujuan untuk melawan invasi Israel ke Lebanon. Alasan dari dukungan Iran dalam pembentukan Hizbullah sendiri adalah untuk menekan pengaruh barat di Timur Tengah, yang dalam hal ini Israel merupakan targetnya karena Israel merupakan sekutu utama Amerika Serikat dan Inggris, yang dapat mengancam pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Amerika Serikat sendiri tidak tinggal diam atas tindakan Iran yang menyokong Hizbullah, sehingga Amerika Serikat terus memberikan bantuan dana dan persenjataan ke Israel atas dasar melindungi sekutunya di Timur Tengah, juga untuk mempertahankan eksistensi barat di Timur Tengah melalui Israel.
Hubungan Amerika Serikat dengan Iran sendiri memanas pasca revolusi Iran pada 1979 dimana kebijakan luar negeri Iran yang anti-barat serta penyanderaan diplomat Amerika Serikat oleh Iran membuat kondisi geopolitik kedua negara saling memanas, yang mengakibatkan kedua negara saling bermusuhan selama Perang Dingin, bahkan hingga kini.
Selama dekade 90’an Hizbullah dengan dukungan kuat dari Iran terus melakukan serangan ke Israel yang menduduki wilayah Lebanon selatan. Hal tersebut membuat Israel akhirnya memutuskan untuk mundur dari wilayah Lebanon selatan akibat perlawanan yang intens dari gerilyawan Hizbullah. Namun wilayah Shebaa Farms masih disengketakan oleh Hizbullah dan Israel, sehingga hal tersebut digunakan oleh Hizbullah sebagai dalih untuk terus melancarkan serangannya ke Israel.
Pada 2006 Hizbullah melancarkan serangan ke Israel dengan membobardir daerah Israel dan menyerang kendaraan militer Israel yang menewaskan beberapa tentaranya. Tidak lama Israel melancarkan serangan balasan dengan melakukan invasi serta blokade ke Lebanon selatan. Perang berlangsung selama 34 hari dan berakhir dengan diberlakukannya gencatan senjata antara kedua pihak.
Clash of Civilization Sebagai Sebab dari Eskalasi
Menurut Samuel Hunington, Clash of Civilization adalah konflik yang didasari oleh perbedaan identitas, budaya, dan keagamaan. Eskalasi antara Hizbullah dan Israel dapat dikatakan sebagai perang agama dan budaya, karena Israel yang merupakan negara dengan mayoritas penduduk Yahudi berhadapan dengan Hizbullah yang merupakan kelompok milisi Syiah.
Hal tersebut menunjukan adanya perbedaan identitas dimana Israel yang merupakan negara dengan orientasi budaya barat berbenturan dengan negara-negara kawasan dan kelompok milisi seperti Hizbullah yang menganut paham Islam syariah.
Deterrence Doctrine sebagai Upaya Pencegahan
Sejak diberlakukannya gencatan senjata pada 2006, tidak banyak terjadi eskalasi besar diantara kedua belah pihak. Hal tersebut dikarenakan kedua belah pihak melakukan kampanye deterensi atau doktrin detterence, dimana kedua pihak berusaha mencegah adanya eskalasi konflik yang lebih besar dengan saling mengancam yang bertujuan untuk menciptakan persepsi bahwa setiap tindakan yang dilakukan salah satu pihak akan menimbulkan kekacauan yang lebih besar.
Israel sendiri berusaha melakukan kampanye deterensi dengan statement yang menyatakan bahwa siapapun yang berusaha menyerang negaranya maka mereka tidak akan ragu untuk melakukan serangan balasan yang lebih besar.
Selain dengan ancaman politik, Israel juga melakukan ancaman militer dengan menggunakan sistem pertahanan udara Iron Dome, Arrow 3, dan David Sling sebagai pertahanan diri dari rudal-rudal Hizbullah dengan harapan Hizbullah dapat berpikir ulang jika akan menyerang Israel mengingat potensi kerusakan yang dapat dicegah Israel atas serangan Hizbullah dapat diminimalisir.
Israel juga mengakuisisi F-35 dan terus meningkatkan kekuatan angkatan bersenjatanya dengan harapan Hizbullah dan milisi serta negara lain terkhususnya Iran tidak melakukan tindakan yang dapat mengancam kedaulatan negaranya.
Hizbullah juga melakukan doktrin yang serupa dimana mereka terus mengembangkan rudal-rudal yang dapat menjangkau seluruh wilayah Israel. Hizbullah juga baru-baru ini menggunakan drone sebagai strategi detterence barunya dengan Israel yang bertujuan untuk mengurangi potensi serangan Israel ke Lebanon selatan.
Security Dillema Negara-Negara Kawasan
Ketegangan antara Israel dengan Hizbullah dan milisi sekitarnya semakin membuat negara-negara kawasan waspada hingga berusaha untuk meningkatkan kekuatan militernya. Tindakan Israel dalam melakukan serangan ke milisi seperti Hizbullah dan Hamas membuat situasi dikawasan menjadi memanas. Iran selaku negara sponsor dari Hizbullah memutuskan untuk meningkatkan kekuatan militernya imbas dari langkah agresif Israel.
Dilain sisi, Arab Saudi yang merupakan tetangga dari Iran merasa terancam dengan adanya peningkatan kekuatan militer oleh Iran sehingga Arab Saudi dan negara sekitarnya memutuskan untuk melakukan hal yang sama demi meningkatkan keamanan di negaranya.
Pada 17 September 2024 terjadi peristiwa dimana Israel menghancurkan pager atau alat komunikasi yang digunakan oleh Hizbullah di Lebanon. Setidaknya 11 anggota Hizbullah dan 3 warga sipil tewas, serta ribuan warga sipil lainnya mengalami luka. Serangan elektronik tersebut mengakibatkan makin memanasnya konflik antara Israel, Hizbullah, dan Iran selaku sponsor utama dari Hizbullah. Hal tersebut juga semakin meningkatkan kewaspadaan negara-negara sekitar akan kekuatan dan kapabilitas Israel.
Kesimpulan dan Upaya Resolusi Konflik
Ketegangan antara Israel dengan Hizbullah yang merupakan Proksi dari Iran merupakan salah satu isu sentral di Timur Tengah. Sejauh ini sudah dilakukan beberapa usaha untuk meredakan konflik baik antara Israel-Hizbullah, Israel-Iran, dll. Namun usaha tersebut seperti sia-sia karena Israel secara sewenang-wenang terus melakukan serangan agresif ke Gaza yang diikuti dengan milisi lain seperti Hizbullah, Hamas, dan pihak lain untuk membalas serangan Israel baik atas dasar persaudaraan atau kepentingan lain.
Pada 27 November 2024, Israel dan Hizbullah sepakat untuk melakukan gencatan senjata selama 60 hari. Namun, meskipun telah dilakukan gencatan senjata untuk mengupayakan resolusi konflio, akan sulit untuk meredakan konflik di Timur Tengah secara keseluruhan dikarenakan adanya konflik domino yang dimana setiap negara saling merasa curiga dan memutuskan untuk melakukan perlombaan senjata.
Juga akan sangat sulit untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan yang negara-negara Arab mau karena Israel yang merupakan sekutu utama Amerika Serikat akan selalu mendapatkan pembelaan Internasional atas aksi dan serangannya ke wilayah sekitar yang banyak menewaskan warga sipil.
Referensi
Ansari, A. (2019). The Shah’s Iran and the United States: Diplomatic Relations Before the Revolution. Journal of Middle Eastern Studies.
Congressional Research Service. (2023). Israel: Background and U.S. Relations. https://crsreports.congress.gov
Council on Foreign Relations. (2023). Hezbollah and Iran: What to Know. https://www.cfr.org
Council on Foreign Relations. (2023). U.S.-Iran Relations: A Timeline of Tensions. https://www.cfr.org
Council on Foreign Relations. (2024, June 6). What Escalating Hezbollah-Israel Tensions and the War in Gaza Mean for Lebanon. https://www.cfr.org
International Crisis Group. (2023). Avoiding Another Israel-Hezbollah War. https://www.crisisgroup.org
Levitt, M. (2013). Hezbollah: The Global Footprint of Lebanon’s Party of God. Georgetown University Press.
My Jewish Learning. (2023). Modern Israeli History: A Timeline. https://www.myjewishlearning.com
Norton, A. R. (2014). Hezbollah: A Short History. Princeton University Press.
Samaan, J.-L. (2014). From War to Deterrence? Israel-Hezbollah Conflict Since 2006. U.S. Army War College Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H