Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lelaki yang Patah

25 Februari 2019   20:15 Diperbarui: 25 Februari 2019   21:00 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dia sempat marah, merasa diperdaya oleh dosa. sedangkan sudah banyak yang diperbuat, sedangkan sudah berjuta jasa disemat. dia tak terima, dia sungguh-sungguh merasa ini adalah ketidakadilan yang sempurna.

maka dia memberontak, menaburkan ancaman, mengerahkan seluruh daya untuk menggertak. tapi yang dihadapinya adalah gigi-gigi yang terlanjur bergemeretak, dia membentur tembok kuat yang tak mungkin retak dan menggelepar seperti ikan-ikan yang terjebak.

saat dia tersadar, tak ada lagi tiang-tiang untuk bersandar, ia jatuh terkapar. menangis, merangkak memohon maaf, meratap, meneriakkan insyaf, bermohon diberi sedikit celah pintu harap.

dia terlambat, semuanya sudah tersumbat. lelaki itu meringkuk patah, hanyut tenggelam, dalam deras arus dan pusaran rasa menyesal dan bersalah.

Jakarta, 25 Februari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun