di seluruh penjuru mata angin, ada tiang-tiang kesadaran. tiang serupa pilar marmer pualam hati ini berfondasikan nurani. itu yang membuat langit kemanusiaan terjaga utuh, benturan kepentingan sebesar tsunami sekalipun tak akan membuatnya runtuh.
selayaknya pualam, menampilkan kemilapnya membutuhkan pengasahan bertahun-tahun, cucuran darah dan air mata sebagai pelumas, menjadikannya lebih berkilat.
jaman ini, masa sekarang ini..., banyak orang yang mengangkat kampak untuk mencungkil dan mengikisnya, menjadikannya sebagai mata cincin dari permata, kemudian di pasar-pasar kepentingan ia digelar, dijaja. lalu, kolektor membeli dan memamerkannya dalam etalase-etalase kebanggaan dunia, membenarkan setiap kata dari pemilik barunya.
dan lihatlah keangkuhan telah merambatinya, memakannya perlahan, menancapkan akar angkara murka hingga membuatnya retak dan pecah, tak lagi berharga!
pualam hati semakin langka, imitasinya  meraja lela. dan luar biasanya, semua menjadikannya perhiasan dengan bangga. perlahan, tiang kesadaran timpang, nurani tercerabut dari fondasi. semoga ini tidak berketerusan, semoga tak runtuh langit kemanusiaan.
Jakarta, 8 Januari 2019 Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H