Dalam waktu dekat, pimpinan tertinggi Korea Utara akan mengunjungi Korea Selatan. Kunjungan ini oleh beberapa pihak sebagai langkah bersejarah menuju reunifikasi semenanjung Korea. Kunjungan Kim Jong Un juga merupakan kunjungan pertama pimpinan Korea Utara ke Korea Selatan sejak perang Korea tahun 1950 hingga gencatan senjata di tahun 1953.
Keadaan yang terjadi di semanjung Korea saat ini tidak lepas dari peristiwa Perang Dunia II. Perang yang berkecamuk dari tahun 1939 hingga 1945 itu melibatkan 2 koalisi besar. Pihak Sekutu yang dimotori oleh Inggris, Perancis, Uni Soviet, Amerika dan Cina, berhadapan dengan Pihak Poros Fasis dengan Jerman, Italia, Jepang sebagai pemain utamanya.
Negara-negara yang kalah, termasuk negara-negara yang sempat dikuasai oleh Poros Fasis selama perang, menjadi ajang perebutan pengaruh  ideologi dari pemenang perang. Inggris, Perancis, Amerika yang liberal dan di sisi lain Cina dan Uni Soviet yang berhaluan komunis.
Korea Utara dan Korea Selatan didirikan di tahun 1948, Jerman Barat dan Jerman Timur di tahun 1949, sedangkan Vietnam Utara dan Vietnam Selatan di tahun 1950. Artinya butuh 3 hingga 5 tahun sejak Perang Dunia II berakhir, barulah negara-negara tersebut terbentuk. Tentu secara tidak langsung kita dapat membaca adanya negosiasi panjang dan alot antara 2 pihak pemenang perang yang berbeda ideologi ini. Â Â
Selanjutnya kita juga maklum bahwa Korea Utara, Jerman Timur dan Vietnam Utara dibentuk dan diakui oleh haluan komunis, sebaliknya Korea Selatan, Jerman Barat dan Vietnam selatan adalah bentukan pihak liberal. Pembentukan negara-negara tersebut lebih merupakan aksi dan reaksi dari pihak-pihak pemenang perang dengan ideologi berbeda ini, ketimbang keinginan rakyat setempat yang lebih memilih satu tanah air yang utuh.
Ho Chi Minh di Vietnam Utara akhirnya mewujudkan reunifikasi Vietnam, setelah menguasai Vietnam Selatan. Penggabungan Vietnam adalah jalan berdarah melalui perang panjang dari tahun 1957 hingga 1975. Tentu saja perang ini melibatkan pihak Cina dan Uni Soviet di satu pihak dengan Perancis, Inggris dan terutama Amerika di lain pihak. Pada tanggal 2 Juli 1976 Vietnam bersatu, setelah tentara Vietnam Utara menduduki Saigon di Selatan pada April 1975.
Satu hal yang pasti, Ho Chi Minh berhasil menduduki Vietnam Selatan karena mendapat support penuh dari Cina dan Uni Soviet. Sementara lawannya di selatan ditinggalkan begitu saja oleh Amerika karena perubahan kebijakan pemerintah dan tekanan publik di dalam negerinya sendiri.
Pada tahun 1985, Mikhail Gorbachev dengan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi-modernisasi) membawa angin perubahan di Uni Soviet. Jerman Timur yang saat itu mendapat dukungan penuh dari Uni Soviet di tengah keterpurukan ekonominya menjadi kehilangan pegangan. Dan lima tahun kemudian, Jerman pun bersatu. Soviet sendiri runtuh dan pecah menjadi 15 negara. Salah satunya adalah Rusia.
Kita kembali ke Semenanjung Korea. Saat ini, Kim Jong Un tidak lagi menikmati dukungan penuh Cina maupun Rusia (bukan lagi Uni Soviet), seperti yang dirasakan oleh mendiang kakeknya Kim Jung Ill. Sementara secara ekonomi maupun militer, Korea Utara sangat bergantung kepada kedua negara tersebut, terutama sekali Cina.
Menurut Nicholas Eberstadt, seorang konsultan Bank Dunia, sejak tahun 1990 an, 90 persen kebutuhan energi, 80 persen kebutuhan barang konsumsi, dan 45 persen kebutuhan makanan Korea Utara berasal dari perdagangannya dengan Cina.
Cina saat ini tidak lagi melihat idealisme ideologi sebagai tujuan utama. Di bawah Deng Xiaoping, Cina mereformasi ekonomi secara besar-besaran, mengijinkan dan mendorong individu untuk kaya. Sebuah prinsip yang jauh di luar koridor ideology komunis yang sama rata, sama rasa. Secara ekonomi,Â
Cina sekarang cenderung liberal, dengan tetap menolak demokrasi untuk sisi politiknya. Â Cina tidak lagi melihat Korea Utara sebagai partner strategis ideologi, sementara secara ekonomi, Korea Utara juga tidak berarti banyak untuk Cina.
Di tengah kondisi demikian, Korea Utara tidak lagi banyak punya pilihan. Mengisolasi diri tanpa dukungan Cina, berarti kehancuran. Kim Jong Un secara cerdik memainkan diplomasi hulu ledak nuklirnya untuk menarik perhatian dunia. Dan ia jelas berhasil mendapatkannya. Tak kurang seorang Trump harus menemuinya di Singapura. Kim Jong Un pun berhasil membawa langkah lebih dekat ke arah reunifikasi Semenanjung Korea, tanpa harus kehilangan muka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H