Teori pembangunan ekonomi neo-klasik telah menjadi kerangka kerja utama dalam ekonomi modern. Namun, ada sejumlah kritik terhadap pendekatan ini. Pertama, teori ini terlalu bersifat individualistik dan cenderung mengabaikan aspek sosial dan budaya dalam pembangunan ekonomi. Teori pembangunan ekonomi neo-klasik dikenal karena penekanannya pada prinsip-prinsip pasar bebas dan kebebasan individu. Dalam pendekatannya, individu dan perusahaan dianggap sebagai agen ekonomi yang bertindak semata-mata untuk memaksimalkan keuntungan pribadi mereka. Masyarakat tidak selalu dapat direduksi menjadi sekadar kumpulan individu yang mengejar keuntungan pribadi. Aspek-aspek seperti norma sosial, budaya, dan nilai-nilai bersama juga memengaruhi bagaimana ekonomi beroperasi. Teori neo-klasik cenderung mengabaikan dampak sosial dan budaya ini.
Selain itu, teori ini sering mengabaikan masalah ketimpangan ekonomi. Dalam kerangka neo-klasik, pasar bebas diharapkan akan mengarah pada efisiensi ekonomi, tetapi dalam prakteknya, ini sering kali berarti bahwa kekayaan dan sumber daya cenderung terkonsentrasi di tangan sedikit orang, meningkatkan ketidaksetaraan. Teori ini kurang memperhatikan upaya yang diperlukan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi yang dapat menghambat pembangunan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, ekonomi pembangunan Islam menawarkan perspektif yang berbeda. Ia menggunakan Islam sebagai pandangan dunia yang mempromosikan nilai-nilai keadilan, persamaan, dan keberkahan dalam pembangunan ekonomi. Ekonomi Islam menekankan pentingnya zakat, sedekah, dan konsep keadilan distribusi yang mengarah pada pengurangan ketimpangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, pendekatan ini dapat membantu mengatasi kecenderungan ketidakseimbangan ekonomi yang sering diasosiasikan dengan teori neo-klasik.
Namun, ada juga kritik terhadap ekonomi pembangunan Islam. Beberapa menganggap bahwa menerapkan aspek-aspek tertentu dari hukum Islam dalam ekonomi modern bisa sulit dan kompleks. Selain itu, pemahaman yang beragam tentang konsep-konsep Islam dapat mengarah pada perbedaan interpretasi yang signifikan dalam praktiknya.Â
Ketika kita berbicara tentang penerapan konsep-konsep Islam dalam ekonomi, penting untuk diingat bahwa Islam adalah agama yang sangat luas, memiliki beragam pandangan, aliran, dan interpretasi. Inilah salah satu alasan mengapa pemahaman yang beragam tentang konsep-konsep Islam dapat mengarah pada perbedaan interpretasi yang signifikan dalam praktiknya. Contoh yang konkret adalah dalam hal penerapan prinsip keuangan Islam, seperti larangan riba (bunga) dan perintah untuk memberikan zakat.Â
Dalam perbandingan akhir, sementara teori pembangunan ekonomi neo-klasik cenderung mengabaikan aspek sosial dan budaya, ekonomi pembangunan Islam memberikan perhatian khusus pada nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam dalam proses pembangunan ekonomi. Namun, tantangan dalam menerapkan ekonomi Islam di dunia nyata perlu diatasi. Oleh karena itu, sebaiknya kita mencari titik temu antara kedua pendekatan ini, menggabungkan elemen-elemen yang baik dari masing-masing untuk menciptakan model pembangunan ekonomi yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H