Beginilah suasana tiap pagi di rumah Sofiah, rumah sederhana, wadah menyempurna. Rumah cinta dan rasionalitas, wadah silaturahmi jiwa. Setiap pagi, akan didapati gelas kopi yang tinggal ampas, berserakan di lantai. Kadang juga masih separoh terisi. Bungkus rokok, jangan ditanya. Berbatang-batang rokok tumbang, menjelma abu yang diterbangkan angin.
Cuman itu? Tentu tidak. Apa spesialnya jika cuman itu. Yang spesial, terdapat juga beberapa buku berserak meninggalkan rak-raknya. Sebagian tertumpuk, sebagian tergeletak di lantai. Sebagian tertutup, sebagian dibiarkan terbuka melambai. Papan tulis putih menjelma hitam, penuh tulisan yang rumit dibaca. Namun bisa diterka, itu adalah kerangka-kerangka teori.
Fiks. Semalam, mungkin juga tiap malam, ada pesta di rumah Sofiah. Pesta apa? Pesta manusia. Yah pesta manusia. Buku, papan tulis, spidol adalah jejak-jejak pesta manusia. Kopi dan rokok, adalah bumbunya. Dalam pesta manusia, tak ada tuak, tak ada yang bikin muak. Tak ada penari striptis, tak ada transaksi-transaksi pragmatis.
Pesta manusia adalah proses persejiwaan, bukan persetubuhan. Jiwa-jiwa yang bersenyawa, berdansa dalam gagasan. Jiwa-jiwa yang kontra, berlaga dalam logika. Yang tak cukup argumentasi, tumbang tanpa berdarah.
Tercium aroma gagasan yang berguguran, tercium pula wangi gagasan yang bermekaran. Yah, persejiwaan selalu melahirkan ide-ide baru. Yang kelak, akan menjelma anak-anak ideologis.
Dalam pesta manusia, terjalin relasi antar jiwa. Tamu-tamu dilihat dari isi jiwa mereka; berilmu atau kosong. Jika berilmu, teraplikasi dalam laku atau tidak; beradab atau justru biadab. Kuncinya, pengetahuan dan pengkhidmatan.
Yang paling menawan adalah yang paling komprehensif dan argumentatif pengetahuannya, serta paling berbudi luhur perilakunya. Qul hatu burhanakum, in kuntum shodiqin. Mana argumentasimu, jika kamu benar, begitu firman Tuhan dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 111. Adapun pesona raga, wajah, harta dan semua perkara artifisial lainnya, sedapat mungkin dimandulkan daya magnetnya. Keanggunan suara tak boleh mengintervensi independensi dan aura keagungan akal.
Bayangkan jika setiap rumah adalah Sofiah, adalah wadah pencerahan. Bayangkan jika setiap rumah menggelar pesta manusia. Bayangkan ada berapa banyak anak-anak ideologis yang terlahir dari persejiwaan.
Krisis kemanusiaan melahirkan krisis kepemimpinan. Krisis kepemimpinan berdampak pada krisis ekonomi, politik budaya, adab dan krisis-krisis lainnya. Efeknya, kriminal jalanan tumbuh menjamur akibat dari banyaknya kriminal jabatan. Dan semua itu, adalah akibat dari krisis pesta manusia.
Pesta manusia harus dimulai. Gerakan pencerahan harus dihidupkan. Dan itu mendesak. Mengapa? Karena kita adalah manusia. Apalah artinya menyandang spesies manusia, jika tak hadir dalam pesta manusia.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H