BEDA Gubernur, beda pula gagasannya.
Ketika kang Aher menjadi Gubernur, Kredit Cinta Rakyat atau KCR menjadi program unggulan di Jawa Barat. Kredit ini untuk pengusaha kecil. Yakni pengusaha yang memiliki omzet antara 300 juta sampai 2,5 milyar rupiah.Â
Itu sebabnya pengusaha mikro -yang omzetnya dibawah itu- tidak dapat menikmatinya. Mengapa begitu? Karena sumber dana KCR berasal dari APBD Provinsi. Kewenangan penganggaran untuk usaha mikro hanya di pemerintah Kota/Kabupaten.
Lain halnya di Kota Bandung, ketika Ridwan Kamil menjadi Wali Kota. Inovasi menggulirkan kredit usaha mikro, sepenuhnya menggunakan dana  sendiri bank. Tidak menggunakan dana APBD.Â
Begitupun ketika menjadi Gubernur.
"Tiga produk kredit dari Kota Bandung akan dibawa ke Jawa Barat," Â begitu media memberitakannya.Â
Tiga jenis kredit yang dulu dikenal sebagai "Kredit Tanpa Agunan", "Kredit Tanpa Bunga", "Kredit Melawan Rentenir", "Kredit Berbasis Masjid" -semuanya akan diboyong ke Jawa Barat.Â
Apa saja tiga jenis kredit dari Kota Bandung itu?
Pada dasarnya bisnis model -ketiga kredit itu- hampir sama. Yang membedakan adalah key partnerships. Yakni Forum Rukun Warga (RW), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ketua Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Â
Bayangkan jika satu RW membina 1 kelompok usaha, maka Kota Bandung memiliki potensi 1.500 RW x 5 debitur atau 7.500 debitur. Begitupun organisasi islam formal -terdapat sekitar 4.000 masjid- di Kota Bandung. Bagaimana dengan PKK? Jangan lupa setiap ibu ketua RW -selaku pengurus PKK- berpeluang membina sekurang-kurangnya 1 kelompok usaha. Tidak heran jika dalam 3 tahun tersalurkan ke 18.000 warga -senilai lebih dari 58 milyar rupiah. Hanya di Kota Bandung saja.
Inovasi produk