Mohon tunggu...
Rio Zakaria
Rio Zakaria Mohon Tunggu... Konsultan - Advocates & Counsellors at Legal Risk

Harus Tangguh Seperti Pohon Kurma

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Risiko Hukum Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19

18 April 2020   15:30 Diperbarui: 23 Januari 2021   14:43 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi peningkatan kredit bermasalah, likuiditas dan permodalan perbankan. kebijakan ini merupakan peluang bagi debitur terdampak virus corona (Covid-19).  Namun sekaligus merupakan kekhawatiran bagi pejabat bank : akibat hukum jika tidak sesuai prinsip kehati-hatian.

Gambaran Umum

Restrukturisasi kredit adalah terminologi keuangan yang digunakan perbankan dalam penyelamatan perkreditan -melalui penurunan  suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau penangguhan pembayaran pokok.

Dasar hukum restrukturisasi kredit :  UU No. 7 Tahun 1992 jo. UU No. 10 Tahun 1998, Peraturan Presiden No . 3 Tahun 2006, POJK No. 11/POJK.03/2020 serta ketentuan lainnya.

Risiko Hukum

Seringkali kita melihat perbedaan pandangan mengenai kredit bermasalah mengenai pengenaan pasal dakwaan. Yakni pasal pidana sesuai UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU RI No. 20 tahun 2001, ataukah pasal dalam UU No. 10 tahun 1998  tentang Perbankan? Restrukturisasi kredit adalah objek hukum perdata. Namun jika terdapat oknum pejabat bank yang memberikan fasilitas restrukturisasi secara melanggar hukum  -dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi (Tipikor). 

Ketentuan Internal Perusahaan

Unit kerja pelaksana restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 di suatu perusahaan, harus  memastikan sistem operasional dan prosedur (SOP) sudah mengakomodir risiko hukum -terkait unsur-unsur pidana Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Sekurang-kurangnya dua hal :

1.     Unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. 

Pengertian "memperkaya" adalah perbuatan yang dilakukan untuk menjadi lebih kaya lagi. Perbuatan  ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara. Misalnya menjual/membeli, menandatangani kontrak, memindahbukukan dalam bank -secara melawan hukum- akan dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.

Perusahaan harus memastikan integritas karyawan kepada debitur secara acak paska realisasi restrukturisasi kredit, dan secara pasif menyediakan instrumen pengaduan nasabah restrukturisasi melalui surat, whatsapp atau aplikasi lainnya

2.     Unsur  melawan hukum

Perbuatan melawan hukum secara formil berarti perbuatan yang melanggar/ bertentangan dengan undang-undang. Sedangkan  melawan hukum secara materil  berarti : meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun adalah melawan hukum apabila perbuatan itu dianggap tercela. Karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat.

Perusahaan harus memastikan hal-hal sebagai berikut :

  • Tersedia Pedoman Tata Naskah Dinas Perusahaan, secara lengkap dan berjenjang;
  • Tersedia Sistem Operasional dan Prosedur (SOP) yang mengatur tentang :
    •  memisahkan pejabat / petugas yang bertanggung jawab terhadap operasional / bisnis dengan pejabat / petugas yang bertanggung jawab terhadap administrasi;
    • memisahkan tugas /wewenang/ tanggung jawab setiap pegawai, mulai dari level terendah sampai tertinggi.
    • memisahkan secara jelas alur dan dokumen yang bersifat operasional dengan alur dan dokumen yang bersifat administratif
    • Memiliki checklist dokumen lengkap yang di tandangani / paraf, sebagai alat pembuktian jika terjadi kasus pidana.
  • Pada umumnya SOP perbankan disusun oleh unit kerja yang tidak faham dengan hukum. Khususnya tentang pembuktian. Bahkan arsip atau dokumen diarsipkan tanpa memisahkan -mana bukti hukum, mana dokumen internal "catatan" bank. Akibatnya jika terjadi kasus hukum, maka semua saling menyalahkan. Semua berusaha menyelamatkan diri. Risikonya : "Salah lima, jadi salah sepuluh"...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun