Selain situs candi Gedong Songo, di Desa Candi Kecamatan Bandungan sebenarnya ada situs lain dari masa Jawa Klasik. Situs itu dikenal dengan situs candi Asu. Situs ini mungkin kurang dikenal oleh banyak orang seperti candi Gedong Songo. Mungkin hal ini dikarenakan lokasinya yang berada di hutan bambu yang membuat situs ini kurang diketahui oleh masyarakat luas. Lokasi situs candi Asu bisa dibilang tidak jauh dari Gedong Songo.
Pada pertengahan 2021 yang lalu saya menyempatkan berkunjung ke candi ini seorang diri. Saya seringkali berkunjung ke situs-situs sejarah sendirian karena saya tidak terikat dengan komunitas pecinta benda purbakala di Kabupaten Semarang. Jika dari Kota Semarang, mungkin untuk menuju ke situs ini membutuhkan waktu sekitar 50 hingga 60 menit perjalanan. Situs ini juga terbilang tidak jaun dari rumah saya. Antara rumah saya dengan situs ini hanya berjarak sekitar 3 kilometer saja. Oleh karena itulah saya memutuskan untuk berkunjung ke situs ini dengan menggunakan kendaraan pribadi yakni sepeda motor.
Sebelum saya berkunjung ke situs ini saya penasaran seperti apa rupa dari candi ini. Saya sangat beruntung ketika itu karena ketika saya berkunjung ke situs candi Asu cuaca sangat terang. Pada mulanya saya memutuskan untuk mencari lokasi dengan menggunakan google map. Namun hasilnya saya malah dibikin bingung. Saya akhirnya memutuskan untuk bertanya kepada warga sekitar. Dan akhirnya sampailah saya tiba di lokasi yang sangat inginkan. Ketika saya melihat situs candi Asu saya melihat pemandangan yang sangat memprihatinkan. Yaitu pemandangan candi yang hanya berupa reruntuhan saja. Sungguh sangat jauh dari apa yang saya bayangkan.
Suasana disitus candi sangat sejuk dan sunyi. Hal ini maklum karena situs ini yang lokasinya berada di tengah hutan bambu. Ketika saya melihat-lihat situs candi, saya tidak sengaja melihat bekas sesaji. Sepertinya baru saja ada orang yang selesai ibadah di tempat tersebut. Karena saya pertama kali ke situs itu saya memutari situs candi sambil melihat dan memotret bagian-bagian candi yang hanya tinggal reruntuhan saja.
Nama "Asu" yang disematkan pada situs ini karena ada arca yang berbentuk binatang asu. Oleh karena itulah masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama situs candi Asu. Asu dalam bahasa Jawa artinya adalah anjing. Jika saya melihat susunan batuan dan ornamen yang menghiasi batuan candi, sepertinya candi ini dibangun lebih tua dari candi Gedong Songo. Hal ini bisa dilihat dari bentuk ornamen candi seperti Kirtimukha yang bentuknya masih sederhana.
Candi Asu adalah candi yang bercorak aliran Hindu Siwa. Hal ini terlihat dari bagian candi yang terdapat lingga dan arca nandini. Arca nandini adalah arca yang berbentuk binatang Sapi yang diyakini oleh umat Hindu sebagai kendaraan Dewa Siwa. Belum jelas fungsi dan tujuan dibangunya candi namun dapat diinterpretasikan candi ini sepertinya dibangun untuk sarana pemujaan terhadap para Dewa.
Jika melihat dari letak geografis candi yang berada dekat dengan permukiman masyarakat, maka dapat disimpulkan permukiman yang ada di sekitar candi sudah lama. Kemungkinan Desa Candi yang menjadi tempat didirikanya candi Asu dahulunya adalah wilayah perdikan atau sima. Wilayah perdikan atau sima adalah wilayah yang ditetapkan oleh para penguasa Jawa Klasik sebagai wilayah yang bebas pajak. Suatu wilayah ditetapkan sebagai wilayah perdikan atau sima biasanya karena memiliki jasa kepada kerajaan atau penduduk setempat diwajibkan untuk memelihara fasilitas yang dibangun oleh kerajaan seperti candi.
Walaupun candi Asu terletak di lokasi yang cukup sunyi tetapi saya tetap tertarik mengunjungi situs ini. Bagi saya situs candi tidak hanya sebuah peninggalan bangunan bersejarah saja. Namun dari situs candi itulah kita bisa belajar dan juga menguak kehidupan nenek moyang kita dimasa lalu. Belajar dari masa lalu bagi saya adalah sebagai bekal untuk mengarungi kehidupan di masa yang akan datang. Oleh karena itulah, mestinya situs ini dijaga dan dirawat kelestarianya agar anak cucu kita nanti bisa mempelajari dan memahami sejarah masa lalu bangsanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H