Tahun 2011 merupakan tahun kelam bagi anak-anak di Indonesia. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), di wilayah Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek) angka bunuh diri usia anak hingga remaja tercatat mencapai 23 kasus. Sembilan anak yang melakukan bunuh diri itu disebabkan karena putus cinta, enam anak karena masalah sekolah, dan delapan anak karena permasalahan keluarga. Cara bunuh diri yang mereka tempuh yaitu 15 anak gantung diri, 5 anak minum racun, dan 3 anak terjun bebas dari ketinggian. Dari 23 anak itu, enam anak berhasil diselamatkan dari percobaan bunuh diri, sementara tujuh belas anak lainnya tewas. Di samping itu, Komnas PA juga mencatat ada 2.508 kasus kekerasan terhadap anak di Jabodetabek, meningkat dari tahun 2010 yang tercatat 2.413 kasus. Sebagian besar atau sekitar 62,7 persen merupakan kasus kekerasan seksual. Yang sangat memprihatinkan, dalam bukti temuan Komnas PA sepanjang 2011 tercatat 1.851 kasus tindak kriminal dilakukan oleh anak-anak. Dari jumlah tersebut, 52 persen anak melakukan tindak pidana pencurian. Disusul dengan kekerasan, perkosaan, narkoba, perjudian dan penganiayaan. Mirisnya dari 1.851 pelaku kejahatan anak-anak, 89 persen harus berakhir di penjara. Tidak hanya di Jabodetabek, di beberapa daerah lainnya juga terjadi hal demikian. Seperti di Jember misalnya, tercatat 5-10 berkas perkara dengan tersangka anak-anak diajukan ke Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jember, Achmad Sudjayanto. “Perkara dengan tersangka anak-anak memang cukup tinggi. Setiap bulan saya menerima 5-10 berkas perkara dari penuntut umum,” kata Achmad Sudjayanto. Selain pencurian, Sudjayanto mengatakan, ada kasus perkelahian dengan teman. Beberapa perkara antara lain perkosaan dan pembunuhan. Rata-rata pelaku kejahatan berusia 12-14 tahun. Pada akhir 2011 ini, Lembaga Pemasyarakatan Jember memiliki 42 tahanan, salah satunya perempuan, dan empat napi anak. Sebagian kasus pencabulan dan perkelahian geng berada di wilayah pelosok Jember. “Ini pengaruh lingkungan. Akses teknologi informasi semakin mudah, pengawasan orang tua semakin minim. Orang tua ketinggalan dalam urusan teknologi informasi. Anak-anak melek internet, tapi ulama dan orang tua belum menjangkau,” kata Sudjayanto. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kepulauan Riau mencatat sebanyak 150 kasus kejahatan yang melibatkan anak-anak dan pelajar sepanjang tahun 2011 ini. Erry Syahrial, komisioner KPAID Kepri mengatakan tercatat 134 kasus terhadap anak yang terekspose di media dan laporan resmi yang masuk ke lembaga ini hanya tercatat 67 kasus dan telah selesai proses hukumnya. “Hampir 60 persen kasus terhadap ini terjadi di Batam,” ujar Ery sebagaimana dimuat Batamtoday, Rabu (21/12/2011) dalam acara Talk Show KPAID dalam melindungi anak, pelajar dan remaja Batam dari pergaulan bebas, eksploitasi anak dan trafficking (penjualan orang). Sebagaimana di Jabodetabek dan Jember, di Kepulauan Riau kasus pencurian mendominasi keterlibatan anak dan remaja dan kemudian diikuti kasus pencabulan atau pelecehan seksual. Sementara di daerah Batam, kasus pencabulan menjadi urutan pertama dan pencurian menjadi kasus kedua yang melibatkan anak dan pelajar. “Di Batam yang lebih menonjol adalah kasus pencabulan, baik itu anak-anak dan pelajar juga menjadi salah satu pelaku kejahatan,” terangnya. Senada dengan Achmad Sudjayanto, Erry mengatakan bahwa peran orang tua dan sekolah sangat berperan penting dalam menekan angka kasus kejahatan terhadap anak ini, sebab bimbingan pendidikan dan bekal agama sangat mempengaruhi mental anak dalam perkembangan mereka. “Lingkungan sangat berperan penting bagi perkembangan anak, apalagi sekarang teknologi semakin canggih sehingga mereka dapat mengakses apa saja dengan mudah di zaman sekarang ini,” tambah Erry. *** Khusus di Jakarta, pada tahun 2011 media massa sempat diramaikan dengan perseteruan antara jurnalis dengan pelajar salah satu SMA. Perseteruan itu, menurut kabar beberapa media, dikarenakan salah satu dari seorang jurnalis menjadi korban aksi brutal pelajar yang merusak kamera jurnalis TV karena tidak terima dirinya diliput saat sedang terlibat aksi tawuran. Mengenai aksi tawuran pelajar, data Komnas PA mencatat pada tahun 2011 angka kasus tawuran pelajar meningkat 100 persen dibanding tahun sebelumnya. Jika tahun 2010 tercatat ada 128 kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 339 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pelajar yang melakukan tawuran secara umum memiliki karakteristik yang sama, di antaranya kurang sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan tidak bertanggung jawab secara sosial. Ketua Komnas PA, Aris Merdeka Sirait mengatakan, umumnya pelajar yang kerap tawuran adalah yang mengalami gangguan secara emosional dan sangat reaktif, tidak berfungsinya hati nurani, menyukai tantangan dan bahaya. “Mereka juga kerap mencerbukan diri dalam suatu kegiatan tantangan tanpa menyadari resikonya, sulit berdisiplin dan mengontrol diri, liar, dan cenderung jahat,” ujar Aris. Menurutnya, pemerintah dan lingkungan sekolah perlu melakukan sosialisasi, bahkan kampanye anti kekerasan untuk menekan budaya kekerasan yang sudah hinggap di kalangan generasi penerus bangsa ini. *** Dari perseteruan antara jurnalis dan pelajar salah satu SMA di Jakarta itu, sempat mencuat pula ke permukaan mengenai kehidupan para pelajar di SMA dengan Standar Internasional. Salah satu orang tua murid di SMA 70 Jakarta misalnya, dia mengungkapkan kehidupan siswa-siswi yang begitu bebas di dalam sekolahnya. Di kantin, siswa-siswi digambarkan bisa bermesra-mesraan dan bahkan tidur bersama dengan rok yang tersingkap. Menurut orang tua siswa yang juga alumni sekolah tersebut, nuansa kehidupan siswa-siswi dengan seks bebas telah berlangsung di SMA tersebut. Pada kenyataannya, perilaku seperti itu ternyata juga terdapat di banyak sekolah lainnya di Indonesia, bahkan di sekolah dengan label sekolah Islam. Di kantin-kantin atau setelah pulang sekolah mereka berkumpul di suatu tempat dan saling bermesraan tanpa rasa malu lagi. Kontrol sosial terhadap mereka juga terkesan sudah tidak ada lagi. Tidak ada orang yang menegur para pelajar saat bermesraan di ruang publik. Pernahkan Anda menegur mereka saat bermesraan di mall? Di kendaraan umum?