Mohon tunggu...
Rio Capri
Rio Capri Mohon Tunggu... -

tinngi tegap

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Karma dan Tabur Tuai

28 April 2014   01:14 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:07 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

I. Pendahuluan

Secara umum orang mengartikan karma dengan arti seram. Karena seramnya, sering muncul nasehat untuk tidak melakukan suatu kesalahan atau dosa, agar tidak mengalami karma. Oleh karena itu pemahaman tentang karma menjadi karma menjadi negatif. Karma senantiasa dibicarakan sebagai hal yang tidak baik, tetapi arti karma sebenarnya adalah perbuatan dan hasil dari perbuatan itu. Karena sesungguhnya antara perbuatan dan hasilnya tak pernah bisa dipisahkan. Suatu perbuatan itu sudah satu paket dengan hasilnya, bagaikan dua sisi mata uang. Selanjutnya, yang dikatakan perbuatan itu adalah pikiran, perkataan, dan tindakan. Apa saja yang dilakukan di antara ketiganya akan membuahkan hasil. Demikianlah karma itu, sehingga karma dianggap sebagai sebuah hukum, yang memiliki kepastian. Kadangkala keberadaan hukum karma disamakan dengan nasib, bahkan suratan takdir. Di balik itu perlu dipahami bahwa suratan itu ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, sama sekali bukan oleh orang atau pihak lain. Kalau perbuatan yang dilakukan baik, ya pasti hasilnya akan baik juga. Kalau yang dilakukan adalah perbuatan yang tidak baik, ya hasilnya juga demikian. Oleh karena ada satu aksi, akan ada suatu reaksi, dan seterusnya. Hukum inilah yang mengatur kehidupan di alam semesta dan kehidupan semua mahluk hidup.

Gautama adalah sang Budha, manusia yang tercerahkan atau terbangun. Para pengikutnya dapat juga mencapai pencerahan yang dialami oleh Buddha jika mereka mengikuti ajarannya.Dalam pandangan Gautama kehidupan spiritual belum bisa dimulai sebelum manusia membiarkan dirinya dikuasai oleh kenyataan adanya penderitaan, menyadari bagaimana hal itu benar-benar mempengaruhi seluruh kehidupan manusia. Kita juga tahu bahwa semua agama mengajarkan untuk mengubah sikap ego kita. Di dalam agama Budha karma adalah suatu doktrin yang artinya Tindakan, pekerjaan, perbuatan, tugas moral, hasil, pengaruh. DiDalam konsep ajaran Agama Buddha istilah karma sangatlah banyak dipergunakan dan keberadaannya sangat lekat dengan kehidupan umat. Sering sekali hukum karma disamakan dengan nasib, bahkan suratan takdir. Di balik itu perlu dipahami bahwa suratan itu ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, sama sekali bukan oleh orang atau pihak lain. Mengapa orang bisa salah paham tentang karma dan bagaimana karma menurut pandangan agama budha?

II. Terminologi Kata

2.2 Apa yang disebuat dengan Budha?

Secara etimologi perkataan “Budha” merupakan berasal kari kata “Buddh” yang artinya bagun. Jadi orang Budha ialah orang “yang bagun”, artinya orang yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang berada di tengah-tengah cahaya pemandangan yang benar. Ketika seseorang itu telah mencapai hal tersebut ia (seorang Budha) akan diberi nama yang lain misalnya Bhagavat (yang luhur) dan Tathagata (yang sempurna). Selanjutnya seorang Budhda merupakan orang yang mendapatkan pengetahuan dengan kekuatannya sendiri dan seorang Budha ketika ia mencapai pengetahuan itu tidak dengan mendapat wahyu dari Allah, juga tidak dengan mempelajari kitab suci atau dengan pengajaran dari seorang guru, seperti yang dikatakan Budha dalam Mahavagga I, 6, 7: “aku sendiri yang mencapai pengetahuan, akan kukatakan pengikut siapakah aku ini? Aku tak mempunyai guru, akulah guru yang tidak ada bandingnya”. Tetapi dengan ini tidak dinyatakan, bahwa seseorang manusia itu tidak dapat mencapai kebahagiaan seluruhnya dari dirinya sendiri. Tetapi seorang Budha sendiri selama hidupnya tidak dapat menerima dari seorang Budha yang lain, dorongan memberi pemandangan yang benar kepadanya. Sebab selama seorang Budha hidup, pada masa itu juga tidak ada Budha yang lain.

Dalam pemahaman yang lain seorang Budha bukanlah Juruslamat yang melepaskan manusia dengan pengampunannya, melainkan seorang Budha merupakan petunjuk jalan terhadap kebaikan. Tetapi seorang Budha sangatlah berbeda dengan orang lain, dimana seorang Budha telah mecapai yang lebih tinggi dari manusia dan telah berhasil dalam mengalahkan godaan (hawa nafsu), dan seorang budha memiliki suatu kekuatan untuk melakukan suatu mujizat dari bodhisattwa (yaitu orang yang mengharapkan martabat Budha). Tetapi dalam hal ini, yang perlu diperhatikan bahwa di dalam agama Budha tidak pernah diajarkan, bahwa seorang Budha itu tidak menjadi pencipta atau yang memerintah dunia dengan penderitaan, melainkan ia hannya seorang guru yang memberikan pengajaran yang benar kepada manusia.

2.1 Penngertian Karma Secara Umum

Dalam kamus besar bahasa Indonesia karma diartikan dalam dua pengertian yaitu: 1. Karma dipandang sebagai perbuatan manusia ketika ia hidup di dunia sebagai umat Tuhan yang sekedar malakukan darma. 2. Karma dipandang sebagai hukum sebab-akibat, yang bukan hannya menguasai manusia tetapi juga merupakan suatu hukum yang mutlak dari alam. Secara harafiah karma diartikan sebagai perbuatan, tindakan, atau kegiatan. Seseorang yang terkena karma maka dia telah terkena akibat atau hasil perbuatannya di masa lampau atau disaat itu juga, entah berupa karma baik karena perbuatan baik atau karma jelek karena menyakiti atau merugikan orang lain.

Karma berasal dari kata Sansekerta Kriyang bertarti berbuat, bertindak, atau bekerja. Karma juga merupakan doktrin kerja agama Hindu yang mengajarkan bahwa setiap kerja akan membuahkan hasil (karma) ini disebuat karmaphala. Dimana setiap kerja baik akan membuahkan yang baik begitu juga dengan sebaliknya, setiap kita mengerjakan yang buruk akan menghasilkan yang buruk. Tanpa kerja kehidupan kita sehari-hari tidak dapat terlaksana, karena itu bekerjalah tanpa menhitung hasinya. Demikian doktrin kerja yang diajarkan dalam kitab suci Bhagawadgita.

2.2 Pengertian Karma dalam Budha

Dalam agama Budha karma berarti perbuatan yang disertai kehendak (cetana) serta faktor lainnya. Karma meliputi semua perbuatan, yang dilakukan tubuh, ucapan maupun pikiran, dan setiap perbuatan akan mengahasilkan buah atau akibat perbuatan (Vipaka atau Phala) dan kelahiran kembali. Dengan demikian karma tidak sama dengan akibat perbuatan atau nasib seseorang atau sekelompok orang atau bahkan suatu bangsa. Karma merupakan ajaran yang muncul pada zaman Upanishad, karma berakar pada ajaran tentang rta pada zaman weda yang artinya tata tertib alam semesta. Dalam pandangan Budha Karma merupakan suatu hukum yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Karma juga adalah hasil penitik-beratan sebab-akibat sendiri untuk penderitaan dan kebahagiaan. Seperti tampak dalam konsep reinkarnasi yang telah tersebarluas pada abad ke-6. Secara teoritis akan terlahir kembali setelah meninggal dalam kehidupan baru yang akan ditentukan oleh perbutan mereka dalam kehidupan mereka sebelumnya. Kamma yang buruk mengakibatkan anda akan hidup sebagai budak, binatang atau tanaman, karma yang baik akan menjamin kehidupan yang lebih baik pada kehidupan selanjutnya. Hukum karma yang sesungguhnya merupakan proses yang benar-benar netral yang berjalan dengan adil tanpa membeda-bedakan siapa pun.

III. Sejarah Munculnya Agama Buddha

Agama budha muncul pada ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya"). Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhim patipada). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri. Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau hanya "Buddha" saja, sebuah kata dalam Sanskerta yang berarti "ia yang sadar" (dari kata budh+ta). Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang sekarang hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab Mahayana, sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru. Dalam sejarah lahirnya/ munculnya agama budha, ajaran yang menjadi ciri khusus agama budha adalah Karma. Secara umum karma dipandang sebagai suatu hukum sebab akibat dan karma juga dipandang suatu hal yang mengerikan.

Gautama adalah sang Budha, manusia yang tercerahkan atau terbangun. Para pengikutnya dapat juga mencapai pencerahan yang dialami oleh Buddha jika mereka mengikuti ajarannya.Dalam pandangan Gautama kehidupan spiritual belum bisa dimulai sebelum manusia membiarkan dirinya dikuasai oleh kenyataan adanya penderitaan, menyadari bagaimana hal itu benar-benar mempengaruhi seluruh kehidupan manusia. Kita juga tahu bahwa semua agama mengajarkan untuk mengubah sikap ego kita. Di dalam agama Budha karma adalah suatu doktrin yang artinya Tindakan, pekerjaan, perbuatan, tugas moral, hasil, pengaruh.DiDalam konsep ajaran Agama Buddha istilah karma sangatlah banyak dipergunakan dan keberadaannya sangat lekat dengan kehidupan umat. Sering sekali hukum karma disamakan dengan nasib, bahkan suratan takdir. Di balik itu perlu dipahami bahwa suratan itu ditulis sendiri oleh yang bersangkutan, sama sekali bukan oleh orang atau pihak lain.

3.1 Karma Dalam Ajaran Agama Budha

Agama Budha pada dasarnya adalah agama yang meletakakan kepercayaan terhadap diri sendiri sebagai landasannya yang prinsipal. Umat Budha tidak mencari perlindungan pada satu kekuasaan atau kekuatan di luar dirinya sendiri. Seperti yang tertulis dalam kitab Dhammapada 160 menyatakan: “diri sendir sesungguhnya adalah perlindungan bagi diri sendiri, karena siapa pula yang dapat mnejadi pelindung bagi dirinya?. Setelah dapat mengenadalikan dirinya dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari”. Pelindungan pada diri sendiri yang dimaksudkan ialah berlindung pada karma yang dilakukan dengan keyakinan (saddha), bahwa:

a)Semua makhluk memiliki karmanya sendiri,

b)Semua makhluk mewarisi karmanya sendiri,

c)Semua makhluk lahir dari karmanya sendiri,

d)Semua makhluk berhubungan dengan karmanya sendiri,

e)Semua makhluk terlindung oleh karnya sendiri.

Karma adalah istilah bahasa Sanskerta yang berarti perbuatan, pekerjaan atau tindakan. Karma dapat dijelaskan sebagai kemauan fisik maupun batin, atau segala perbuatan, reaksi atau akibat yang dikehendaki. Ketika kita berbicara tentang karma, kita harus mengerti bahwa tubuh fisik, ucapan dan pikiran adalah tiga komponen yang merupakan pelaku karma. Karma yang dilakukan oleh fisik adalah membunuh, mencuri dan berzinah, karma yang dilakukan oleh perkataan adalah berbohong, memfitnah dan berbicara kasar, karma yang dilakukan oleh pikiran adalah keserakahan, kebencian dan khayalan .Agama Buddha juga mengajarkan bahwa karma menyebabkan kelahiran kembali. Kelahiran kembali yang dimasuk bukanlah lahir secara fisik/ jiwa, tetapi yang dilahirkan kembali adalah watak atau sifat-sifat manusia.

Dengan adanya “Karma”, maka manusia perlu dilahirkan kembali ke dunia atau yang dikenal dengan istilah “reinkarnasi”. Ketika seseorang semasa hidupnya di masa lalu, maka kemungkinan di kehidupan masa datang melalui reinkarnasi akan menjadi baik; tetapi jika tidak, maka kemungkinan kehidupan mendatang jauh lebih jelek dari masa lalu. Dalam pandagan agama Budha terdapat enam jalan reinkarnasi yaitu: Jalan sorga, neraka, manusia, binatang, asura dan setan. Dalam hal yang menentukan seseorang untuk masuk kedalam jalan reinkarnasi ditentukan oleh “karma”nya dimasa lalu. Dari penjelasan tersebut maka karma berarti perbuatan, tetapi bisa juga berarti kerja, tradisi atau hukum spiritual mengenai sebab-akibat tergantung pada konteks penggunaan kata tersebut. Menurut apa yang dilukiskan sang Budha, karma adalah hukum tanpa pengadilan dan konsekuensinya yang tak memihak, atau secara lebih sederhana adalah hukum tentang akibat yang mengikuti sebab. Segala Perbuatan yang memiliki tujuan adalah serupa dengan benih. Kelahiran dan kematian hanyalah momen-momen dalam suatu siklus yang tak mengenal akhir. Segala makhluk hidup terangkai dalam rantai ini, tidak hanya umat manusia. Umat manusia lebih beruntung karena mempunyai kecerdasan untuk menjangkau pengertian spiritual yang akan mengakhiri karma selamanya. Kita semua menderita atau menikmati buah hasil dari perbuatan kita di masa lalu, maka memuja atau membenci orang lain atau menyesal bukanlah ada gunanya. Yang ada gunanya adalah kita menjalankan delapan ruas suci, menggali sikap yang benar sehingga menghasilkan karma yang positif. Sang Budha bersabda, karmalah yang menentukan apakah makhluk hidup akan berada dalam keadaan rendah atau tinggi. Perbuatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pikiran, perkataan dan tindakan. Dari setiap perbuat tersebut akan membuahkan hasil. Dekianlah karma itu shingga dianggap sebagai suatu hukum yang pasti. Hukum karma (karm phala) yang dipandang sebagai suatu hukum sebab-akibat. Lain halnya dengan perbuatan yang tidak mengandung unsur kehendak dengan sendirinya tidak tergolong Karma yang dapat menimbulkan akibat atau hasil perbuatan misalnya:

1.Perbuatan yang netral murni, misalnya duduk, berdiri, berjalan, tidur, melihat dan lain-lain menurut keadaan yang wajar.

2.Perbuatan-perbuatan yang kelihatan baik atau jahat, namun tidak disertai kehendak. Misalnya:

a)Waktu berjalan, ada semut yang terinjak mati

b) Tanpa disadari, uangnya jatuh dan dipungut oleh seorang cacat yang amat memerlukan uang

Semua perbuatan akan menimbulkan akibat dan semua akibat akan menimbulkan hasil perbuatan. Akibat perbuatan disebut kamma-vipaka, dan hasil perbuatan disebut kamma-phala. Pendapat umum menyatakan bahwa hakikat tahap akhir pencerahan Sidharta berkaitan dengan hukum sebab-akibat. Dalam bahasa Sanskerta dikenal sebagai pratitya-samutpada. Secara harapiah kata ini berarti “asal musa berdasarkan ketergantungan”. Segala sesuatu di alam semesta tunduk kepada hukum sebab-akibat. Karena tidak sesuatupun di alam dapat mandiri atau muncul dengan sendirinya. Maka dalam hal ini segala yang ada memiliki sifat saling ketergantungan yang mempunyai sebab dan akibat. Dari segi perbuatan atau salurannya, kamma dibedakan atas:

1.Mano-kamma = perbuatan pikiran

2.Vaci-kamma = perbuatan kata-kata

3.Kaya-kamma = perbuatan badan jasmani

Sedangkan menurut sifatnya, kamma dapat dibagi menjadi dua bagian:

1.Kusala-kamma = perbuatan baik (Alobha : tidak tamak, Adosa : tidak membenci, Amoha : tidak bodoh)

2.Akusala-kamma = perbuatan jahat (Lobha : ketamakan, Dosa : kebencian, Moha : kebodohan).

Jadi Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan (kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Karma, mutlak-pasti dan harmonis-adil.Karma juga merupakan suatu hukum yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Karma juga adalah hasil penitik-beratan sebab-akibat sendiri untuk penderitaan dan kebahagiaan. Seperti tampak dalam konsep reinkarnasi yang telah tersebarluas pada abad ke-6. Secara teoritis akan terlahir kembali setelah meninggal dalam kehidupan baru yang akan ditentukan oleh perbutan mereka dalam kehidupan mereka sebelumnya. Kamma yang buruk mengakibatkan anda akan hidup sebagai budak, binatang atau tanaman, kamma yang baik akan menjamin kehidupan yang lebih baik pada kehidupan selanjutnya. Hukum kamma yang sesungguhnya merupakan proses yang benar-benar netral yang berjalan dengan adil tanpa membeda-bedakan siapa pun.

Dilain pihak agama Budha juga berpendapat bahwa, takdir diciptakan sendiri dalam bentuk karma. Diajarkan bahwa nasib seseorang ditentukan oleh sebab dan akibat yang mempunyai makna bahwa karena perbuatan kita pada kehidupan yang masa lampau maka kita menerima akibat dari perbuatan tersebut pada kehidupan sekarang, demikian juga kehidupan kita yang akan datang ditentukan oleh perbuatan kita sekarang. Demikianlah sirkulasi sebab-akibat akan menciptakan kehidupan masa lampau, masa kini dan masa mendatang. Agama Budha juga mengajarkan bahwa takdir karma bukannya tidak dapat diubah- karma dapat diatasi diubah dan dikurangi sebab bila tidak dapat diubah maka kita selamanya akan terperangkap dalam lingkaran samsara tanpa akhir. . Akibat dari perbuatan buruk yang dilakukan oleh diri sendiri di masa lalu, harus diatasi oleh perbuatan baik yang juga dilakukan oleh diri sendiri. Tidak ada orang lain yang dapat menyucikan orang lain, selain dirinya sendiri.

3.2 Beberapa Pandangan Keliru Tentang Karma dalam Budha

3.2.1 Karma hanya dianggap sebagai hal yang buruk saja

Pandangan ini beranggapan bahwa karma hanya dianggap sebagai hasil yang buruk saja yang menimpa seseorang yang telah melakukan perbuatan buruk. Pandangan keliru (miccha ditthi) ini terjadi karena adanya kerancuan antara kamma (perbuatan) dengan kamma vipaka (hasil perbuatan) dan pemahaman yang salah terhadap karma. Padahal, karma yang berarti perbuatan sedangkan hasilnya disebut vipaka, tidak hanya berhubungan dengan perbuatan buruk ataupun akibat buruk semata, tetapi juga perbuatan baik ataupun akibat yang baik. Karma vipaka (hasil perbuatan) tidak hanya berkaitan dengan hal-hal yang buruk tetapi juga hal-hal yang baik yang dialami oleh seseorang. Contoh: seseorang gemar berdana sehingga ia dihormati oleh setiap orang. Gemar berdana adalah karma baik dan dihormati orang lain merupakan kamma vipaka (hasil perbuatan) yang baik.

3.2.2 Kamma vipaka (hasil karma) dianggap sebagai nasib atau takdir yang tidak bisa diubah.

Pandangan ini dikatakan keliru karena Ajaran Buddha tidak mengajarkan paham Takdir (Niyativada ), juga tidak mengajarkan paham Bebas bertindak (Attakiriyavada), tapi suatu Kehendak berprasyarat (Inggris : Conditioned ).jika hal itu terjadi maka seseorang tidak akan dapat bebas dari penderitaan- nya. Padahal seseorang dapat mengubah apa yang sedang ia alami. Selain itu, Guru Buddha telah mengajarkan mengenai Viriya atau semangat membaja yang berguna untuk mengatasi segala kesulitan. Sebagai contoh, seseorang yang lahir dalam keluarga yang kekurangan (miskin) karena kamma kehidupan lampau yang buruk yang telah ia lakukan dikehidupan yang lalu, ia dapat mengubah kondisi yang dialaminya tersebut dengan bekerja keras sehingga ia tidak lagi hidup dalam kemiskinan.

3. 2. 3 Segala sesuatu yang terjadi pada saat ini adalah akibat dari perbuatan pada kehidupan lampaunya.

Pandangan ini beranggapan bahwa setiap kejadian yang kita alami; tersandung, jatuh sakit, menang undian, terlahir tampan, semuanya adalah hasil Karma lampau semata-mata. Dengan alasan yang sangat tepat Sang Buddha menolak kepercayaan salah tersebut. Sebab bila demikian halnya, maka sia-sia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan tercela, sebab keseluruhan hidup telah ditentukan sebelumnya. Pengertian Salah seperti inilah yang membuat seseorang bersikap apatis / Pasrah dan tak bersemangat untuk berupaya memperbaiki Karma buruknya.

Pada Angutta Nikaya I : 173, Sang Buddha bersabda : ” Ada beberapa pertapa dan kaum Brahmin, yang mempercayai dan mengajarkan bahwa apapun yang dialami seseorang, menyenangkan, menyakitkan atau netral, semua disebabkan oleh kamma lampau. Aku menemui mereka dan bertanya apakah benar mereka mengajarkan hal yang demikian…., mereka ternyata mengiyakan. Aku berkata : “Bila demikian, tuan yang terhormat, seseorang membunuh, mencuri dan berzina disebabkan kamma lampau. Mereka berbohong, berfitnah, berkata kasar dan tak berharga disebabkan kamma lampau. Mereka menjadi serakah, membenci dan penuh pandangan salah disebabkan kamma lampau?. Mereka yang mendasarkan segala sesuatu pada kamma lampau sebagai unsur penentu, akan kehilangan keinginan dan usaha untuk berbuat ini atau tak berbuat itu “.

3.2. 4 Hukum Karma hanya berlaku bagi orang yang mempercayainya sesuai dengan agama yang dipeluknya.

Pandangan ini keliru, karena Hukum Karma sesungguhnya adalah merupakan hukum alam yang bersifat universal, yang mempercayainya ataupun yang tidak mempercayainya, tak peduli apapun agama dan kepercayaan yang dianutnya akan tetap menerima akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh pikiran, ucapan dan tubuh jasmaninya sendiri.

Demikian pula bagi seseorang yang tidak percaya pada kehidupan masa lampau dan hukum Karma, tetap bisa berbahagia sebagai hasil dari perbuatan baiknya dimasa lampau. Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan engkau peroleh. Pelaku kebaikan akan memperoleh kebaikan. Pelaku keburukan akan memperoleh keburukan. Jika engkau menanamkan benih yang baik, maka engkau menikmati buah yang baik.
( Samyutta Nikaya I : 227 ).

3.3 Pembagian Karma

Hukum Karma adalah hukum perbuatan yang akan menimbulkan akibat dan hasil perbuatan (kamma-vipaka dan kamma-phala), Hukum kamma bersifat mengikuti setiap Kamma, mutlak-pasti dan harmonis-adil. Ada beberapa klasifikasi kamma yaitu:

3.3.1. Menurut fungsinya

1.      Janaka-kamma: Kamma yang berfungsi menyebabkan timbulnya suatu syarat untuk kelahiran makhluk-makhluk. Tugas dari Janaka-kamma adalah melahirkan Nama-Rupa:
Janaka-kamma melaksanakan Punarbahava, yaitu kelahiran kembali dari makhluk-makhluk dialam kehidupan (lapisan kesadaran) sebelum mereka mencapai pembebasan Arahat.

2.      Upatthambaka-kamma: Kamma yang mendorong terpeliharannya suatu akibat dari suatu sebab yang telah timbul. Mendorong kusala atau akusala-kamma yang telah terjadi agar tetap berlaku.

3.      Upapilaka-kamma: Kamma yang menekan kamma yang berlawanan agar mencapai kesetimbangan dan tidak membuahkan hasil. Kamma ini menyelaraskan hubungan antara kusala-kamma dengan akusala-kamma.

4.      Upaghataka-kamma: Kamma yang meniadakan atau menghancurkan suatu akibat yang telah timbul, dan menyuburkan kamma yang baru. Maksudnya kamma yang baru itu adalah garuka-kamma, sehingga akibatnya mengatasi semua kamma yang lain.

3.3.2. Pembagian Karmma Menurut Waktu

Ukuran tindakan = ukuran umpan balik

tindakanUmpan balik

Waktu

Waktu sekarangtindakan berikutnya

Tindakan sekaranghasil dimasa depan

Dalam prinsip karma yang membutuhkan waktu di ibaratkan seperti gambar di atas, di mana tindakan kita dan hasil umpan baliknya sebagai anak panah tunggal. Sesungguhnya, kenyataan yang lebih kompleks-interaksi yang bekelanjutan dari banyak gelombang. Namun prinsipnya adalah sama: semua yang kita kirimkan, akan kembali dalam bentuk tertentu dan proses ini memerlukan waktu interval waktu tertentu. Dalam hal ini ada bagian karma menurut waktu yakni:

1.Ditthadhamma Vedaniya KammaDitthad (Karma yang langsung berbuah) yaitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) dalam jangka waktu satu kehidupan.

2.Upajja Vedaniya Kamma yaitu aitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupan berikutnyayaitusatukehidupansetelahkehidupansekarang. Misalnya orang yang melakukan meditasi hingga mencapai jhana tertentu, maka setelah meninggalia akan langsung terlahir di Alam Brahma.

3.Aparapariya Vedaniya Kamma yaitu Karma yang menghasilkan akibat (vipaka) pada kehidupanberikutnyasecaraberturut-turut. Salah satu contoh adalah orang yang sering mendengarkan Dhamma, besar kemungkinan ia akan terlahir kembali di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan Dhamma, orang tersebut telah melakukan kamma baik karena ia telah melatih berdana perhatian. Selama mendengarkan Dhamma, ia juga telah memusatkan pikiran, ucapan serta perbuatannya ke arah kebajikan, apalagi jika ia dapat mengerti serta melaksanakan Dhamma dalam kehidupan sehari-hari. Kebajikan ini tentunya sangat selaras dengan salah satu isi kotbah Sang Buddha yang menyatakan bahwa mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai adalah Berkah Utama.

4.Ahosi Kamma yaitu Karma yang tidak sempat berbuah karena telah kehabisan waktu atau kehilangan kesempatan untuk berbuah. Ahosi Kamma terbentuk ketika kekuatan suatu perbuatan (karma) terhalangi oleh kekuatan perbuatan (karma) lain yang sangat besar. Selain itu Ahosi Kamma terbentuk jika tidak adanya kondisi-kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk karma itu berbuah,sehingga karma tersebut tidak menghasilkan akibat (vipaka). Sering orang mengatakan bahwa tercapainya Nibbana (Bhs. Pali) atau Nirvana (Bhs. Sanskerta) adalah ketika karma baik dan karma buruknya telah habis. Padahal karma itu sangat sulit untuk dapat habis berbuah karena jumlahnya yang tidak terbatas. Namun, karma dapat dipotong. Kita dapat merasakan buah karma apabila kita masih mempunyai badan dan batin, artinya kita masih hidup setelah dilahirkan. Apabila kita tidak dilahirkan kembali, maka kesempatan untuk merasakan buah karma baik maupun buruk sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, ada berbagai karma yang tidak sempat berbuah.

IV. Refleksi Teologi

4.1 Pandangan Kristen Tentang Karma dalam Galatia 6: 7

Dalam konteks ini iman Kristen memang tidak sejalan dengan ajaran agama Hindu atau Budha soal kehidupan di masa mendatang. Sebab dalam iman Kristen setelah kematian,seseorangtidak mengalami inkarnasi (kelahiran kembali) lagi, tetapi dia harus mempertanggungjawabkan di hadapan pengadilan Allah atas apa yang telah dia lakukan dan imani sepanjang dia hidup. Sebaliknya agama Hindu atau Budha umumnya berpikir secara siklis, yang mana kehidupan seseorang di masa kini menentukan kualitas inkarnasinya di masa mendatang.

Karma menurut pandangan Kristen dapat kita lihat di Galatia 6:7 bahwa apa yang ditabur orang itu yang akan dituainya. Bila seorang menabur dalam dagingnya, maka ia mengharapkan hasil yang baik dari dirinya sendiri, tetapi hasil itu akan bersifat kebinasaan. Orang lain akan menabur dalam Roh, karena mengharapkan hasilnya dari Roh yaitu hidup kekal. Ini tidak hanya sekedar mengenai lamanya masa hidup kita saja, tetapi terutama mengenai akibat yang ditimbulkannya. Tetapi akibat itu barulah nyata pada waktu penuaiaan yaitu hari Tuhan. Dalam hal ini juga Paulus mau menegaskan jika seseorang menabur dalam daging, ia akan memperoleh dosa-dosa karena setiap orang yang menabur dalam danging itu ahnnya akan menghasilkan yang fana. Berhubungan dengan haru Tuhan, hari Tuhan yang dimaksudkan adalah dimana saatnya Yahweh secara aktif bertindak menghukum dosa yang sudah mencapai puncak. Dalam Perjanjian Baru Hari Tuhan ialah kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Hari Tuhan yang tidapat diprediksi oleh siapapun, tetapi harus lebih dulu trjadi tanda-tanda tertentu akan tetapi semua tanda-tanda yang telah diberikan bukanlah akhirnya.Hari Tuhan sebagai hari penghakimanmerupakan puncak penyempurnaan, bersama dengan itu penghakiman dan pembebasan kembali dunia. Kita ditekankan untuk tidak jemu-jemu melakukan perbuatan baik, sebab pada akhirnya bilasudah tiba waktunya yaitu pada waktu penuaian kita akan menerima hidup yang kekal, asal saja kita tidak lemah. Didalam berbuat baik tidak ada batas-batasnya bagi kita.

V. Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa Karma merupakan suatu perbuatan, pekerjaan (tindakan) atau juga dapat disebut dengan hasil dari perbuatannya. Dalamhal ini Krama juga dapat dimengerti sebagai kemampuan fisik maupun batin, atau segala perbuatan, reaksi atau akibat yang di kehendaki. Melalui tiga komponen tadi (tubuh (fisik), ucapan dan fikiran), inilah yang menjadi pelaku karama, dan setiap karma yang dilakukan akan membuahkan hasil. Hasil yang didapat ditentukan dari setiap perbuatan yang dialukan oleh manusia itu. Demikianlah karma dipandang sebagi hokum dan yang menyeramkan bagi kehidupan manusia sebgai pelaku-pelaku karma. Hukum ini di sebagai yang menyeramkan, karena manusia berpandangan bahwa ketika setiap manusia dalam hidupnya melakukan perbuatan buruk baik secara fisik, ucapan dan fikiran akan mendapatkan yang buruk pula. Padahal dalam agama Budha telah menjelaskan bahwa karma merupakan suatu hokum yang berifat sebab dan akibat. Bukan berarti karma tidak dapat diubah, seperti pemahaman orang banyak selama ini bahwa karma tidak dapat diubah, dan mempunyai dapat terhadap keturunan kita selanjutnya. Karma dapat diubah melalui penyadaran diri sendiri akan setiap pebutan yang telah kita lakukan.

Didalam pandangan Kristen karma seseorang akan diterima pada saat Hari Tuhan yaitu hari penghakiman. Dimana apa yang dilakukan oleh manusia itu akan dipertanggung jawabkan kepada Tuhan. Apakah yang baik yang dilakukan atau yang tidak baik akan dilihat dari akibatnya apakah dia menerima kekekalan atau kebinasaan yang ditentukan oleh Allah. Berbeda dengan pandangan budha karma seseorang itu akan terlihat pada kehidupan yang akan mendatang jika dia merasakan kebahagiaan atau penderitaan pada kehidupan yang akan mendatang itu adalah sebuah akibat dari kehidupan sekarang. Sehingga ada dikatakan jika ingin melihat kehidupan di masa mendatang, kita harus melihat perbuatan kita sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Karen,Budha, Jogyakarta: Bentang Budaya, 2002

Bhavilai, Phra Bhasakorn dkk, Karma Wacana Baru Mengenai Konsep Sebab-Akibat Buddhis, Karaniya, 2011), 23-24

Daun,Paulus, Pengatar Ke Dalam Ilmu Perbandingan Agama 2, (Manado: Yayasan Daun Family, 2008

Gunning, J.J.W, Tafsiran Surat Galatia, Jakarta: BPK-GM, 2003

Hadiwijono, Harun, Agama Hindu dan Buddha, Jakarta: BPK-GM, 2010

Hong, A. G, Ilmu Agama, Jakarta: BPK-GM, 2009

Hsing Yun, Y.A Mahabhikshu, Karekteristik dan Esensi Agama Budha, Bandung: Karaniya,1994

Kalupahan, David. J, Filsafat Budha, Jakarta : Erlangga,1985

Koesbyanto, Dhanu, Mamahami Realitas Hidup Apa adanya, Jakarta: Obor, 2003

Mahasthavira, Dutavira, Sabda Hyang Budha Tentang Sutra Karma Sepuluh Jalan Kebajikan, akarta: Pustaka Suci Mahayana, 2001

Neill, Stephen, Paul To The Galatians, London: Lettetworth Press, 1958

Stokes, Gillian, Budha, Jakarta: Erlangga, 2000

Suryananda, Memahami Budhayana,Bandung: Yayasan Penerbit Karaniya, 1995

Wendy, Tony,Pandangan Salah Tentang Agama Buddha, Yayasan Bhakti Dharma, 1989

Yung, Lie le, Karma dan Nasib, Jakarta:1984

Kamus/Ensiklopedi

-----------“Karma”, Enslikopedi Nasional Indonesia Jilib 8, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990

………………. Ensklopedi Alkitab Masa Kini,Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008

W.R.F,Kamus Alkitab,Jakarta: BPK-GM, 2010

Website

http://karmaboutiquebistro.blogspot.com/2010/10/arti-karma.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha ( 23 Februari 2013)

http://artikelbuddhist.com/2011/05/hukum-karma.html

http://ekonapiyanto.wordpress.com/2010/02/03/174/

http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=798&Itemid=29

http://www.tamandharma.com/

http://www.tamandharma.com/ 22/2/13

A. G. Hong, Ilmu Agama, (Jakarta: BPK-GM, 2009) 166

A. G. Hong, Ilmu Agama, 166

http://karmaboutiquebistro.blogspot.com/2010/10/arti-karma.html

-----------“Karma”, Enslikopedi Nasional Indonesia Jilib 8, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1990) 178

-----------“Karma”, Enslikopedi Nasional Indonesia Jilib 8, 178

Harun Hadiwijono, Sari Filsafat India. 26-27

David. J. Kalupahan, Filsafat Budha, (Jakarta : Erlangga,1985) 38

Karen Armstrong,Budha, (Jogyakarta: Bentang Budaya, 2002) 8-9

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_agama_Buddha ( 23 Februari 2013)

Y. A. Biksu dutavira Mahasthavira, Sabda Hyang Budha Tentang Sutra Karma Sepuluh Jalan Kebajikan, (Jakarta: Pustaka Suci Mahayana, 2001) 3

Tony Wendy,Pandangan Salah Tentang Agama Buddha, (Yayasan Bhakti Dharma, 1989) 17

Y.A Mahabhikshu Hsing Yun, Karekteristik dan Esensi Agama Budha, (Bandung: Karaniya,1994) 1-2

Harun Hadiwijono, Agama Hindu dan Buddha, (Jakarta: BPK-GM, 2010) 76

Paulus Daun, Pengatar Ke Dalam Ilmu Perbandingan Agama 2, (Manado: Yayasan Daun Family, 2008) 34

[15] Gillian Stokes, Budha, (Jakarta: Erlangga, 2000) 62-63

Dhanu Koesbyanto, Mamahami Realitas Hidup Apa adanya, (Jakarta: Obor, 2003) 40

Dhanu Koesbyanto, Memahami Realitas Hidup Apa Adnya, (Jakarta: Obor, 2003), 40

http://artikelbuddhist.com/2011/05/hukum-karma.html

[19] David. J. Kalupahan, Filsafat Budha, (Jakarta : Erlangga,1985) 38

Karen Armstrong,Budha, (Jogyakarta: Bentang Budaya, 2002) 8-9

[21] Lie le Yung, Karma dan Nasib, (Jakarta:1984) 2-3

Suryananda, Memahami Budhayana,(Bandung: Yayasan Penerbit Karaniya, 1995) 92-94

Tony Wendy, Pandangan Salah tentang agama Budha, (Yayasan Bhakti Dharma. 1989) 18

http://ekonapiyanto.wordpress.com/2010/02/03/174/

[25] http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=798&Itemid=29

Phra Bhasakorn Bhavilai dkk (diterjemahakan dalam bahasa Indonesia oleh Dewi Kusnadi), Karma Wacana Baru Mengenai Konsep Sebab-Akibat Buddhis, ( Karaniya, 2011), 23-24

[27]http://www.tamandharma.com/

[28] http://www.tamandharma.com/ (22/2/13)

[29] J.J.W.Gunning, Tafsiran Surat Galatia, (Jakarta: BPK-GM, 2003) 122

Stephen Neill, Paul To The Galatians, (London: Lettetworth Press, 1958) 69-71

[31] ………………. Ensklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2008), 368

[32]W.R.F,Kamus Alkitab,(Jakarta: BPK-GM, 2010), 132

[33]J.J.W.Gunning, Tafsiran Surat Galatia, 123

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun