keputusan. Walaupun saya lebih sering mengambil keputusan dengan menggunakan logika, tapi tetap saja perasaan selalu mengikuti dan membayangi terhadap kepetusun tersebut.
Susah sekali bagi saya memposisikan kedua hal tersebut dalam mengambilWalaupun terkadang keputusan telah dibuat menimbang kedua hal tersebut, selalu ada saja yang mebuat logika dan perasaan tidak berimbang, entah itu sesuatu yang kecil maupun yang besar.
Dalam perjalanan eksplorasi manusia terhadap hakikat pikiran dan emosi, perdebatan tentang apakah logika lebih bernilai daripada perasaan, atau sebaliknya, telah memicu diskusi panjang di kalangan para ahli pemikiran bahkan manusia biasa.
Meskipun sering kali dianggap sebagai pasangan yang bertentangan, penting untuk memahami bahwa kedua aspek ini memiliki kontribusi yang tak ternilai dalam membentuk pandangan seseorang tentang realitas dan diri kita sendiri.
Pandangan masyarakat umum kebanyakan sering memisahkan logika dan perasaan ke dalam kategori yang terpisah dan saling bertentangan. Namun, dalam era pemikiran kontemporer, pandangan ini mulai mengalami pergeseran.Â
Bukannya saling bertentangan, sekarang banyak seseorang menyadari bahwa logika dan perasaan tidak selalu berada pada kutub yang berlawanan, tetapi justru dapat berinteraksi dan melengkapi satu sama lain.
Korelasi dalam Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan kolaborasi antara kedua aspek ini. Logika membantu menguraikan informasi dan data dengan objektif, mengidentifikasi implikasi dan hasil dari setiap pilihan. Namun, perasaan juga memiliki tempatnya dalam proses ini.
Emosi memberikan wawasan tentang preferensi, nilai-nilai, dan dampak emosional dari setiap pilihan yang dipertimbangkan. Jika logika memberikan panduan objektif, maka perasaan memberikan berdasarkan dimensi subjektif.
Manusia tidak hanya berfungsi sebagai mesin pemikir rasional, tetapi juga makhluk yang merasakan, mencintai, dan berharap. Mengabaikan perasaan akan mengakibatkan ketidaklengkapan dalam pemahaman kita tentang tindakan manusia.
Contohnya, dalam pengambilan keputusan yang berdampak besar, seperti keputusan etis atau moral, perasaan memiliki andil dalam membentuk nilai-nilai diri kita.
Logika hanya memberikan dasar rasional, tetapi perasaan membawa dimensi kepedulian terhadap dampak emosional yang mungkin terjadi.
Saat mengintegrasikan logika dengan perasaan, seseorang mampu menjelajahi realitas secara lebih lengkap. Dalam pengambilan keputusan, misalnya, logika membantu kita menganalisis pilihan dengan akurat, sementara perasaan memastikan bahwa keputusan itu sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi kita.
Bahkan penulis dan filosof Ralph Waldo Emerson berbicara tentang pentingnya menggabungkan akal dan intuisi untuk mencapai wawasan yang lebih besar tentang kehidupan.
Jadi keselarasan antara logika dan perasaan adalah kunci untuk mencapai pemahaman yang komprehensif. Karena dalam kehidupan sehari-hari, kita menghadapi tantangan yang memerlukan analisis logis dan penilaian emosional.
Ada satu hal lagi yang dimiliki oleh perasaan. Perasaan dapat mendorong kreativitas dan inovasi. Banyak ide inovatif berasal dari intuisi dan perasaan yang mendalam terhadap suatu masalah.
Kemudian logika dapat membantu merumuskan dan menguji ide-ide ini menjadi solusi yang lebih konkrit.
Aristoteles, berpendapat bahwa logika dan emosi tidak selalu bertentangan satu sama lain. Ia mengakui bahwa perasaan dan emosi adalah bagian dari kehidupan manusia dan dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang rasional.
Satu hal yang dapat dipelajari dari logika dan perasaan adalah. Logika dan perasaan bukanlah lawan, tetapi mitra dalam perjalanan menggali arti hidup.
Ketika logika memeluk perasaan, lahirlah kebijaksanaan yang utuh. Logika memberi kita peta, tetapi perasaan memberi kita alasan untuk menjelajah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H