Saat itu aku tak peduli dengan kekurangan-kekurangan itu, karena mataku seperti terpikat pada bagian bawah bilah perpesanan yang bertuliskan "Send a messege". (Apakah aku akan mengobrol dengan seseorang, pikirku waktu itu...)
Karena sedari awal tidak sekalipun kulihat kalimat berbahasa Indonesia, dan aku pun tidak mendapati fitur pengaturan bahasa, ya kupikir mesin tersebut hanya mengolah perkataan dalam bahasa Inggris. Maka, aku memulainya dengan mengetik "Hello There...." (Tidak ada salahnya berbasa-basi bukan? Toh pengetahuanku masih minim sekali untuk mengetahui apa yang sedang kuhadapi ini.)
Belum selesai sedetik sejak aku mengirim pesan barusan, mesin itu sudah menjawab, "Hello! How can I assist you today?"
Tentu saja aku kembali terkejut, tetapi kali ini sambil menyeringai geli. Dengan semangat beserta sisa-sisa seringaiku itu aku lanjut, karena terbiasa bekerja sebagai wartawan, menanyai bahkan menginterogasi siapa sebenarnya di balik yang mengetik jawaban barusan.
Sewaktu menjawab, mesin itu bersikeras menekankan bahwa dirinya adalah mesin, bukan orang. Intinya dia tidak memiliki perasaan untuk tersinggung terhadap pertanyaan-pertanyaanku mengenai---dalam bahasa Inggris---mengapa dia diciptakan, bagaimana rasanya diciptakan sebagai mesin, apa yang diharapkannya pada penciptanya, apakah dia lelah melakukan pekerjaannya, dan lain sebagainya (mungkin aku saja yang kurang kerjaan menanyai mesin macam-macam, tapi lumayan mengasyikkan dan membunuh waktu juga---cocok dipakai saat sedang menunggu). Juga, pada setiap kalimat akhir jawaban si mesin itu, dia tak bosan menawari apa yang bisa dilakukannya untukku. Rasa-rasanya dia sangat ingin membantu orang.
Akhirnya aku memberinya tugas sederhana. "I wanna you use Indonesian while I'm here. How 'bout that, huh?" begitulah kataku secara verbatim; agak kurang ajar memang.
Dengan cepat dia menjawab, "Tentu saja! Saya dapat berkomunikasi dengan Anda dalam bahasa Indonesia. Ada sesuatu yang bisa saya bantu?"
Itulah pertama kalinya website ini menampilkan bahasa Indonesia, dengan baik dan benar pula, sehingga aku tercengang bukan main. Bayangkan saja, mesin yang awalnya menggunakan bahasa Inggris tiba-tiba membalas pesan dengan bahasa Ibu kita setelah diperintah.
Sementara mengira-ngira apa lagi yang ingin kutanyakan, ponselku berdering menyampaikan notifikasi dari aplikasi IMDb, bahwa sebuah film drama baru saja rilis. Karena menurut informasi yang kudapat ChatGPT bisa melakukan apa saja, maka aku pun iseng memerintahkannya untuk membuat kerangka cerita fiksi bertema kriminal.
Mesin itu cepat-cepat mengetik balasan sesuai yang kuperintahkan, meskipun, menurutku, jawaban seperti cerita, alur, konflik, bahkan tokoh fiksi yang ditawarkannya masih terlalu klise dan sejujurnya akan membosankan jika nantinya benar-benar kita adopsi menjadi sebuah cerita.Â
Memang, sih, mesin itu bisa disuruh mencarikan jawaban lain, tetapi hasilnya sebelas dua belas dengan jawaban pertama. Lantas impresi ketakjubanku sebelumnya langsung mandek, walau tak menyurutkan euforia.