sulit diterima nalar bila seorang konglomerat kakap seperti Djoko Tjandra mampu ditipu dengan sebuah proposal yang disodorkan seorang Pinangki, yang bukanlah siapa-siapa di institusi Kejaksaan Agung.Â
Rabu kemarin (23/9) Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Selatan. Jaksa penuntut mendakwanya menerima suap dari Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA), agar Djoko Tjandra, terpidana korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali, lepas dari eksekusi putusan Peninjauan Kembali (PK) 2009 silam.
Tidak hanya itu, jaksa turut mendakwanya dengan pencucian uang dan pemufakatan jahat. Namun, dalam dakwaan itu, tidak terdengar nama-nama lain di institusi Kejaksaan Agung yang turut terlibat. Hanya Pinangki seorang diri.
Bila merinci pada dakwaan yang dibacakan jaksa, dapat disimpulkan bahwa Pinangki memperkenalkan dirinya kepada Djoko Tjandra sebagai orang yang paling berkuasa di institusi Kejaksaan Agung.Â
Kesimpulan itu timbul karena Pinangki menyodori sebuah proposal kepada Djoko Tjandra yang, dalam proposal itu, nantinya membuat Djoko Tjandra lepas dari segala eksekusi hukum yang menimpanya.Â
Proposal yang diajukan Pinangki dalam pertemuan khusus di Kuala Lumpur itu tentu tidak gratis. Pinangki membanderol harga tinggi, yakni sebesar US$ 100 juta. Namun, setelah tawar-menawar, Djoko Tjandra berhasil mendapat harga US$ 10 juta. Persetujuan pun terjadi di antara kedua pihak.
Menariknya, Tjoko Tjandra percaya dengan Pinangki beserta proposal yang dibawanya. Bahkan dia memberi Pinangki uang muka sebesar US$ 500 ribu sebagai tanda jadi, agar Pinangki mejalankan rencana yang sudah disusun dalam proposal itu.Â
Padahal, kalau dipikir-pikir, Pinangki hanyalah seorang Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II di Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, alias hanya seorang pejabat eselon, yang tidak memiliki kewenangan tinggi di Kejaksaan Agung. Sedangkan untuk merealisasi proposal itu dibutuhkan pejabat dengan kewenangan tinggi, terutama pada bagian mengeluarkan Fatwa MA. Harus disampaikan Kejaksaan Agung secara kelembagaan, yang pastinya menggemparkan publik.
Muncullah berbagai keraguan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Ragu akan dakwaan jaksa yang tidak lengkap, misalnya, dakwaan yang penuh lubang, tak bertaji hingga curiga akan dakwaan yang seperti dimodifikasi, mengingat perkara ini sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Agung, tempat Pinangki bekerja.Â
Mestinya Pinangki tidak didakwa sendirian. Seharusnya ada pejabat tinggi di Kejaksaan Agung yang merancang proposal itu, yang menyuruh pinangki mendekati Djoko Tjandra. Seharusnya ada pasal 'turut serta' dalam dakwaan jaksa itu.