Semasa SMA dulu, bantu-bantu orang di kampung dan sorenya ikut belajar ngaji di Pesantren dekat rumah Madura. Â Ya, inilah pembuka cerita Jaylani, sang inspirator dari Madura.
Setelah menyelesaikan pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas, ada orang yang menjanjikan pekerjaan di pulau Jawa dengan menyetor sejumlah uang. Setelah beberapa waktu menunggu, kabar itu tak kunjung datang, ternyata penipuan.Â
Jaylani pun memberanikan diri untuk berangkat ke Jogja menggunakan jalur darat dengan bermodalkan uang kurang dari seratus ribu rupiah.
Sesampainya di terminal Giwangan Yogyakarta larut malam, perut menjerit kelaparan tak lagi kuat menahan sepanjang perjalanan. Kaki tetap melangkah tanpa tau tujuan hingga sampailah di sebuah Masjid daerah Kota Gede.
Jaylani teringat perkataan sang guru di Madura "kalau ada masalah sholatlah, adukan semuanya ke Allah", melalui pernyataan ini Jailani yakin akan hal itu. Mengharap keridhoan dan shalat tertunaikan dengan penuh keikhlasan.
Ba'da shalat, suara terdengar memanggil dari luar Masjid, ternyata seorang warga paruh baya yang tinggal bersebelahan dengan masjid. Jaylani memperkenalkan diri dan meminta izin untuk beristirahat di masjid. Bapak tersebut pergi meninggalkan Jaylani, selang beberapa menit kemudian kembali membawakan makanan untuknya dan Jaylani tak henti mengucap syukur atas nikmat yang Allah beri.
Singkat cerita, Jaylani dipercaya untuk menjadi takmir dan guru mengaji di masjid tempat bersujud pertama kali di Kota Jogja. Â Selama menjadi takmir, Jaylani tak pernah lagi merasa lapar, makanan silih berganti tiap hari warga sekitar datang memberi.Â
Hingga pada suatu hari, datanglah informasi beasiswa dari salah seorang jemaah Masjid. Jaylani mencoba mendaftar dan bersyukur diterima belajar di Universitas Ahmad Dahlan mengambil jurusan agama. Jamaah mengikhlaskannya untuk menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.
Jaylani kembali dipercaya menjadi takmir Masjid Kampus ditempatnya kuliah. Ia tinggal di sebuah bilik, berada tepat di bawah tangga yang bersebelahan dengan Perpustakaan kampus.
Kini Jaylani telah sarjana dan menjadi seorang guru pada salah satu Sekolah swasta di Jogjakarta.
Tak sedikit insan ditengah keterpurukan memilih mundur karena keputusasaan, mengakhiri hidup sebagai bentuk kekecewaan disebabkan tertutupnya mata, hati, telinga, akal pikiran dan jauh dari Tuhan. Yakinlah, kesulitan dan kemudahan itu satu paket yang Tuhan takdirkan. Hingga akhirnya yang bertahan yang ber-Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H