Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis JM Group

A proud daddy

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Apakah Kortas Tipikor Akan Menjadi Saingan KPK?

11 Desember 2021   09:44 Diperbarui: 11 Desember 2021   10:53 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menerima 44 orang mantan pegawai KPK, Mabes Polri membentuk Korps Permberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor). Menurut Rusdi Hartono, Karo Penas Divisi Humas Polri, badan baru tersebut merupakan perluasan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya berada di bawah Bareskrim Polri. "Korupsi itu menjadi masalah kita bersama. Mengganggu ekonomi, bahkan berkehidupan ke masyarakat. Sehingga ke depannya melihat, Direktorat Tindak Pidana korupsi yang sekarang ada di Bareskrim itu akan diperluas," kata Rusdi sebagaimana dikutip detik.com (10/12/21).

Rencananya, Kortas Polri akan bertanggungjawab langsung kepada Kapolri (tidak lagi kepada Bareskrim). Karena itu kelembagaannya diperbesar menjadi setingkat Detasemen Khusus dan Korps Brigadir Mobil (Brimob).

Rencana Lama, Nama Baru

Pembentukan satuan khusus pemberantasan korupsi sesungguhnya bukan ide baru. Sekedar menyegarkan ingatan kita, pada tahun 2017 Tito Karnavian, Kapolri waktu itu, mengusulkan pembentukan Densus Tipikor yang akan dijalankan oleh Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tito waktu itu beralasan bahwa Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang berada di bawah Bareskrim Polri tidak memiliki sumber daya (dana) yang cukup untuk menangani kasus-kasus korupsi besar.

Usul Tito sempat mendapat sambutan dari sejumlah anggota parlemen karena waktu itu KPK sedang gencar-gencarnya mengusut berbagai kasus yang melibatkan para politisi senayan. Tapi usul Tito mendapat sambutan negatif dari para pemerhati pemberantasan korupsi karena dinilai akan memunculkan persaingan dengan KPK dan berpotensi menciptkan gesekan yang pada akhirnya akan melemahkan pemberantasan korupsi (lihat kompas.com, 16/10/17). Alih-alih membentuk lembaga baru, para pemerhati pemberantasan korupsi justru mengusulkan penguatan KPK. Usul Tito akhirnya urung terwujud karena anggaran membentuk lembaga setingkat Densus dinilai terlalu besar.

Pendahulu Tito, Sutarman, juga pernah membuat usul serupa (Lihat kompas.com, 22/10/13). Sambutan para politisi dan para pegiat anti korupsi kurang lebih sama dengan usul Tito sehingga Sutarman juga gagal mewujudkan rencananya dan memilih untuk memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi.

Persaingan atau Sinergi?

Berbeda dengan dua usul dan rencana oleh Kapolri sebelumnya, Kortas Polri mendapat sambutan relatif positif dari para pegiat anti korupsi. Sekarang pembentukan badan baru tersebut tinggal menunggu pengesahan (Cnn Indonesia, 10/12/21). Dengan kata lain, pembentukan badan baru tersebut hampir pasti akan terwujud. Maka menarik untuk memprediksi apakah badan baru tersebut akan menjadi saingan dari KPK.

Perkembangan situasi politik ke depan akan menentukan apakah Kortas Tipikor Polri akan menjadi saingan atau malah akan bersinergi dengan KPK. Kita tahu arah dukungan masyarakat dapat berubah seiring dengan perubahan sistuasi politik di tingkat elit.

Dulu, KPK adalah primadona dan hampir selalu mendapat pembelaan dari masayrakat luas. Bahkan beberapa orang dari 44 orang mantan pengawai KPK yang baru saja diterima Polri adalah tokoh-tokoh pemberantasan korupsi yang disanjung masyarakat. Sekarang mereka seperti pesakitan terutama di mata pendukung Presiden Jokowi. Sebaliknya, kepemimpinan KPK sekarang mendapat rapor merah dari kelompok masyarakat kritis terutama para pegiat pemberantasan korupsi. KPK sekarang dinilai tak sekuat sebelumnya dan KPK sekarang dinilai terlalu sering bertindak janggal baik dalam keputusan maupun dalam perilaku para pimpinannya. Karena itu indeks pemberantasan korupsi Indonesia tahun lalu menurun untuk pertama kalinya sejak tahun 2008.

Persaingan sesungguhnya tidak selalu akan membawa hasil negatif. Persaingan justru dapat memacu kedua lembaga tersebut untuk menunjukkan kinerja terbaik. Tetapi gesekan di lapangan terutama karena perebutan penanganan kasus mesti diantisipasi. Kalau tidak, energi pemberantasan korupsi akan teralihkan ke penyelesaian-penyelesaian konflik antar penegak hukum.

Potensi sinergi sesungguhnya juga terbuka lebar. Terutama karena Kortas Tipikor sepertinya tidak akan memiliki keweangan penuntutan. Dari direktorat-direktorat Kortas yang telah dibentuk sebagaimana diberitakan oleh berbagai media, tidak ada direktorat penuntan. Maka jalan membangun sinergi dengan KPK terbuka lebar di mana Kortas akan menjalankan penyelidikan dan penyidikan, kemudian penuntutan dijalankan oleh KPK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun