Dulu, KPK adalah primadona dan hampir selalu mendapat pembelaan dari masayrakat luas. Bahkan beberapa orang dari 44 orang mantan pengawai KPK yang baru saja diterima Polri adalah tokoh-tokoh pemberantasan korupsi yang disanjung masyarakat. Sekarang mereka seperti pesakitan terutama di mata pendukung Presiden Jokowi. Sebaliknya, kepemimpinan KPK sekarang mendapat rapor merah dari kelompok masyarakat kritis terutama para pegiat pemberantasan korupsi. KPK sekarang dinilai tak sekuat sebelumnya dan KPK sekarang dinilai terlalu sering bertindak janggal baik dalam keputusan maupun dalam perilaku para pimpinannya. Karena itu indeks pemberantasan korupsi Indonesia tahun lalu menurun untuk pertama kalinya sejak tahun 2008.
Persaingan sesungguhnya tidak selalu akan membawa hasil negatif. Persaingan justru dapat memacu kedua lembaga tersebut untuk menunjukkan kinerja terbaik. Tetapi gesekan di lapangan terutama karena perebutan penanganan kasus mesti diantisipasi. Kalau tidak, energi pemberantasan korupsi akan teralihkan ke penyelesaian-penyelesaian konflik antar penegak hukum.
Potensi sinergi sesungguhnya juga terbuka lebar. Terutama karena Kortas Tipikor sepertinya tidak akan memiliki keweangan penuntutan. Dari direktorat-direktorat Kortas yang telah dibentuk sebagaimana diberitakan oleh berbagai media, tidak ada direktorat penuntan. Maka jalan membangun sinergi dengan KPK terbuka lebar di mana Kortas akan menjalankan penyelidikan dan penyidikan, kemudian penuntutan dijalankan oleh KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H