Setelah menerima 44 orang mantan pegawai KPK, Mabes Polri membentuk Korps Permberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor). Menurut Rusdi Hartono, Karo Penas Divisi Humas Polri, badan baru tersebut merupakan perluasan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang sebelumnya berada di bawah Bareskrim Polri. "Korupsi itu menjadi masalah kita bersama. Mengganggu ekonomi, bahkan berkehidupan ke masyarakat. Sehingga ke depannya melihat, Direktorat Tindak Pidana korupsi yang sekarang ada di Bareskrim itu akan diperluas," kata Rusdi sebagaimana dikutip detik.com (10/12/21).
Rencananya, Kortas Polri akan bertanggungjawab langsung kepada Kapolri (tidak lagi kepada Bareskrim). Karena itu kelembagaannya diperbesar menjadi setingkat Detasemen Khusus dan Korps Brigadir Mobil (Brimob).
Rencana Lama, Nama Baru
Pembentukan satuan khusus pemberantasan korupsi sesungguhnya bukan ide baru. Sekedar menyegarkan ingatan kita, pada tahun 2017 Tito Karnavian, Kapolri waktu itu, mengusulkan pembentukan Densus Tipikor yang akan dijalankan oleh Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tito waktu itu beralasan bahwa Direktorat Tindak Pidana Korupsi yang berada di bawah Bareskrim Polri tidak memiliki sumber daya (dana) yang cukup untuk menangani kasus-kasus korupsi besar.
Usul Tito sempat mendapat sambutan dari sejumlah anggota parlemen karena waktu itu KPK sedang gencar-gencarnya mengusut berbagai kasus yang melibatkan para politisi senayan. Tapi usul Tito mendapat sambutan negatif dari para pemerhati pemberantasan korupsi karena dinilai akan memunculkan persaingan dengan KPK dan berpotensi menciptkan gesekan yang pada akhirnya akan melemahkan pemberantasan korupsi (lihat kompas.com, 16/10/17). Alih-alih membentuk lembaga baru, para pemerhati pemberantasan korupsi justru mengusulkan penguatan KPK. Usul Tito akhirnya urung terwujud karena anggaran membentuk lembaga setingkat Densus dinilai terlalu besar.
Pendahulu Tito, Sutarman, juga pernah membuat usul serupa (Lihat kompas.com, 22/10/13). Sambutan para politisi dan para pegiat anti korupsi kurang lebih sama dengan usul Tito sehingga Sutarman juga gagal mewujudkan rencananya dan memilih untuk memperkuat Direktorat Tindak Pidana Korupsi.
Persaingan atau Sinergi?
Berbeda dengan dua usul dan rencana oleh Kapolri sebelumnya, Kortas Polri mendapat sambutan relatif positif dari para pegiat anti korupsi. Sekarang pembentukan badan baru tersebut tinggal menunggu pengesahan (Cnn Indonesia, 10/12/21). Dengan kata lain, pembentukan badan baru tersebut hampir pasti akan terwujud. Maka menarik untuk memprediksi apakah badan baru tersebut akan menjadi saingan dari KPK.
Perkembangan situasi politik ke depan akan menentukan apakah Kortas Tipikor Polri akan menjadi saingan atau malah akan bersinergi dengan KPK. Kita tahu arah dukungan masyarakat dapat berubah seiring dengan perubahan sistuasi politik di tingkat elit.