Mohon tunggu...
Mario Manalu
Mario Manalu Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis JM Group

A proud daddy

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menanti Teori Generasi Baru Berbasis Pandemi Covid-19

28 November 2020   17:41 Diperbarui: 28 November 2020   17:49 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya generasi Y atau dikenal luas sebagai generasi milenial (1981-1994) semakin akrab dengan perangkat-perangkat digital berbasis internet. Mereka mulai nyaman dengan kehidupan virtual. Perhatian dan kepedulian pada lingkungan sosial semakin berkurang. Sikap kritis pada nilai-nilai dan otoritas lama (tradisional) mencapai puncaknya pada generasi ini.

Berikutnya, generasi Z (1995-2010) tidak lagi hanya akrab dengan teknologi digital, tetapi juga lebih menguasainya (tech-savvy). Juga dikenal sebagai iGeneration, mereka adalah orang-orang yang praktis, memiliki berbagai keahlian berkat kemudahan menyerap ilmu dari internet dan mengaplikasikannya dalam kehidupan, tapi dengan pendirian dan pemikiran yang lebih labil.

Terakhir, generasi Alpha, lahir atau menjalani tahap balita atau masa TK/SD di masa pandemi ini (2011-2025). Faktor pandemi covid-19 tentu belum dimasukkan dalam analisis karakteristik generasi ini, karena teori generasi dicetuskan jauh sebelum covid-19 merebak menjadi pandemi. Karena itulah prediksi tentang generasi ini dipenuhi optimisme. 

Mereka dinilai memulai pendidikan lebih dini dan mayoritas anak-anak orang kaya karena kemajuan pesat teknologi membawa berbagai peluang dan kemudahan dalam aktivitas ekonomi. Apakah optimisme ini masih bertahan setelah pandemi memporak-porandakan ekonomi seluruh dunia dan menghambat anak-anak untuk memulai pendidikan lebih dini?

Teknologi sebagai Kewajiban

Selain untuk generasi Alpha, cukup masuk akal untuk mengajukan sebuah revisi pada teori generasi terutama dalam kaitan dengan penggunaan teknologi digital. Jika sebelumnya penggunaan perangkat-perangkat digital lebih banyak didasari oleh preferensi, di masa pandemi sepenuhnya didasari oleh kewajiban.

Pembatasan aktivitas fisik selama pandemi membuat kita tak punya pilihan selain mengandalkan aktivitas daring, siap ataupun tidak.  Jika sebelumnya anak-anak menggunakan gadget sejauh mereka senang, di masa pandemi mereka harus menggunakannya suka atau tidak, dalam keadaan bosan atau dalam keadaan bersemangat; jika sebelumnya kita menilai bahwa pembejalaran daring hanya efektif dilakukan jika anak-anak dan fasilitas telah dipersiapkan dengan baik, di masa pandemi pembelajaran daring wajib dilakukan terlepas dari siap atau tidak.

Kejawiban menggunakan teknologi digital secara lebih intens tidak hanya dialami oleh kelompok Alpha, tetapi juga generasi-generasi lebih tua. Dosen, guru, karyawan, mahasiswa dan sebagainya, "dipaksa" untuk beraktivitas secara daring siap ataupun tidak. Mereka juga tercerabut dari interaksi sosial secara fisik. Sejauh mana "pemaksaan" ini akan memepengaruhi karakter orang-orang setelah pandemi ini? Kita tunggu analisis para teoritikus generasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun