Wacana pergantian (reshuffle) menteri dan pejabat di lingkaran istana semakin gencar disuarakan berbagai pihak. Namun, seruan-seruan itu tidak selalu didorong oleh sebuah niat tulus untuk menempatkan orang-orang terbaik untuk membantu Presiden. Para politisi sering kali bersuara atas kepentingan partai atau golongannya saja, sebagaimana saya lihat dalam contoh di bawah ini.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dalam wawancara dengan sebuah televisi suasta beberapa hari yang lalu menyampaikan kritik tajam tentang kinerja Menteri BUMN dan Sekretaris Kabinet. Menurut Hasto kedua pejabat tersebut sudah saatnya diganti karena tidak cakap dalam menjalankan tugas. Rini Soemarno, Menteri BUMN, dikritik karena di bawah kepimimpinannya harga saham beberapa BUMN menurun sebagai imbas dari sejumlah keputusan kontroversial sang menteri. Selain itu Rini juga dinilai tidak profesional dalam merekrut para komisaris perusahan-perusahaan BUMN.
Andi Widjajanto, masih menurut Hasto, pantas diganti karena tidak cermat dan teliti menjalankan tugas sehingga Presiden kebablasan menandatangani Perpres tentang penambahan uang muka mobil pejabat negara yang mendapat kecaman luas dari publik beberapa waktu yang lalu.
Kritik Hasto agak mengejutkan karena hanya ditujukan pada dua pejabat yang dulu sangat dekat dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri. Namun setelah membolak-balik lembaran berita-berita lama, saya tahu bahwa aroma kebencian para petinggi PDIP terhadap kedua tokoh di atas sudah lama tercium oleh para awak media. Berikut riwayat singkat hubungan “dekat” kedua tokoh tersebut dengan petinggi PDIP, yang saya sarikan dari sumber:
Andi Widjajanto
Sebelum menjabat sebagai sekretaris kabinet, Andi Widjajanto dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Megawati. Hubungan baik dengan sang Ketua Umum sudah terjalin lama. Ayahnya, Theo Syafei, merupakan politisi senior di PDIP. Dalam Pilpres 2009, Theo didapuk sebagai ketua tim kampanye Megawati-Prabowo. Dalam sejumlah media disebutkan, Theo berperan besar membuka jalan bagi Andi ke lingkaran petinggi PDIP.
Kendati tidak memiliki posisi resmi dalam struktur kepengurusan PDIP, Andi beberapa kali dipercaya Megawati mengemban tugas penting yang berhubungan dengan partai banteng tersebut. Misalnya, pada tahun 2013 Andi dipercaya memimpin sebuah tim yang menyiapkan kajian untuk memenangkan PDIP dalam Pemilu 2014. Setelah itu, Andi diminta memimpin Tim Sebelas, yang bertugas menyeleksi calon-calon presiden yang akan diusung PDIP.
Dalam Pilpres 2014 Andi diminta Megawati mendampingi Jokowi dan diharapkan menjadi penghubung kedua tokoh tersebut (Mega dan Jokowi). Namun, setelah Jokowi dipastikan memenangi Pilpres, hubungan politik Mega dan Andi mulai meregang. Penyebabnya, Andi yang dipercaya menjadi Deputi Tim Transisi Pemerintahan, dinilai tidak berhasil memperjuangkan beberapa calon menteri dari PDIP. Hubungan keduanya semakin renggang setelah Andi menduduki jabatan Sekretaris Kabinet. Dia dinilai sejumlah politisi PDIP tidak bisa diandalkan sebagai pintu masuk ke Istana. Andi malah dianggap terlalu membentengi Jokowi dan mempersulit akses partai Banteng ke istana.
Rini Soemarno
Ketika Megawati menjabat sebagai Presiden, Rini Soemarno dipercaya menduduki kursi Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Setelah tidak lagi menjabat, hubungan keduanya tetap terjaga. Dalam beberapa kali kunjungan ke luar negeri, misalnya, tampak Rini Soemarno mendampingi Megawati.
Dalam persiapan Pilpres 2014 Rini berperan besar menyiapkan logistik untuk pemenangan Jokowi. Sejumlah rapat yang dihadiri Jokowi, Mega dan Jusuh Kalla diadakan di rumahnya, termasuk rapat persiapan menghadapi debat Capres. Maka tidak mengherankan, Rini kemudian dipercaya Jokowi memimpin Tim Transisi setelah memastikan kemenangan dalam Pilpres.
Hubungan Mega dan Rini mulai retak, karna peran dan kewenangan Rini menurut Mega terlalu besar baik di rumah Transisi maupun dalam pemerintahan sekarang. Rini dianggap terlalu dominan dalam penyusunan kabinet. Selain itu, Rini juga dikritik karna masih mempertahankan beberapa komisaris BUMN yang terbukti mendukung Prabowo dalam Pilpres 2014.
Simplisisme
Bedasarkan dua data singkat di atas, saya merasa kritik dan saran yang disampaikan Hasto terlalu menyederhanakan persoalan. Wacana perombakan kabinet dan pejabat penting yang membantu presiden akan menjadi wacana murahan kalau diarahkan hanya untuk mengganti oknum-oknum yang tidak disukai. Mesti dibuat sebuah kerangka evaluasi tentang prestasi, kinerja dan indikator-indikator pencapain target yang telah ditentukan. Bukan hanya menunjukkan satu dua kelemahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H