Mohon tunggu...
Jari Bicara
Jari Bicara Mohon Tunggu... Jurnalis - Salam literasi!

Channel ini beragam isinya, karena yang punya penghayal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Momentum Penyesalan

15 April 2024   14:01 Diperbarui: 21 April 2024   17:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah bagaimana cara menjelaskan perasaanku, sedih dan bahagia bercampur jadi satu. Sudah lama aku menunggu saat ini, segera aku pergi meninggalkan tugas. Sebuah kabar yang terdengar dari seorang perawat.

"Selamat pak, anak anda lahir secara normal. Namun kami mohon maaf Istri anda....."

"Istri saya kenapa Sus?!"

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin pak."

Baru saja merasa senang anakku lahir normal, tetapi istriku. Suster tadi kemudian menuntunku ke dalam ruang bersalin dan kemudian meninggalkan aku sendiri, memasuki bibir pintu suara tangis bayi terdengar menyambut, oh tangis anakku!

Segera aku sambut anak yang baru lahir itu ke dalam dekapanku, seketika tangisnya berhenti, seakan aroma polusi dan keringat di seragamku ini dapat membuat dia nyaman. Aku melihat istriku yang sudah berbujur di kasur, badanya tertutup kain menyisakan wajahnya yang sudah pucat itu, air-mataku tumpah sudah, kembali anakku menangis seakan merasakan apa yang aku rasa.

Lihatlah sayang, anak kita seorang lelaki, ia berempati pada ayahnya! lihatlah la menangisi kepergianmu, yang susah payah mengirimnya ke dunia yang kejam ini, dunia yang tidak mengizinkan seorang suami untuk menunggu istrinya melahirkan, sehingga harus meninggalkan tugas demi menyambutnya. Lihatlah!

Baca juga: Salang-Simpang

"Permisi pak, maaf bisa ikut saya bicara sebentar, untuk urusan administrasi pak," ucap seorang dokter yang setengah tua itu.

Baca juga: Hitam Pekat

Lihatlah nak, dunia ini begitu kejam pada dirimu, bahkan saat baru saja lahir.

Dan istriku.... andai aku bisa memutar ulang waktu, ingin sekali berada di sebelahmu kala itu, menguatkanmu, bahkan menyaksikan saat-saat terakhir hayatmu. Sekarang damailah dalam peristirahatanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun