Suasana yang baru, semua tampak asing pada awalnya. Kota ini, tempatnya para pelajar sepertiku mencari pengajaran. Masih hangat kesan pertama saat aku baru masuk kampus yang sudah lama aku impikan ini. Semuanya terasa begitu indah, mungkin karena aku belum dihantui tugas-tugas dan proyek yang berpotensi membuat stres seperti orang bilang tentang jurusanku ini. Di sini aku mencoba hidup sehemat mungkin, hingga ke kampus pun harus berjalan kaki. Yah cukup susah mengandalkan dari beasiswa untuk hidup di kota besar seperti ini. Jarak dari kos ke kampus pun tidak begitu jauh bagiku, hanya satu kilo, hitung-hitung sekalian olahraga hehe.
Sudah satu minggu aku tinggal di kota ini, aku sudah hafal dengan jalanan yang biasa aku lewati, suasananya, maupun orang-orang yang ada di sekeliling. Jalan trotoar yang sudah mulai retak dan pepohonan yang tak tampak akar karena dicor, selalu aku lewati selama satu minggu ini. Aku selalu memperhatikan sekeliling, berbagai orang dengan aktivitas setiap harinya, dan berbagai toko yang berjejer di pinggir jalan. Dan aku mendapati bahwa setiap hari aku selalu berpapasan dengan satu orang yang sama. Seorang pria berperawakan tinggi, bertopi, dan selalu menggendong tas yang entah ada isinya atau tidak, karena menurut yang aku lihat tas itu seperti tak berisi.
Suatu pagi yang cerah, kira-kira waktu itu pukul delapan. Kebetulan saat ini aku sedang libur, jadi aku memutuskan untuk pergi berjalan-jalan sebentar, menikmati  suasana ramai perkotaan yang tidak aku dapatkan di desa. Aku berjalan melewati trotoar itu yang malah tampak lebih ramai dari biasanya. Banyak pedagang makanan berjejer di samping yang langsung dihinggapi oleh beberapa orang. Aku pun mencoba mencari minum untuk menghilangkan dahaga setelah berkeliling.
Aku duduk di tengah bangku taman yang muat untuk tiga orang sembari menikmati minuman yang baru kubeli. Melihat sekeliling, hingga pandanganku tertuju pada seseorang yang biasa berpapasan denganku, ia sedang berjalan mendekat. Pakaiannya seperti biasanya yang terkesan misterius.
"Boleh saya duduk ikut mas?" tanyanya dengan ramah.
"Silakan," ucapku sembari menggeser pantatku ke tepi kursi. Orang itu duduk agak tengah bagian kursi. "Masnya libur begini masih kerja ya?" lanjutku.
"Iya mas, justru kalo libur malah kerjaan saya banyak," lalu ia melanjutkan. "Oh ya, saya kayak sering lihat masnya, tapi dimana ya?" tanyanya seakan mencoba akrab.
"Mungkin pas saya berangkat kuliah mas, saya juga ngerasa enggak asing sama masnya," jawabku membenarkan orang sok akrab ini.
"Owalah.... masnya kuliah toh, sudah semester berapa mas?" ia terus bertanya seperti mewawancaraiku saja.
"Baru seminggu mas, maba hehe," jawabku yang mulai keasikan dengan orang ini.