Mohon tunggu...
Rio Febrian (RioDeNers)
Rio Febrian (RioDeNers) Mohon Tunggu... Nursepreneur, Event Planner, Writer -

Nursepreneur | Event Planner | Writer "Nursepreneurship: Gagasan & Praktik Kewirausahaan dalam Keperawatan" http://www.riodeners.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Implikasi Entrepreneurship dalam Bidang Keperawatan (Part III)

26 September 2015   21:18 Diperbarui: 28 November 2015   12:24 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu Etik dengan Insentif Keuangan

Perkembangan dunia entrepreneurship yang pesat membawa dampak yang luas dalam berbagai aspek termasuk pelayanan kesehatan. Hal yang wajar ketika lembaga pelayanan kesehatan pada umumnya atau rumah sakit pada khususnya memperoleh keuntungan dari proses penyembuhan yang mereka lakukan, asalkan berada dalam batas-batas norma yang ada. Norma–norma yang termaktub dalam kode etik rumah sakit, yang mencerminkan bagaimana bisnis rumah sakit dijalankan sehingga pada akhirnya rumah sakit dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat.

Weber (2001) dalam buku berjudul Business Ethics in Health Care: Beyond Compliance berpendapat bahwa dalam menjalankan etika, lembaga pelayanan kesehatan harus memperhatikan tiga hal yaitu: (1) sebagai pemberi pelayanan kesehatan; (2) sebagai pemberi pekerjaan; dan (3) sebagai warga negara. Weber menyatakan bahwa tiga hal tersebut merupakan ciri–ciri organisasi pelayanan kesehatan yang membedakannya dengan perusahaan biasa. Dasar etika bisnis pelayanan kesehatan adalah komitmen memberikan pelayanan terbaik dan menjaga hak-hak pasien (Trisnantoro, 2009). 

Berdasarkan buku Weber (2001) juga  terdapat sebagian etika bisnis pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan prinsip-prinsip ekonomi yaitu biaya dan mutu pelayanan, insentif untuk pegawai, kompensasi yang wajar, dan eksternalitas (Trisnantoro, 2005). Pelayanan keperawatan juga merupakan bagian pelayanan kesehatan sehingga isu etika kesehatan juga menjadi isu etika keperawatan. Ciri-ciri tersebut dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi nursepreneur dalam menyusun strategi membangun atau mengembangkan bisnisnya.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, tidak dapat dihindarkan munculnya insentif keuangan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berhubungan dengan besarnya revenue rumah sakit atau berdasarkan kinerja keuangan rumah sakit.

Sebagai bagian dari etika bisnis, rumah sakit harus memberikan gaji dan pendapatan lain yang cukup untuk sumber daya yang bekerja di rumah sakit. Rumah sakit sebagai layaknya lembaga tempat bekerja harus memberikan kompensasi bagi stafnya secara layak.

Namun, fakta yang terjadi saat ini, suatu tindakan tidak etis ketika pihak rumah sakit menggaji perawat berdasarkan upah minimum pekerja karena perawat mempunyai risiko tinggi tertular penyakit dan mempunyai pola kerja shift merupakan risiko hidup tidak sehat. Padahal, pada kasus lain, petugas bagian Radiologi telah mendapatkan tunjangan khusus dan pemberian makanan tambahan untuk menghadapi risiko akibat radiasi.

Rumah sakit pemerintah pun saat ini menganggap hal biasa jika gaji dan pendapatan perawat rendah. Hal tersebut merupakan pengaruh konsep misionarisme masa lalu yang menempatkan para perawat sebagai pegawai misi yang bekerja bukan atas dasar profesionalisme tapi berdasarkan motivasi surgawi. Dampak penerapan tersebut menjadikan perawat diperlakukan sebagai aparat pemerintah, bukan sebagai profesional.

Akibatnya untuk mendapatkan pendapatan lain, perawat tidak hanya pada satu rumah sakit. Dalam hal ini, rumah sakit, sebagai tempat bekerja, berperilaku tidak etis dalam hal mengatur pendapatan perawat. Ketidaketisan tersebut terutama dalam memberikan kompensasi jauh di bawah standar profesional. Memang masalah penting dalam hal ini berkaitan dengan berapa standar pendapatan perawat. Tanpa standar pendapatan tersebut sulit bagi rumah sakit dan para profesional melakukan penilaian mengenai masalah tersebut.

Selain itu, sistem pembayaran insentif eksklusif yang diberikan rumah sakit kepada dokter, dimana dokter dibayar berdasarkan tindakan yang dilakukan (fee for service). Namun hal tersebut, tidak berlaku bagi tenaga kesehatan lainnya termasuk perawat. Padahal, dalam etika bisnis pemberian insentif sebaiknya dilakukan berdasarkan kriteria mutu tertentu yang mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan.

Suatu hal yag memprihatinkan apabila dokter sering meninggalkan pasien di rumah sakit untuk bekerja di tempat lain. Mereka justru mendapat insentif tinggi karena senioritas bukan pada jumlah maupun mutu pekerjaan. Oleh karena itu, penting bagi seorang nursepreneur memahami etika bisnis dan etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya terutama kaitannya dengan sistem insentif keuangan.

Ketika membangun atau mengembangkan bisnisnya, seorang nursepreneur memang pasti ada harapan bahwa individu, kelompok, maupun masyarakat akan menggunakannya, baik orang yang sakit maupun sehat. Namun, seringkali seorang nursepreneur terbentur dengan beberapa isu yang terkait dengan etika keperawatan itu sendiri. Pelayanan keperawatan bagi seorang nursepreneur memiliki sifat khusus.

Sifat khusus tersebut menimbulkan kebutuhan akan norma-norma dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Etika bisnis pelayanan keperawatan berkaitan dengan isu ekonomi yang akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya normatif antara lain, apabila nursepreneur menyusun rencana strategis, apakah kegiatan itu berarti mengharapkan orang menjadi sakit? Apakah ada etika bisnis bagi nursepreneur dalam menjalankan bisnisnya?

Jika ada, nilai apa yang akan dipergunakan? Apakah nursepreneur secara etik layak memberikan pelayanan keperawatan yang membedakan seorang pasien dengan yang lainnya sesuai dengan keuntungan yang akan didapatkannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab dengan pemahaman akan etika keperawatan serta penggunaan etika tersebut dalam menjalankan bisnisnya.

Berbisnis dalam bidang keperawatan tidak ada ilmu yang paling relevan digunakan perawat dengan jiwa entrepreneur, sehingga akan menimbulkan masalah yang kaitannya dengan uang. Bahkan banya perawat beranggapan bahwa berbisnis di bidang keperawatan bertentangan dengan kode etik dan nilai-nilai keperawatan. Kerapkali pelaku bisnis tidak mengindahkan aturan-aturan, norma-norma serta nilai moral yang berlaku dalam bisnis karena bisnis merupakan suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus memfokuskan diri untuk berusaha dengan berbagai macam cara dan upaya agar bisa menang dalam persaingan bisnis yang ketat.

Nursepreneur juga dianggap akan menurunkan penilaian masyarakat terhadap perawat. Selain itu, untuk menghindari terjadinya konflik personal, perawat lebih senang bekerja di klinik tempat praktik dokter dibandingkan menjalankan fungsi mandiri dari perawat itu sendiri. Sehingga pada akhirnya eksistensi perawat di mata masyarakat dianggap tidak ada perannya.

Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar karena ternyata beberapa pelaku bisnis dapat berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu. Bahkan seorang pelaku bisnis yang ingin mematuhi dan menerapkan aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang menguntungkan. Sama halnya dengan berbisnis di bidang keperawatan, seorang nursepreneur harus berpegang teguh pada etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya.

* Tulisan ini merupakan salinan ulang dari buku penulis sendiri, Rio Febrian (2015), yang berjudul "Nursepreneurship: Gagasan & Praktik Kewirausahaan dalam Keperawatan". 

Referensi: http://www.riodeners.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun