Suatu hal yag memprihatinkan apabila dokter sering meninggalkan pasien di rumah sakit untuk bekerja di tempat lain. Mereka justru mendapat insentif tinggi karena senioritas bukan pada jumlah maupun mutu pekerjaan. Oleh karena itu, penting bagi seorang nursepreneur memahami etika bisnis dan etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya terutama kaitannya dengan sistem insentif keuangan.
Ketika membangun atau mengembangkan bisnisnya, seorang nursepreneur memang pasti ada harapan bahwa individu, kelompok, maupun masyarakat akan menggunakannya, baik orang yang sakit maupun sehat. Namun, seringkali seorang nursepreneur terbentur dengan beberapa isu yang terkait dengan etika keperawatan itu sendiri. Pelayanan keperawatan bagi seorang nursepreneur memiliki sifat khusus.
Sifat khusus tersebut menimbulkan kebutuhan akan norma-norma dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Etika bisnis pelayanan keperawatan berkaitan dengan isu ekonomi yang akan banyak menggunakan pernyataan-pernyataan yang sifatnya normatif antara lain, apabila nursepreneur menyusun rencana strategis, apakah kegiatan itu berarti mengharapkan orang menjadi sakit? Apakah ada etika bisnis bagi nursepreneur dalam menjalankan bisnisnya?
Jika ada, nilai apa yang akan dipergunakan? Apakah nursepreneur secara etik layak memberikan pelayanan keperawatan yang membedakan seorang pasien dengan yang lainnya sesuai dengan keuntungan yang akan didapatkannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dapat dijawab dengan pemahaman akan etika keperawatan serta penggunaan etika tersebut dalam menjalankan bisnisnya.
Berbisnis dalam bidang keperawatan tidak ada ilmu yang paling relevan digunakan perawat dengan jiwa entrepreneur, sehingga akan menimbulkan masalah yang kaitannya dengan uang. Bahkan banya perawat beranggapan bahwa berbisnis di bidang keperawatan bertentangan dengan kode etik dan nilai-nilai keperawatan. Kerapkali pelaku bisnis tidak mengindahkan aturan-aturan, norma-norma serta nilai moral yang berlaku dalam bisnis karena bisnis merupakan suatu persaingan, sehingga pelaku bisnis harus memfokuskan diri untuk berusaha dengan berbagai macam cara dan upaya agar bisa menang dalam persaingan bisnis yang ketat.
Nursepreneur juga dianggap akan menurunkan penilaian masyarakat terhadap perawat. Selain itu, untuk menghindari terjadinya konflik personal, perawat lebih senang bekerja di klinik tempat praktik dokter dibandingkan menjalankan fungsi mandiri dari perawat itu sendiri. Sehingga pada akhirnya eksistensi perawat di mata masyarakat dianggap tidak ada perannya.
Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar karena ternyata beberapa pelaku bisnis dapat berhasil karena memegang teguh kode etis dan komitmen moral tertentu. Bahkan seorang pelaku bisnis yang ingin mematuhi dan menerapkan aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang menguntungkan. Sama halnya dengan berbisnis di bidang keperawatan, seorang nursepreneur harus berpegang teguh pada etika keperawatan dalam menjalankan bisnisnya.
* Tulisan ini merupakan salinan ulang dari buku penulis sendiri, Rio Febrian (2015), yang berjudul "Nursepreneurship: Gagasan & Praktik Kewirausahaan dalam Keperawatan".Â
Referensi: http://www.riodeners.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H