Tradisi yang dilakukan masyarakat Kota Pariaman sebagai antisipasi dalam mitigasi bencana tsunami dan gempa bumi di kota pariaman (Maharani dkk, 2019).
Dua kearifan lokal diatas adalah budaya bangsa Indonesia yang tertulis, masih banyak lagi kearifan lokal yang belum tertulis terutama pada daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan laut yang belum tertulis dan terdata dengan baik.
Kearifan Lokal Dalam Mitigasi Bencana Gempa Bumi
Letak Indonesia yang terletak pada pertemuan tiga lempeng besar  yaitu Pasifik, Eurasia dan Indo-Australia berdampak terhadap tingginya potensi bencana, terutama gempa bumi, pergesaran lempeng akan mengakibatkan pergerakan tanah yang berakibat pada bencana gempa bumi. Sepanjang tahun 2019 berdasarkan data BMKG di Indonesia terjadi 11.573 gempa bumi di Indonesia.
Dalam menghadapi gempa bumi masyrakat di berbagai daerah di Indonesia juga mempunyai kearifan lokal yang hingga saat ini masih dipertahankan, salah satu yang paling terkenal adalah kearifan lokal dalam menghadapi gempa bumi yang di pertahankan oleh Suku Baduy.
Dalam mengahadapi bencana gempa bumi Masyarakat Baduy menyiasatinya dengan membuat aturan adat atau pikukuh dan larangan dalam membangun rumah. Dalam hal ini, bahan bangunan yang digunakan adalah bahan-bahan yang lentur, seperti bambu, ijuk, dan kiray supaya rumah tidak mudah rusak. Rumah juga tidak boleh didirikan langsung menyentuh tanah.
Hal ini dilakukan supaya rumah tidak mudah roboh selain itu dalam pembuatannya rumah tidak boleh menggunakan paku dan hanya menggunakan sasak dan tali ijuk (Suparmini dkk, 2014). Hingga saat ini tradisi tersebut masih dipegang.
Cara ini efektiF dalam mitigasi bencana dan tercatat hingga saat ini lingkungan suku baduy jarang mengalami kerusakan.
Lain daerah lain pula kearifan lokal yang dibangun dalam menghadapi bencana, Mitigasi bencana gempa yang dilakukan oleh masyarakat Bali dan Nusa Tenggara Timur hampir sama dimana masyarakat tersebut menganggap jika pergerakan nagalah yang mengakibatkan gempa bumi.
Saat gempa bumi terjadi masyarakat Nusa tenggara akan berteriak ami norang (kami ada) dan "ami nai ia o..."(Thene J, 2016) Â yang menandakan kepada naga bahwa mereka ada.
Hal yang sama juga dilakukan masyarakat bali saat terjadi gempa mereka akan berlari ketempat yang aman, bersembunyi dikolong meja sambil berteriak linuh, linuh, linuh, dan hidup, hidup, hidup (Subagja 2012).