Mohon tunggu...
Rio Muqni
Rio Muqni Mohon Tunggu... lainnya -

man wish for simple things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhir Pekan Dan Nyoknyang Goreng

17 Desember 2012   18:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oh ia entah mengapa ingatanku kembali ke masa kecilku ketika mencicip junkfood tadi. Masa di mana aku gemar akan camilan ‘nyoknyang goreng’ yang selalu menjadi hidanganku setelah bermain bola di lapangan kecil bersama teman-temanku (Nyoknyang Goreng adalah sebuah makanan camilan berupa gorengan atau nama bekennya adalah junkfood yg terbuat dari bakso kecil dibungkus tepung kanji dan digoreng. Sausnya menggunakan saus botol yang merah tapi dicampur air biar lebih cair).

Saat itu hampir tiap hari aku menikmati nyoknyang goring selepas bermain bola di lapangan kecil yang juga tidak bisa disebut sebuah lapangan. Karena sebenarnya tanah lapang itu sebagian telah dijadikan tempat pembuangan sampah, ditambah lagi dengan batu-batu yang menggunduk seperti gunung kecil menjadi bagian dari lapangan itu. Dan tidak jarang gundukan-gundukan batu yang mencuat ke atas itu menjadi ‘pemain bertahan tidak disangka’ yang siap mencederai kami yang lupa akan posisinya.

Setelah bercucuran keringat dan keletihan maka saat itu si penjual ‘nyoknyang goreng’ pun datang dengan keranjang kecilnya yang terbuat dari anyaman kayu serta botol sausnya yang di tenten penjual cilik itu. Sedangkan si  penjual air tahu (air kedelai) dengan sepeda bututnya  yang biasanya datang lebih awal menyaksikan kami bermain. Tidak seperti penjual-penjual keliling sekarang yang sudah semakin modern berkeliling dengan sepeda motor menjual dagangannya. Apa lagi penjual nyoknyak goreng masa kecilku sekarang sudah tidak ada lagi dan telah terganti oleh penjual siomay, bakso dan empek-empek.

Aku tak ingat entah sejak kapan penjual nyoknyang goreng di kotaku hilang. Teriakan sipenjual cilik itu tak pernah lagi terdengar lewat di depan rumahku. Aku ingat ketika aku harus terjatuh dari tangga karena mendengar teriakannya dan berusaha mengejarnya walaupun hasilnya mengecewakan karena akhirnya aku terpaksa harus diurut oleh nenekku karena keseleo di kaki akibat jatuh. Dan aku ingat ketika terakhir kali menikmati nyoknyang goreng yaitu pada saat aku masih SD kelas 6 yang juga menyantapnya setelah bermain bola.

Bak para pahlawan yang  muncul saat kejahatan mulai beraksi, mereka datang ketika kami telah kelelahan dan membutuhkan sedikit asupan. ‘Ahh sungguh moment yang tak tergantikan’.

‘Oh ya’…hanya dengan uang Rp 500 aku bisa makan belasan tusuk ‘nyoknyang goreng + segelas air tahu’ dengan sangat puasnya. Sungguh sangat berbeda dengan harga segelas kopi dan junkfood di cafe ini yang sempat hampir mengurungkanku untuk memesan karena harganya yang sangat mahal. Bayangkan saja harga segelas kopi hitam yang sampai 30 ribuan rupiah. Sama saja aku bisa minum kopi di ‘mak eka’ puluhan kali, haha. Coba saja seandainya ini adalah malam minggu versi ‘bss(bayar sendiri-sendiri), tentu saja niat tidak memesanku tadi pasti terjadi karena uang di kantongku hanya selembar 20 ribu saja haha…

Akhirnya lamunanku terhenti ketika seorang temanku menegur.

“Oi…dari tadi, nih anak senyum-senyum sendiri??”

“Mikirin apa sih??”

“Ah..hehe dak papa” jawabku singkat dan kembali bergabung dalam obrolan dan tawa yang tetap saja masih terasa aneh buatku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun