Mohon tunggu...
Rio Muqni
Rio Muqni Mohon Tunggu... lainnya -

man wish for simple things

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhir Pekan Dan Nyoknyang Goreng

17 Desember 2012   18:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam mingguku kali ini jauh lebih mewah dari biasanya, walaupun dengan status ‘ngikut saja ditambah penampilan seadanya’. Aku menyebutnya mewah karena ajakan teman, untuk nongkrong di salah satu café terkenal adalah spot kami sehabis acara makan di warung yang juga cukup terkenal yang hidangannya serba mahal di kota ini. Café yang kudatangi ini sungguh jauh berbeda dengan warung kopi pinggir jalan yang yang biasa kudatangi dengan teman-temanku.

Aroma kelas atas begitu terasa ketika aku memasuki cafe itu. Sejuknya udara AC seakan membungkusku dengan setelan jas ala pesta bangsawan yang penuh dengan formalitasnya. Sofa yang empuk terasa bagai sedang duduk di atas singgasana para pangeran yang siap dilayani kapan saja, serta beberapa layar besar yang sedang memutarkan acara-acara TV luar negeri yang berbeda-beda tiap layarnya.

‘Hmm…peningkatan kasta semalam’ pikirku sambil terkekeh.

“Ada apa senyum-senyum sendiri?” Kata temanku yang baru saja duduk setelah melihatku tersenyum disebelahnya.

“Gak kok” tukasku.

Beberapa saat kemudian seorang pelayan wanita yang lumayan cantik dengan wajahnya yang selalu tersenyum datang membawakan kami daftar menu yang bagiku terlihat seperti majalah kegemaran kakakku. Dan setelah pelayan itu menuliskan semua pesanan kami pelayan itu pergi dengan tersenyum.

Tawa dan canda berhamburan di dalam cafe itu. Namun entah mengapa aku sedikit merasakan keganjilan dalam semua tawa itu. Seperti ada yang kurang dalam tawa itu tapi ‘apa itu’ aku juga masih belum bisa memastikannya. Aku merasa ada sedikit suasana ‘ketidakenakan’ yang sangat kental bercampur dalam udara dingin cafe itu yang membendung sebuah kebebasan. Mungkin sedikit berbeda ketika saya dan teman-teman nongkrong dan tertawa lepas di warung kopi pinggir jalan. Di mana kami bisa melepaskan tawa dengan kelegaan tanpa ada beban apapun.

Tak berselang lama setelah pelayan itu pergi dengan daftar pesanan kami, dia kembali lagi dengan semua pesanan yang telah berubah wujud menjadi seperti yang ada di majalah pesanan itu. Dengan sigap pelayan itu menyajikan semua pesanan di atas meja sesuai dengan orangnya. Setelah menyediakan seemua minuman yang telah kami pesan, pelayan itu bergegas pergi dan kembali lagi membawakan beberapa piring gorengan yang terhias mewah di atas talang indah yang dipesan temanku.

Saya menatap kopi hitam yang kupesan tadi ternyata tak sendirian. Sebuah sloki berisi teh menemani kopi pesananku. Sebuah piring kecil menjadi alas kopiku. Di tepi bagian atas samping cangkir kopiku terdapat dua bungkus ‘sugar’ dan satu bungkus ‘cream’.

Sejenak kupandang pesanan yang telah mereka sajinkan kepada kami lalu kuhirup aroma kopi pesananku. Bau pahit menyengat merangsak masuk ke dalam hidungku. Lalu pandanganku beralih ke camilan yang terhias indah di atas piring putih itu. Junkfood beraroma sedap namun terasa tak asing di mataku dan membuatku mulai mencicipinya.

‘Nyoknyang goreng…?’ Gumamku setelah mencicipinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun