Mendengar nama Go-Jek, saya sudah mengenal sejak tahun 2013, penyedia layanan jasa angkutan sepeda motor online ini bisa dipesan melalui telp seperti taksi, saat itu belum ada aplikasi yang canggih di hp dan menggunakan jaket warna hijau yang mudah terlihat di sekitar Jakarta.
Saya menghubungi customer Go-Jek untuk meminta dianter dari Daan Mogot sampai Semanggi, pihak Go-Jek menghubungin saya untuk menunggu kehadiran, karena ojek di daerah Jakarta Barat masih jarang yang bergabung. Apa yang membuat saya tertarik dengan Go-Jek? Padahal saya bisa naik kendaraan umum lain, karena mengejar waktu dan kalau naik ojek lain harus negoisasi harga terlebih dahulu. Menggunakan motor di tengah kemacetan bisa mangkas waktu cepat dan harga yang diberikan Go-Jek kepada pelanggan lebih baik tanpa perlu kompromi.
Seiring berjalan waktu, saya sudah jarang menggunakan jasa Go-Jek, bukan karena mahal atau ribet, tetapi memang tidak membutuhkan aktivitas ke luar lapangan dibanding dulu. Kalau keluar, saya pasti akan teringat Go-Jek karena tidak perlu menawar harga untuk mencapai tujuan.
Mulai bekerja di perusahaan media, saya membaca artikel di media online kalau Gubernur Basuki Tjahaja Purnama biasa dipanggil Ahok mendukung penuh pengintegrasian Go-Jek dan bus TransJakarta. Dengan begitu, penumpang bisa mengakses informasi dan mengetahui keberadaan angkutan yang hendak ditumpanginya. Kerjasama antara Go-Jek dan Transjakarta dilakukan apabila jumlah bus Transjakarta sudah mencukupi
“Kenapa saya dukung Go-Jek? Kalau bus Transjakarta kami sudah merata di Jakarta, maka ojek bisa tergusur lho. Dengan adanya Go-Jek, maka kami kerjasamakan dengan Transjakarta biar jalur-jalur yang belum terjangkau ini bisa jadi feeder,” ucap Ahok di Balai Kota, Jakarta.
Dengan perubahan drastis dari Go-Jek, kita bisa melihat wara wiri warna hijau di Jakarta. Bukan hanya antar penumpang, melainkan barang atau makanan Go-Jek siap bantu konsumen yang membutuhkan waktu cepat, apalagi jika anda memiliki waktu padat.
Sebelum kehadiran Go-Jek, telah hadir jasa pengantar menggunakan sepeda motor, tetapi nama tersebut telah ditelan bumi. Tidak hanya Go-Jek yang telah hadir di Jakarta melainkan ada Grab Bike, Grab Taxi dan Uber Taxi yang siap bantu masyarakat untuk berpindah lokasi ke tempat tujuan dengan mudah, cepat dan aman.
Kehadiran jasa antar melalui online mendapat sambutan panas dari masyrakat terutama jasa pengantar konvensional atau biasa memiliki tempat mangkal, sedangkan jasa antar online tidak memiliki tempat mangkal, mereka sudah ada yang mencari melalui aplikasi yang diunduh masyarakat. Tidak heran banyak bentang spanduk yang menolak ojek online masuk ke daerah tersebut. Begitu juga dengan uber taxi yang dilarang pemprov DKI beroperasi karena tidak memiliki izin usaha.
Kalau begitu apa bedanya ojek online dengan uber taxi?
Pemerintah provinsi DKI Jakarta melarang Uber Taxi beroperasi karena tidak mengantongi izin operasi. Pemprov DKI bisa saja mencabut larangan jika memenuhi syarat perizinan terlebih dahulu sebelum beroperasi, termaksuk data perusahaan seperti alamat kantor pusatnya. Sedangkan Go-jek, Grab Taxi dan Grab Bike telah memiliki pajak izin usaha dan alamat kantor, jika ada apa-apa kita bisa cari tahu kantornya.
Melihat fenomena ojek online vs ojek konvensional, seharusnya ojek konvensional bisa terbantu dengan ojek online, mereka tidak hanya mengantar penumpang saja melainkan membawa barang atau makanan ke tempat tuju. Saya pikir jasa antar online tidak mau menyusahkan ojek konvesional, mereka harus mendapat penjelasan sebaik mungkin tentang keberadaan ojek online.
Alasan penolakan ojek konvesioal karena sistem aturan yang digunakan ribet, rebutan untuk menjemput konsumen dan bagi hasil yang kurang puas. Tidak hanya itu, jasa angkutan sepeda motor juga meminta persyaratan seperti SIM, STNK, cicilan motor, ijazah pendidikan minimal SMU dan kartu keluarga.
Tak hanya sekedar administratif, mereka harus terbiasa memakai handphone Android karena ada aplikasi GPS dan ada pengecekan kendaraan motor tersebut, apakah sudah sesuai standar keamanan. Di akhir seleksi, calon jasa pengantar akan mendapatkan jaket, helm, masker untuk pengendara dan penumpang.
Dengan lahirnya aplikasi transportasi umum, pemprov DKI juga harus melakukan terobosan agar masyrakat mudah mencari transportasi umum seperti bus transjakarta yang terkoneksi dengan moda angkutan lain di Jakarta. Masyarakat Jakarta membutuhkan transportasi yang cepat, aman, harga terjangkau dan nyaman, sehingga dengan aplikasi dari transjakarta penumpang bisa tau waktu kedatangan bus dan pembayaran cukup dengan menggunakan e money bisa terkoneksi dengan moda transportasi umum lainnya.
Jika hal ini bisa terlaksana, kemacetan di Jakarta bisa terurai dan waktu antrian baik di halte maupun di stasiun bisa berkurang. Masyarakat tidak perlu susah untuk ganti transportasi ke tempat tujuan jika bus transjakarta tak juga datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H