HIV atau Human Immunodeficiency Virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia ini sering kali disebut sebagai penyakit aib dan kutukan. Hal tersebut terjadi karena tingginya stigma dan minimnya wawasan terkait isu HIV AIDS di kalangan masyarakat.Â
Adapun singkatan dari AIDS yaitu Acquired Immunodeficiency Syndrome atau kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh virus HIV. Banyak kasus diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV AIDS (ODHA), padahal HIV itu berbeda dengan AIDS.Â
Jika seseorang positif HIV belum tentu dia positif AIDS, tetapi jika seseorang sudah positif AIDS sudah pasti dia positif HIV. Hal ini belum diketahui oleh masyarakat banyak, karena HIV AIDS sudah terlanjur menyeramkan dimata masyarakat.Â
Karena adanya stigma dan diskriminasi tersebut menyebabkan, masyarakat takut untuk mengetahui status kesehatannya.
Kasus penularan HIV di Kota Bandung, melalui transmisi seks yang saat ini mencapai 11,18% (2021) terdapat pada ibu rumah tangga (IRT), rata-rata 40 IRT terinfeksi HIV pertahun.Â
Peningkatan kasus HIV pada IRT dapat berdampak pada peningkatan status epidemic dari terkonsentrasi menjadi generalized epidemic.Â
HIV bukan suatu penyakit yang menakutkan, karena penularannya pun tidak mudah, dengan kontak fisik sosial seperti berjabat tangan, berpelukan, menggunakan alat makan yang sama tidak dapat menularkan virusnya.Â
Penularan HIV tidak seperti covid-19 yang dapat menularkan hanya melalui kontak fisik sosial, hanya ada 3 media yang bisa menularkan virusnya, yaitu jarum suntik melalui transfusi darah dan jarum suntik narkoba, cairan kelamin melalui hubungan seksual, dan air susu ibu.
Dalam penularannya, HIV memiliki 4 prinsip yaitu, Keluar, Hidup, Cukup, Masuk atau disingkat menjadi KEDUPCUMA.
Prinsip tersebut menjelaskan, dalam penularan virus HIV dipastikan virusnya itu keluar dari tubuh manusia, dalam keadaan hidup, cukup untuk menularkan, dan virusnya harus masuk ke dalam tubuh manusia.Â
Adapun istilah ABCDE sebagai pencegahan HIV AIDS, yaitu:
- Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual sama sekali sebelum menikah
- Be faithful, hanya melakukan hubungan seksual dengan satu pasangan saja
- Condom, gunakan alat kontrasepsi ketika melakukan hubungan seksual
- Drugs, tidak mengkonsumsi atau menggunakan narkoba jenis apapun
- Education, bekali diri dengan edukasi HIV yang valid dan menyeluruh
HIV sendiri tidak memiliki ciri-ciri atau gejala, namun jika sudah muncul ciri-ciri atau gejala seperti ruam disekujur tubuh, terdapat jamur yang menutupi lidah itu tandanya sudah masuk ke dalam fase AIDS.Â
Tetapi, untuk masuk ke dalam fase AIDS itu tidak mudah, ada yang disebut dengan window period dimana estimasi dari HIV ke AIDS itu dibutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun, tergantung pada sistem kekebalan tubuh dari masing-masing orang.Â
Belum ada obat yang dapat menyembuhkan virus HIV ini, namun ada sebuah obat yang dapat menekan perkembangan jumlah virus HIV di dalam tubuh manusia yaitu, ARV (Antiretroviral). Obat ini harus dikonsumsi seumur hidup di jam yang sama.Â
Maka dari itu, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui akan hal tersebut, sehingga menyebabkan munculnya stigma bahwa ODHA itu harus dijauhi karena dianggap sebagai sarang penyakit yang dapat menular.
Tak jarang banyak orang mengatakan ODHA tidak akan bisa menikah dan mempunyai keturunan, hal tersebut salah besar karena ODHA juga bisa menikah dan mempunyai anak, dengan syarat rajin meminum ARV maka dia tidak akan menularkan virusnya kepada pasangan dan calon anaknya.Â
Stigma tersebut sangat berdampak buruk untuk ODHA, karena mereka merasa bahwa mereka tidak pantas untuk dicintai. Selain itu, mereka akan menutup status dan dirinya sebagai ODHA padahal setiap manusia memiliki hak untuk hidup, bahkan setiap manusia memiliki hak untuk memilih pasangannya dan hak untuk bahagia.Â
Begitupun dengan ODHA, mereka pun memiliki hak yang sama untuk dirinya dan hidupnya.
Tidak mudah bagi seorang ODHA untuk membuka status nya kepada masyarakat, karena mereka harus mempersiapkan fisik dan mental yang matang untuk mengahadapi kemungkinan yang akan terjadi di masyarakat.
Awalnya, mereka pun takut ketika harus di test HIV karena tidak siap dengan hasil akhirnya. Namun, dengan adanya pengobatan dan pendampingan yang diberikan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) membuat para ODHA menjadi terbuka dan mau menerima hasil akhirnya dengan terjaminnya kerahasiaan dari hasilnya.Â
Sulit awalnya untuk seseorang menerima dirinya sendiri dengan status ODHA, namun lebih sulit lagi penerimaan masyarakat dengan status dirinya sebagai ODHA.
Jika ditanya apa keinginan mereka, mereka hanya ingin diterima dengan baik tanpa stigma dan diskriminasi. Mereka pun tidak ingin hal tersebut terjadi kepada mereka, jika bisa memilih mereka tidak akan memilih takdir tersebut.Â
Mereka hanya ingin diperlakukan sama seperti layaknya manusia lainnya, tidak ada perbedaan.Â
Tidak ingin dipandang sebelah mata hanya karena sebuah statusnya sebagai ODHA. Tidak ada yang bisa disalahkan akan hal tersebut, karena dalam kasus HIV AIDS tidak ada yang namanya pelaku, karena semua ODHA merupakan korban.Â
Siapa orang pertama yang terkena virus tersebut pun kita tidak tahu.
Selain toleransi, belajar memanusiakan manusia merupakan kuncinya. Kita harus lebih peka dan berempati terhadap orang-orang di sekitar kita. Turunkan ego untuk saling mengulurkan tangan dan turut merasakan apa yang mereka rasakan.Â
Jauhi penyakitnya bukan orangnya. Janganlah takut mari kita cegah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H