Mohon tunggu...
rin widyaagustin
rin widyaagustin Mohon Tunggu... Dosen - Sanatana Dharma

Spirituality

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sejatinya Sastra Indonesia, Wajah Kesadaran Murni Insani, Jati Diri Bangsa, Poros Pembangunan Manusia dan Tatanan Dunia

4 September 2024   11:27 Diperbarui: 4 September 2024   11:48 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejatinya Sastra

Definisi adalah batas-batas yang memuat atribut esensial dari perkara yang didefinisikan. Menelusuri dan meninjau dengan cermat definisi Sastra berdasarkan asal usul kata dan pandangaan para ahli, dapat menandai sifat dasar yang menjelaskan sejatinya Sastra. Upaya pengenalan ini menjadi kepentingan paling dasar untuk dapat memahami dan menjelaskkan secara esensial fungsi dan eksistensinya dalam kehidupan peradapan umat manusia, khususnya Sastra Indonesia.

Sastra berasal dari bahasa Sanskerta, Shastra. Kata Sas bermakna instruksi atau pedoman dan tra berarti alat atau sarana. Awalan su dalam penggunaan kata Sastra (Susastra), bermakna baik atau indah. Plato menjelaskan Sastra sebagai gambaran dari kenyataan, maka karya sastra harus menjadi model tentang kenyataan kehidupan manusia sehari-hari, suatu bentuk teladan alam semesta. Mursal Esten (1978) menjelaskan bahwa Sastra merupakan pengungkapan fakta secara artistic dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia dan masyarakat dengan penyampaian menggunakan bahasa dan efek positif bagi kehidupan manusia. Sapardi Djoko Damono (1979) menjelaskan Sastra adalah sebuah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium penyampaian gambaran tentang kehidupan manusia sebagai suatu kenyataan sosial (Joan Imanuella Hanna Pangemanan, diakses 2023; Rahma Fiska, diakses 2023; Salma, 2022 diakses 2023)

Berdasarkan definisi terpilih tersebut, dapat dikenali atribut esensial Sastra adalah pertama, model tentang kenyataan kehidupan manusia; kedua, manifestasi dan gambaran; ketiga, pedoman; dan keempat alat, sarana, media penyampaian, bahasa. Dengan demikian secara esensial dan menyeluruh, Sastra adalah alat, sarana untuk menyampaikan model kenyataan kehidupan manusia, menggambarkannya dengan cara yang indah sebagai pedoman berkehidupan.

Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa Sastra memiliki beberapa aliran pandangan, model kenyataan, yaitu Materialisme, Idealisme dan Eksistensialisme. Model kenyataan berarti teori realita (-yang sebenarnya), produk tema bidang kerja metafisika dalam filsafat. Koestenbaum (1968) menjelaskan bahwa Studi Metafisika berusaha menemukan karakteristik sangat umum dan paling dasar dari kenyataan yang sebenarnya (ultimate reality). Hasil studi ini adalah satu kesatuan sistem visi yang koheren, menyeluruh dan cerdas, sebagai satu pandangan menyatu dan menyeluruh mengenai kenyataan, inilah Theory of Everything, Worldview atau Pandangan Dunia, Weltanchauung.

Dirangkum dari buku Madilog oleh Tan Malaka (2014), bahwa  sepanjang sejarah filsafat modern, pada dasarnya hanya terdapat 2 Pandangan Hakikat Ada (Kenyataan), yaitu Materialisme dan Idealisme, Hakikat Manusia sebagai Materi, Zat atau Wujud dan Hakikat Manusia sebagai (perwujudan) Roh Absolut, Energi atau Jiwa. Memanfaatkan pemetaan seluk beluk, berkenaan dan bersangkutan antara pandangan materialisme dan idealisme oleh Tan Malaka, Engels dan Lenin merujuk pada identifikasi barisan filsuf Materialisme, berpangkal pada filsuf Yunani, Heraklit dkk, berpuncak pada Marx dan Engels; dan Idealisme berpangkal pada Plato, berpuncak pada Hegel dan Neo Hegelian.

Pandangan Model Kenyataan masing-masing Filsuf mengidentifikasi substansi dan mekanisme kenyataan yang berlaku dalam kehidupan, berdasarkan pemetaan tersebut adalah Absolute Idea (Hegel) to Motive Force oleh Marx (-Engels) hingga Empiris Crisis - Lenin (Form Marx to Mao). Pandangan lain adalah identifikasi Kebenaran Kenyataan materialisme dengan Pragmatisme-Dilthey dan Memetaforkan Idealisme-Roh Absolute menjadi Kesadaran Berpikir yang melahirkan pandangan Positivistik di awal abad 20 dengan Eksistensialisme (kesadaran berpikir yang bertanggungjawab menentukan makna hidup untuk benar-benar tampil, hadir, berperan dalam kehidupan yang dirasakan oleh manusia dan kehidupan).

Sastra, Kesadaran dan Hukum Keselarasan Kehidupan, Poros Pembangunan Manusia dan Tatanan Dunia

Sastra adalah Alat, Sarana, Wahana, Media untuk menggambarkan berlakunya  model kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Model Kenyataan adalah satu pandangan menyatu dan menyeluruh mengenai kenyataan. Setiap Model Kenyataan memuat penjelasan hakikat segala ada, hakikat manusia sekaligus hakikat hidup, hukum kehidupan berlaku. Memuat Hukum Sistem Kesadaran Manusia dan Hukum Landasan Kehidupan, Etika dan Estetika. Model kenyataan atau Theory of Everything, Worldview atau Pandangan Dunia, Weltanchauung. ini merupakan landasan filosifis atau philosophical groundslag. Sistem landasan manusia bertindak dan melakukan pengaturan kehidupan diri dan kehidupan bersama. Kehidupan tatanan sistem sosial-masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bangsa-bangsa di dunia (tatanan kehidupan dunia), termasuk di dalamnya landasan setiap bidang keilmuan dan teknologi bekerja mensejahterakan kehidupan umat manusia.

Sastra memperkenalkan dan memberikan gambaran nyata dengan cara yang indah kepada masyarakat luas akan pola kesadaran berikut dengan keselarasan kehidupan sosial yang menjadi implikasinya. Dengan demikian, Sastra menduduki peranan poros dan sentral dalam  Pembangunan Manusia dan Tatanan Kehidupan, benar, baik dan indah, Peradapan luhur, agung dan mulia. Identifikasi ini berbeda dengan berbagai fungsi Sastra yang banyak dijelaskan sebelumnya dalam berbagai literatur. Kesadaran manusia terlepas dari apapun agamanya ( fungsi religiusitas), terlepas dari aturan hukum (moralitas) yang dibuat manusia, lebih sebagai dorongan alamiah dari dalam diri untuk bertindak benar dan tepat.  Terlepas dari kemampuan dan daya pikir (didaktif), terlebih sekedar rekreatif dan estetis semu.

Pertanyaan paling mendasar sebagai sebuah bangsa dan karya Sastranya adalah Teori Kenyataan, Pandangan Dunia, Landasan Filosofis Kehidupan Bangsa Indonesia, yang berarti Model Sistem Kesadaran yang diajarkan Sastra Indonesia untuk membangun mental luhur dan mulia manusianya dan keselarasan hidup.

Sastra Indonesia Wajah Kesadaran Murni Insani, Jati Diri-Roh Kebangkitan Bangsa Indonesia

"Sampurasun"

Sampurnaning Insun, Semoga engkau mencapai Kesadaran Tertinggi

"Aum Svasti Astu"

Aku bersembah sujud pada Hyang bersemayam di dalam dirimu

Anand Krishna (2018)

Salam tatacara leluhur bangsa ini mewakili karya Sastra Indonesia menyampaikan dan menggambarkan Model Kenyataan-Kesadaran sekaligus dijalankan sebagai dasar landasan bersikap dan bertindak kepada orang lain dalam kehidupan kebersamaan sehari-hari.

Karya ini menggambarkan Pandangan Hakikat Manusia (dan Segala Ada) sebagai Perwujudan Gusti. Bukan Kesadaran Materi-Badaniah, baik Ego-Hasrat (Nafsu) maupun Ego Hasil Pemikiran, namun Diri Sejati sebagai Diri Ilahi - Divine Self. Artinya, Pandangan Dunia bangsa ini, jelas bukan Kesadaran Materialisme versi instinct untuk mengejar Kenikmatan dan kenyamanan indrawi-badaniah-keduniawian, bukan pula Kesadaran Pikiran, yang masih mementingkan kesejahteraan pribadi. Bangsa ini memandang diri dan dunia dalam persatuan dan kesatuan murni "Tan Hana Dharma Mangrua", berarti Tidak Ada Dualitas dalam Dharma, Semua Satu Adanya.

Inilah Pandangan Idealisme yang hakiki, bukan metafor kesadaran berpikir yang merupakan materi-bersifat dualitas, namun enegy, force, roh,  jiwa yang satu dan sama yang ada (dalam diri) dan menghidupi setiap diri sekaligus meliputi seluruh alam semesta, menopang setiap diri dan kehidupan, sebagai Diri yang Satu. Satu Diri, Satu Keberadaan, Keberadaan Ilahi.

Ini adalah Model Lapisan Alam Kesadaran dalam Teori Kenyataan-Hakikat Ada, Perwujudan Roh Absolut hasil temuan para Reshi Nusantara-Indonesia. Dikukuhkan dalam warisan indah megah tak ternilai, Bangunan Candi Borobudur setelah dikonfirmasi berulang  oleh para Reshi (filsuf sekaligus ilmuawan) melalui riset eksperimen dan penemuannya. Teori yang sama dipelajari Plato dan digambarkan dalam pandangan Idealismenya. Dikutip oleh Carl W.Ernst dari "Fayzi's Illuminationist Interpretation of Vedanta: The Shariq al-ma'rifa" oleh Fayyazi_Shariq al ma'rifa (Iluminator of Gnosis) yang menggambarkan dihormatinya Plato oleh para Penganut Kebijakan Illuminasions (Persia) sebagai murid orang India Sindhu-Sundaland Nusantara-Indonesia.

Para Resi dan Pencari, para Ilmuwan Jiwa dari Peradapan Sindhu Shintu Hindu Indies Indo (Indonesia dan India sekarang, 25.000 -14.000 tahun yang lalu) bekerja keras dan bereksperimen dalam waktu yang sangat lama untuk akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa materi dan keberadaan material, termasuk  mental-emosional dan intelektual berlandaskan atas prinsip dualitas. Pencarian mereka mencapai penemuan ada ranah lain, melampaui ranah Intelegensia, yaitu ranah Spirit, ranah Ruh, adalah Ranah Kesatuan, Ranah Kemanunggalan (Anand Krishna, 2015).

Lapisan kesadaran ini diilustrasikan dalam simbol kunstruksi, tingkat Borobudur (Anand Krishna, 2019) :

Pertama, Kamadhatu adalah alam materi, alam Kama atau Keinginan termasuk di dalamnya adalah Mind. Kedua, Rupadhatu adalah alam kesadaran rupa atau wujud asli-sejati. Terlampauinya Kama atau Keinginan, ini adalah ranah Inteligensia atau Buddhi (mind yang telah matang, mind telah bertranformasi menjadi Buddhi). Di sini, manusia telah berhasil melepaskan belenggu hasrat-hasrat keinginan diri yang menyengsarakan dan mulai bertindak untuk mengabdi tanpa pamrih, tindakan dalam hidupnya sebagai persembahan kepada Sang Hyang Tunggal yang mewujud dan yang tak mewujud. Inilah Kesadaran Transpersonal, terlampauinya nafsu hewani, yang hanya mementingkan diri, keberhasilan menggapai Kesadaran Ilahi, yang senantiasa memberi  tanpa mengharap imbalan, mempersembahkan tanpa pamrih bagi Diri Ego yang dianggap sebagai Diri Sejati.

Ketiga, Arupadhatu atau Alam kesadaran Tanpa Rupa, Tanpa Wujud melampaui ranah Inteligensia (Buddhi), keberhasilan menemukan persatuan dan kesatuan dengan alam semesta, inilah ranah Spirit, ranah Ruh, Ranah Kesatuan, Ranah Kemanunggalan, Ranah yang "Demikian Adanya" -- Kaivalyapada.  

Hukum Kesadaran Tertinggi memberikan gambaran demikian jelas setiap lapisan kesadaran dibawahnya: "apa" - diri sebagai penguasa-pemimpin yang mengarahkan tindakan dan bagaimana implikasinya dalam keselarasan kehidupan bersama. Lapisan Tertinggi adalah Diri Sejati- Diri Ilahi menjalankan Kasih, persembahan untuk semesta Alam sebagai Kesatuan Diri, tanpa pamrih. Lapisan Terrendah adalah Diri Ego-Hasrat (Nafsu) atau Pikiran yang mengejar kenikmatan, kenyamanan, kesejahteraan yang bermuara pada tindakan keserakahan dan kedzaliman.

Kesadaran diajarkan, diilustrasikan dengan indah oleh Sastra dalam gambaran kehidupan sehari-hari. mengajarkan manusia untuk mecapau kesadaran, hingga tindakannya adalah untuk menegakkan kesejahteraan bersama - Kebenaran, Keadilan, Kemanusiaan, Perdamaian Dunia atau sebaliknya Menegakkan Kepentingan Kesejahteran Ego Sang Diri Palsu, melawan Kebenaran, bertindak Kedzaliman.

Bangsa yang sedang lupa, disesatkan dari jati diri bangsanya ini, menyembunyikan tingkatan Borobudur paling dasar. Bangsa yang sedang kehilangan jati dirinya ini mengira (menuduh-red) leluhur bangsanya sebagai manusia bejat. Manusia baru bangsa ini,  hidup berkutat menyembunyikan lapisan kesadaran terrendahnya untuk berulangkali jatuh oleh nafsu yang tak diselesaikannya, alih-alih menaklukkannya dan meraih kesejaian diri sebagai pemimpin.

Sistem Negara Indonesia (presiden, dewan, majelis  dan seluruh jajarannya) dan manusia pemimpin spiritual bangsa masihkan diam dan menunggu untuk bertindak nyata? Pertemukanlah pihak-pihak pembawa risalah yang tersebar di bumi pertiwi ini, susun ulang sejarah bangsa sejak awalmula dan kumpulkan Sastra leluhur bangsa paling awal, bongkar dan bedah untuk mengembalikan Roh-Jati Diri, hidupkan tegakkan dengan mewujudkan strategi kebangkitan bangsa, bangun ulang sistem berbangsa dan bernegara. Waktu yang sangat tepat dengan menyongsong Ksatria Negara dan Ibu Kota Nasiaonal-ditempat sejatinya.

Referensi 

Anand Krishna, 2012., The Wisdom of Sundaland , The Ancient Unrecorded Prehistory of the Indonesian Anchipelago., PT Gramedia Pustaka Utama,  Jakarta

________, 2015., Dvipantara Yoga Sastra, Ancient Indonesian Science of Yoga for Modern Times, Centre for Vedic & Dharmic Studies.

________, 2018., Sindhu Samskriti, Nilai-nilai Luhur Budaya Warga Bumi., Centre for Vedic & Dharmic Studies.

________, 2019., Zen Sebagaimana Dilakoni oleh Bodhidharma, Panduan Hidup Sadar Sehari-hari. PT. Gramedia Jakarta

Ernst.C.W.,  dari Fayzi's Illuminationist Interpretation of Vedanta: The Shariq al-ma'rifa., diakses 29 Juni 2022.

Joan Imanuella Hanna Pangemanan, 2023., Sastra adalah: Pengertian, Tujuan, Jenis, Fungsi dan Contoh https://mediaindonesia.com/humaniora/579261/sastra-adalah-pengertian-tujuan-jenis-fungsi-dan-contoh diakses September 2023

Koestenbaum. P., 1968., Philosophy: a General Introduction. American Book Company.

Rahma Fiska., Pengertian Sastra: Jenis, Fungsi, dan Periodisasi Perkembangan Sastra di Indonesia   https://gramedia.com/literasi/pengertian-sastra/ diakses September 2023

Salma., 2022., Apa Itu Sastra? Pengertian, Teori, Struktur dan Aliran Sastra, https://penerbitdeepublish.com/apa-itu-sastra/  diakses September 2023

Tan Malaka (2014). Madilog, Materialisme, Dialektika dan Logika, Narasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun